Buku Bunga Rampai

ARAH PENGATURAN RUU PERFILMAN - 2023

Penulis:
Aryojati Ardipandanto, S.IP., M.Sos

Abstrak:
Keberpihakan Negara terhadap perfilman di Indonesia secara umum belum sesuai harapan. Hal tersebut antara lain tercermin dari belum adanya aturan yang dalam batas-batas tertentu mengikat daerah untuk memajukan perfilman. Padahal, ruang untuk “mengikat” itu sebetulnya bisa dilakukan berdasarkan prinsip urusan pemerintahan konkuren sebagaimana tertuang di dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, walaupun urusan perfilman dalam hal ini masih belum terkategorikan tersendiri, melainkan masih dapat dimasukkan dalam urusan dari kategori kebudayaan. Pemerintah perlu membuat regulasi yang berpondasikan keseimbangan antara memberikan upaya penguatan unsur kebudayaan pada konten-konten film (dalam konteks tujuan memperkuat ketahanan budaya nasional) dengan menjamin keleluasaan yang bertanggungjawab bagi pihak pengusaha film untuk memajukan usahanya. Pemerintah hendaknya tidak melupakan bahwa salah satu faktor yang akan mengembangkan perfilman di Indonesia adalah jika regulasi yang ada mampu memberikan keleluasaan berproduksi bagi para pengusaha Pemerintah perlu membuat regulasi yang berpondasikan keseimbangan antara memberikan upaya penguatan unsur kebudayaan pada konten-konten film (dalam konteks tujuan memperkuat ketahanan budaya nasional) dengan menjamin keleluasaan yang bertanggungjawab bagi pihak pengusaha film untuk memajukan usahanya. Pemerintah hendaknya tidak melupakan bahwa salah satu faktor yang akan mengembangkan perfilman di Indonesia adalah jika regulasi yang ada mampu memberikan keleluasaan berproduksi bagi para pengusaha perfilman (dalam batas-batas tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan nantinya). Hal yang tidak kalah pentingnya adalah kedepan Pemerintah perlu membuat regulasi yang dapat menjamin hak cipta bagi para pembuat film yang aturan terkaitnya tidak berbenturan dengan peraturan-peraturan yang ada di daerah. Dasar hukum dalam UU Perfilman harus memiliki muatan yang menjamin hak-hak pembuat film dapat diperoleh oleh para pembuat film, dan bila pembuatan filmnya melibatkan bantuan dari Dinas di daerah, maka sharing profit antara pembuat film dengan dinas di daerah harus dibuat dasar hukumnya. Pemerintah dan DPR RI hendaknya juga memperhatikan secara serius masalah pungutan liar yang masih sering dilakukan oleh oknum-oknum aparatur negara dalam suatu proyek pembuatan film. Fakta ini menunjukkan bahwa aturan tegas yang melarang dan menindak pungutan liar bagi para pelaku perfilman adalah sangat krusial untuk dibuat.

Penulis:
RAIS AGIL BAHTIAR, S. S., M.Si.

Abstrak:
Dalam sebuah platform kolaborasi untuk dapat mencapai tujuan optimalnya dibutuhkan kerja keras yang konsisten dari masing-masing pihak. Sehingga tak hanya menjadikan suatu program pengembangan selesai di tengah jalan, tetapi dapat terus berkelanjutan. Dengan begitu proses kolaborasi tersebut sudah seharusnya diwadahi dalam suatu kelembagaan yang diurus secara serius. Peran pemerintah sebagai inisiator dalam hal ini menjadi penting untuk membaca peluang dan tantangan yang dihadapi dalam proses kolaboratif tersebut. Salah satu masalah yang kerap muncul dalam proses kolaboratif yakni dalam hal komunikasi dan ego sektoral. Meskipun telah diwadahi dalam suatu kelembagaan, tak memungkiri masalah tersebut tetap muncul. Oleh karena itu dalam proses kolaborasi harus dapat dipastikan bahwa tiap pihak haruslah diuntungkan. Sehingga tiap helix yang berkolaborasi dapat terus konsisten menjalankan perannya. Serta keluaran yang dihasilkan dapat benar-benar memuaskan yakni: bangkitnya industri perfilman tanah air hingga ke kancah internasional. Kolaborasi Efektif diperlukan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan kegiatan perfilman yang melibatkan semua pemangku kepentingan terkait. Kondisi ini belum sepenuhnya terwujud, karena masih terjadi berbagai perbedaan kepentingan dalam menyelenggarakan kegiatan perfilman di tanah air. Perlu upaya yang sistematis dalam rangka membangun kolaborasi yang efektif yaitu dengan memberikan mandat koordinasi yang termuat dalam UU Perfilman.

Penulis:
Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.

Abstrak:
Kualitas Film masih dihadapkan pada berbagai kendala baik yang terkait dengan proses produksi dan kreatif film, atau kendala yang bersifat teknis dan distribusi film seperti dialami komunitas film. Film yang dihasilkan oleh komunitas film banyak menghadapi kendala dukungan anggaran untuk biaya produksi dan distribusi film. Terkait dengan standar kompetensi menjadi sangat penting untuk menghasilkan insan perfilman yang memiliki basis pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkannya secara efektif. Peningkatan kualitas perfilman dalam kerangka penyempurnaan regulasi, memang harus mendudukan perfilman berada pada bagian dari aktivitas komunikasi publik. Arah pengaturan peningkatan kualitas perfilman di Indonesia, memang harus dilakukan secara komprehensif pada semua tahapan kegiatan perfilman. Memasukan film dalam ranah komunikasi publik, tentunya semakin mempermudah distribusi film untuk tidak hanya didistribusikan dan ditayangkan melalui bioskop, tetapi juga bisa ditayangkan melalui platform digital. Arah pengaturan peningkatan kualitas perfilman di Indonesia, memang harus dilakukan secara komprehensif pada semua tahapan kegiatan perfilman. Arah pengaturan peningkatan kualitas perfilman di Indonesia, memang harus dilakukan secara komprehensif pada semua tahapan kegiatan perfilman.

Penulis:
NOVERDI PUJA SAPUTRA, M.H.

Abstrak:
Hak cipta merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang saat ini diakui di Indonesia secara legal. Pengaturan mengenai hak cipta di Indonesia terdapat di dalam Undang- undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Sedangkan perfilman pengaturannya terdapat di dalam Undang- undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman (UU Perfilman). Film merupakan suatu karya seni yang merupakan bagian dari sinematografi yang merupakan suatu karya cipta, yang diakui secara konstitutif oleh Indonesia dan dilindungi dalam peraturan perundang-undangan. Jika dikaitkan dengan UU Hak Cipta terdapat Pasal 40 ayat (1) huruf m, film merupakan salah satu ciptaan yang merupakan objek yang dijamin dan sudah sepatutnya dilindungi hak ciptanya. Perlindungan hak cipta perfilman di Indonesia dilakukan secara Perdata maupun pidana. Secara Perdata perlindungan hak cipta perfilman dilakukan dengan melindungi hak moral (moral rights) dan hak ekonomi (economic rights) untuk menjamin kepastian hukum dari pencipta maupun pemegang hak cipta dari suatu film. Sedangkan secara pidana dilakukan dengan pemberian hukuman baik pidana penjara maupun sanksi terhadap orang yang melakukan pembajakan film. Diperlukannya suatu sosialisasi melalui pemanfaatan media baik cetak, elektronik maupun sosial mengenai hak cipta yang dilakukan oleh Pemerintah secara masif kepada para pihak-pihak yang terlibat di dalam perfilman maupun para penikmat film. Hal ini dilakukan untuk menyatukan pola pikir dan tujuan dari insan perfilman perihal hak cipta maupun pemegang hak cipta yang saat ini terkadang masih menjadi permasalahan antara creator film dengan rumah produksi. Selain itu hal ini bisa menjadi sarana edukasi bagi masyarakat mengenai pentingnya suatu hak cipta, sehingga kegiatan pembajakan dapat dihilangkan.

Penulis:
SIDIQ BUDI SEJATI, S.T., M.AP.

Abstrak:
Dalam konteks penguatan dan pemajuan perfilman nasional, sepatutnya dapat dilihat dari lingkup yang lebih luas seperti keseluruhan ekosistem infrastruktur terkait mengenai kebutuhan- kebutuhan dasar untuk dapat berlangsungnya aspek-aspek dalam perfilman serta suprastruktur yang berhubungan dengan aspek produksi, distribusi, ekshibisi, pendidikan, kepenontonan, dan pengarsipan film. Sehingga pada akhirnya akan terwujud perfilman Indonesia yang dapat memiliki daya saing, tumbuh dan beragam. Menuju perfilman nasional yang berdaya saing juga diperlukan kerangka pikir perfilman yang sistemik dan fokus yang mendalam dari seluruh pemangku kepentingan perfilman. Karena berdaya saing tidak hanya dapat ditafsirkan sebagai kemampuan berkompetisi secara nasional dan global, akan tetapi berdaya saing adalah kesatuan dan keterpaduan antara lembaga, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan produktivitas perfilman nasional. Melalui penguatan kewenangan, tugas, dan fungsi BPI ke depan diharapkan seluruh ekosistem perfilman dapat berjalan secara terarah, teratur dan berkesinambungan. Seiring dengan perbaikan ekosistem perfilman kedepan, kualitas film yang tetap berbudaya dapat terus ditingkatkan sehingga dapat terwujud kompetisi yang adil serta memiliki daya saing di kancah internasional.

Penulis:
Denico Doly, S.H., M.Kn.

Abstrak:
Permasalahan dalam UU Perfilman saat ini cukup banyak dan menjadi permasalahan tersendiri dalam memajukan perfilman di Indonesia. Hal ini juga mengakibatkan dunia usaha perfilman di Indonesia sulit untuk berkembang. Berdasarkan hasil temuan, dapat disimpulkan bahwa pengaturan perfilman di Indonesia harus menjawab kebutuhan masyarakat akan perfilman di Indonesia. Masyarakat berhak untuk mendapatkan film yang sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia. Film juga harus dapat menjangkau pertahanan dan keamanan negara, dimana film harus dapat berkomunikasi bahwa pertahanan dan keutuhan bangsa menjadi penting bagi bangsa Indonesia. Perubahan atau penggantian UU Perfilman menjadi penting dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan aturan perfilman di Indonesia.

KOMISI PENYIARAN INDONESIA DALAM TREN PENYIARAN DIGITAL DI INDONESIA - 2023

Penulis:
Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.

Abstrak:
Revitalisasi kelembagaan regulator bukan hanya mengarah pada penguatan lembaga regulator agar beroperasi secara efektif dan efisien, melainkan juga pada komitmen lembaga dalam mewujudkan demokrasi penyiaran seperti diamanatkan oleh UU Penyiaran. Untuk memperkuat kelembagaan regulator di beberapa negara demokrasi, komisioner yang jumlahnya terbatas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya didukung oleh sekretariat lengkap dengan staf eksekutif, sejumlah komisi, sistem data dan informasi, serta ketersediaan dana yang cukup. Sekretariat dan staf eksekutif menjalankan kegiatan manajemen administrasi perkantoran setiap hari. Komisi-komisi membantu komisioner dalam penanganan masalah hukum, perizinan dan pengaturan frekuensi, konten penyiaran dan telekomunikasi, bisnis dan kompetisi, perlindungan publik, teknologi, riset dan pengembangan, hubungan dengan media dan pihak-pihak eksternal lain, dan sebagainya. Manajemen data dan informasi diterapkan untuk memudahkan komisioner melakukan monitoring, evaluasi dalam pengambilan keputusan. Dana yang dikelola mandiri oleh regulator yang antara lain diperoleh dari pembayaran iuran televisi, fee penggunaan frekuensi atau pajak dari penyelenggaraan penyiaran memperkuat posisinya yang independen.

Penulis:
Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.

Abstrak:
Semangat untuk melakukan penguatan atas kewenangan KPI di era penyiaran digital, memang masih menemui kendala dari belum digantinya UU Penyiaran yang lama dengan UU Penyiaran yang telah mengakomodir digitalisasi penyiaran di Indonesia. UU Penyiaran yang baru juga sudah wajib untuk mengatur masalah penyelenggaraan platform digital penyiaran di Indonesia. Melalui perubahan UU Penyiaran ini, maka keinginan KPI untuk memiliki kewenangan yang optimal selaku regulator dan lembaga negara pengawas isi siaran akan dapat terwujudkan. Penguatan KPI di era penyiaran digital juga dilakukan untuk memiliki kewenangan dalam rangka memvalidasi identifikasi konten penyelenggara platform digital penyiaran, merumuskan dan menetapkan standar program konten platform digital penyiaran yang dimasukkan dalam P3SPS KPI, serta melakukan pengawasan dan pemberian sanksi administrasi bila terjadi pelanggaran akan ketentuan yang berlaku. Penguatan kewenangan KPI, pamungkasnya memang diarahkan pada kedudukannya sebagai lembaga negara pengawasan isi siaran, sehingga bisa dipastikan kegiatan penyiaran dapat diterima positif dan memiliki nilai tambah di masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.

Penulis:
Dewi Sendhikasari Dharmaningtias, S.IP., MPA

Abstrak:
KPI merupakan lembaga negara independen yang berada di pusat dan di daerah, yang tugas dan wewenangnya diatur dalam UU Penyiaran sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran. Perkembangan RUU Penyiaran menunjukkan rancangan undang-undang ini mempunyai sejumlah poin penting perubahan, yang salah satunya terkait kelembagaan KPI Pusat dan KPID. Hubungan antara KPI Pusat dan KPID yang saat ini bersifat koordinatif perlu diperkuat menjadi hubungan yang bersifat hierarkis. Hal ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan- permasalahan yang terjadi terkait kewenangan, tugas, dan fungsi, terutama dalam pelaksanaan fungsi regulasi dan pengawasan penyiaran. Selain itu, penguatan ini ditujukan juga dalam konteks keuangan. Jika hubungan kelembagaan antara KPI Pusat dan KPID diperkuat menjadi hubungan hierarkis, semua pembiayaan akan berasal dari APBN. Dengan demikian, diharapkan kelembagaan KPID di daerah dapat berjalan dengan optimal. Penguatan independensi KPID juga diharapkan dapat tercapai dengan adanya hubungan hierarkis tersebut, karena KPID tidak akan masuk dalam rezim UU Pemda dan dapat bebas dari dinamika kepentingan politik di daerah. Oleh karena itu, dengan adanya revisi UU Penyiaran yang saat ini masih terus bergulir diharapkan poin perubahan hubungan kelembagaan antara KPI Pusat dan KPID dapat terwujud. DPR RI bersama dengan Pemerintah hendaknya perlu melanjutkan pembahasan RUU Penyiaran dengan segera, sehingga tidak berlarut-larut dan memberikan kepastian hukum terhadap kelembagaan KPI Pusat dan KPID yang akan berdampak pada kinerja pengawasan penyiaran yang menyangkut kepentingan publik.

Penulis:
SIDIQ BUDI SEJATI, S.T., M.AP.

Abstrak:
Harapan KPI Pusat dalam memperoleh sebuah sekretariat jenderal bukanlah sebuah harapan yang berlebihan. Hal ini mengingat kewenangan serta tugas dan fungsi yang diberikan oleh UU Penyiaran menjadikan beban kerja dan tanggung jawab untuk menjaga identitas bangsa dari aspek penyiaran begitu besar. Belum lagi ditambah dengan karakter yang diharuskan memiliki daya paksa membuat KPI perlu dibantu oleh sebuah sekretariat yang lebih tangguh secara nasional. Penguatan sistem pendukung KPI sampai dengan setingkat sekretariat jenderal memang diperlukan. Hal ini untuk memastikan sekretariat jenderal KPI nantinya akan dapat mampu menjadi pembina kepegawaian serta maksimal dalam pengelolaan kemandirian anggaran dan pengelolaan aset. Dengan penguatan sekretariat menjadi sekretariat jenderal maka pembangunan infrastruktur wajib difasilitasi secara maksimal oleh negara karena dibiayai oleh APBN dan KPID akan berubah menjadi struktural pusat sehingga tingkat koordinasi menjadi lebih kuat. KPID tidak perlu dipusingkan lagi dengan ketersediaan sarana dan prasarana dalam pemenuhan organisasi kedepannya. Mengingat beban pengawasan isi siaran saat ini tidak hanya berasal dari lembaga penyiaran di dalam negeri, tetapi juga dari lembaga siaran negara tetangga.

Penulis:
Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn.

Abstrak:
Digitalisasi penyiaran dan integrasi data penting untuk perkembangan industri penyiaran di era digital. Untuk menerapkan integrasi data dalam digitalisasi penyiaran, Indonesia perlu meningkatkan literasi dan kapasitas lembaga penyiaran; sinergitas antara pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya; tata kelola data yang baik, sistem pendukung seperti pusat data, infrastruktur, dan SDM; serta keamanan data dan perlindungan data. Selain itu, perlu dukungan regulasi dan teknologi big data yang memadai untuk integrasi data ini. Implementasi integrasi data dapat meningkatkan kinerja dan kualitas penyiaran, serta mendukung pengambilan keputusan berbasis bukti. Integrasi data penyiaran ini perlu mendapatkan legal formal dengan diatur melalui undang-undang tentang penyiaran untuk menyesuaikan dengan perkembangan TIK dan kebutuhan hukum masyarakat, serta memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan integrasi data penyiaran. Pemerintah juga perlu menyediakan infrastruktur TIK yang memadai untuk mendukung integrasi data penyiaran secara optimal. Selain penguatan legal formal dan infrastruktur, perlu juga memberikan penguatan kepada KPI terkait fungsi dan wewenang dalam penyiaran digital, termasuk integrasi data dan pembuatan kebijakan sebagai pedoman, standar, dan mekanisme integrasi data pada lembaga penyiaran. Ini semua dimaksudkan untuk percepatan dan penguatan transformasi digital di sektor penyiaran Indonesia.

Penulis:
Harris Yonatan Parmahan Sibuea, S.H., M.Kn.

Abstrak:
Pengaturan hak siar lembaga penyiaran berdasar pada UU Penyiaran dan UU Hak Cipta. Masih terdapat pelanggaran hak siar lembaga penyiaran yakni pelanggaran hak cipta, pelanggaran perjanjian lisensi, penyiaran tanpa izin, pelanggaran kontrak dan pembajakan siaran. Bentuk pelanggaran hak siar lembaga penyiaran tersebut sering terjadi apabila terdapat acara penyiaran yang bersifat global atau banyak orang yang tertarik untuk menyaksikan seperti penyiaran acara olahraga internasional. Pengaturan hak siar lembaga penyiaran dalam UU Penyiaran dan UU Hak Cipta sudah efektif karena faktor-faktor efektifitas hukum telah terpenuhi, namun masih diperlukan peran KPI dalam pengawasan hak siar lembaga penyiaran. Dalam menjaga perlindungan hak cipta, lembaga penyiaran harus mematuhi undang-undang hak cipta yang berlaku di wilayah hukum tempat mereka beroperasi. Selain itu, mereka juga harus menjalin kemitraan dengan pemilik hak cipta, menggunakan perjanjian lisensi yang sesuai, dan mengadopsi praktik terbaik dalam pengelolaan konten agar tetap mematuhi hak cipta dan mencegah pelanggaran. Penguatan KPI dalam RUU tentang Penyiaran perlu dilakukan khusus nya diberikan kewenangan dan kewajiban melakukan pengawasan hak siar lembaga penyiaran. Sistem Artificial Intelligence (AI) yang telah dipakai KPID Jawa Barat juga perlu dikembangkan KPI Pusat beserta kementerian terkait agar memudahkan dalam hal pengawasan khususnya pengawasan hak siar lembaga penyiaran.

PENGELOLAAN SAMPAH Kebijakan, Implementasi, dan Revisi Undang-Undang - 2023

Penulis:
Sri Nurhayati Qodriyatun, S.Sos., M.Si.

Abstrak:
Sampah masih menjadi permasalahan di banyak kota di Indonesia, meskipun telah ada UU Pengelolaan Sampah yang menjadi acuan bagi daerah dalam pengelolaannya. UU Pengelolaan Sampah sudah sejalan dengan konsep integrated sustainable waste management (ISWM). ISWM merupakan konsep pengelolaan sampah secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan tiga dimensi, yaitu stakeholders, sistem pengelolaan sampah, dan aspek penunjang. Kajian ini mungkin bisa menjadi salah satu pertimbangan bagi DPR RI yang akan merevisi UU Pengelolaan Sampah. Melalui kajian ini, DPR dapat mempertimbangkan kembali dua aspek penting. Pertama, apakah revisi diperlukan karena ada hal-hal yang belum diatur dalam UU Pengelolaan Sampah untuk mengatasi permasalahan persampahan di Indonesia. Atau, kedua, persoalan sebenarnya lebih pada karena implementasi dari UU Pengelolaan Sampah yang tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Ada beberapa pemangku kepentingan yang belum menjalankan perannya secara optimal.

Penulis:
Riyadi Santoso

Abstrak:
Pengelolaan sampah dengan green policy ini telah sesungguhnya telah terakomodir dengan strategi 3R (Reduce, Reuse dan Recycle), dengan mengurangi sampah, kemudian menggunakan kembali sampah yang bisa dipergunakan dan diakhiri dengan mendaur ulang. Ini merupakan role model yang perlu terus disosialisasikan kepada seluruh lapisan masyarakat hingga level RT dan RW. Dengan demikian upaya pengelolaan terpadu, bisa ditempuh dengan memanfaatkan sampah untuk dijadikan pupuk organik, atau melalui proses pengomposan yang ramah lingkungan dan akan bermanfaat untuk kelestarian lingkungan hidup. Kemudian yang paling penting dalam pengelolaan sampah berbasis green policy ini, adalah kesadaran dan peran serta atau partisipasi aktif masyarakat sangatlah menentukan. Masalah sampah di berbagai kota di Indonesia dapat dipecahkan dengan baik apabila peran aktif atau partisipasi masyarakat meningkat. Pada umumnya pengelolaan sampah dengan basis komunal, yang dimulai dari tahap rumah tangga, kemudian timbunan awal atau sementara yang sudah mulai disortir, untuk mengurangi di timbunan akhir. Untuk mensukseskan program green policy atau progreen, harus dimulai dari program bersih lingkungan dengan mengelola sampah secara bijaksana, dengan mengurangi atau meminimalisasi sampah-sampah yang tidak ramah lingkungan, dan membiasakan atau membudayakan pengelolaan sampah secara mandiri di tingkat masyarakat komunal (tercipta kemandirian), dan masyarakat peduli untuk menanam pohon yang mudah memeliharanya dengan pupuk organik yang dihasilkan dari sampah.

Penulis:
NURFADHILAH ARINI, S.I.P.

Abstrak:
Pengadopsian EPR dalam pengelolaan sampah elektronik membentuk sebuah hubungan tata kelola publik-privat. Melalui mekanisme ini, tanggung jawab pengelolaan sampah tidak hanya dibebankan ke pemerintah dan pembayar pajak, atau konsumen, melainkan juga produsen. Dengan tanggung jawab yang diperluas, pengelolaan sampah diharapkan lebih efektif. Keterlibatan produsen pada upaya pengurangan dan penanganan sampah elektronik juga ditujukan untuk menciptakan sistem kontrol dalam persebaran sampah elektronik. Hal tersebut dilakukan untuk membatasi jalur persebaran, sehingga sampah elektronik yang mengandung B3 dan butuh penanganan secara spesifik tidak akan menimbulkan ancaman pencemaran terhadap lingkungan serta manusia. Atensi lebih dibutuhkan untuk menguatkan kerangka hukum, salah satunya melalui pembentukan regulasi pelaksana yang secara khusus mengatur mengenai sampah elektronik. Melalui regulasi tersebut, insentif dan disentif bagi seluruh aktor yang terlibat perlu untuk diatur. Dengan demikian, pelaksanaan EPR menjadi lebih kuat karena tanggung jawab masing-masing aktor pemangku kepentingan teridentifikasi dengan jelas. Kerangka hukum yang memadai juga digunakan sebagai sistem kontrol yang menjadi panduan pada pelaksanaan EPR.

Penulis:
Efendi, S.Sos., M.AP

Abstrak:
Jumlah timbunan sampah cenderung meningkat, dan peningkatan ini semakin mengkhawatirkan, karena semakin tidak terkendalinya penumpukan sampah akan berdampak pada kehidupan manusia. Berbagai program sedang diupayakan untuk menekan penumpukan sampah tersebut. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah dengan membiasakan masyarakat pada tingkah laku yang sesuai dengan program persampahan yaitu mengubah sikap masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan merata. Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah diwadahi dalam bentuk bank sampah. Bank sampah terintegrasi dengan Gerakan 3R. Menyatukan bank sampah dengan gerakan 3R, akan tercipta kesatuan yang utuh antara warga, bank sampah, dan lingkungan di tingkat lokal. Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah dimaksudkan untuk membudayakan pengelolaan sampah. Namun demikian, beberapa kendala harus dihadapi, baik yang menyangkut teknis maupun non teknis, misalnya ada anggapan bahwa masalah sampah adalah urusan pemerintah; sikap masyarakat yang masih kurang terbuka dan minimnya pengetahuan masyarakat dalam mengelola sampah.

Penulis:
Poedji Poerwanti, S.H., M.H.

Abstrak:
Sampah rumah tangga sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia tidak dapat dihindari dalam kehidupan akan selalu ada. Kecenderungan timbulan sampah rumah tangga meningkat setiap tahun sejak 2019-2022, hal ini tidak terlepas dari kewajiban masyarakat untuk mengelola sampah. Secara umum masyarakat belum sepenuhnya mengurangi dan menangani sampah rumah tangga untuk dijadikan sebagai sumber daya yang memunculkan keuntungan misalnya pendapatan karena sampah mampu untuk diolah. Beberapa tantangan ditemui dalam mengimplementasikan pengelolaan sampah rumah tangga. Masih terdapat peraturan pelaksanaan UU Pengelolaan Sampah yang belum diterbitkan oleh pemerintah yaitu peraturan turunan mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif dalam pengelolaan sampah kepada orang perorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum. UU Pengelolaan Sampah mengamanatkan pengaturan sanksi administratif untuk dituangkan dalam Perda, namun beberapa kabupaten/kotamadya mengaturnya dalam peraturan bupati/walikota. Sementara itu, masyarakat masih melanggar peraturan dengan membuang sampah rumah tangga tidak pada tempat yang telah disediakan dan ditentukan.

Penulis:
Teddy Prasetiawan, S.T., M.T.

Abstrak:
Pada umumnya, pakar menilai bahwa UU PS sudah visioner menangkap perkembangan yang ada. Namun, mengingat implementasinya masih jauh dari harapan maka diperlukan penguatan pada beberapa aspek pengelolaan, di antaranya: pertama, perlu adanya terobosan dari aspek pendanaan yang tidak hanya bergantung pada APBN dan APBD; kedua, rasionalisasi terhadap tanggung jawab pemerintah dan sanksi yang diterapkan; ketiga, penataan ulang kelembagaan dan pembagian kewenangan dengan mengusulkan dibentuknya badan khusus yang menjembatani koordinasi antarpihak dalam mencapai target pengurangan dan penanganan sampah nasional; kempat, pentingnya meningkatkan kapasitas teknologi pengelolaan yang sesuai dengan kemampuan daerah; dan terakhir, revisi UU PS harus lebih menjangkau isu-isu mikro yang selama ini belum banyak digarap, seperti program redesain produk pada tingkat industri yang minim sampah, mudah didaur ulang, dan ramah lingkungan. Isu sampah bukan merupakan domain satu kementerian saja, terdapat KLHK dan Kementerian PUPR yang selama ini menanganinya. Peran pemerintah daerah, baik provinsi atau kabupaten/kota juga sangat vital. Untuk itu, rencana revisi UU PS perlu didukung oleh lintas komisi, baik Komisi IV atau Komisi V, atau bahkan dapat dilimpahkan kepada Badan Legislasi DPR RI dalam hal inisiatif dan pembahasannya.

Penulis:
Masyithah Aulia Adhiem, S.Si, M.E.

Abstrak:
Pada umumnya, pakar menilai bahwa UU PS sudah visioner menangkap perkembangan yang ada. Namun, mengingat implementasinya masih jauh dari harapan maka diperlukan penguatan pada beberapa aspek pengelolaan, di antaranya: pertama, perlu adanya terobosan dari aspek pendanaan yang tidak hanya bergantung pada APBN dan APBD; kedua, rasionalisasi terhadap tanggung jawab pemerintah dan sanksi yang diterapkan; ketiga, penataan ulang kelembagaan dan pembagian kewenangan dengan mengusulkan dibentuknya badan khusus yang menjembatani koordinasi antarpihak dalam mencapai target pengurangan dan penanganan sampah nasional; kempat, pentingnya meningkatkan kapasitas teknologi pengelolaan yang sesuai dengan kemampuan daerah; dan terakhir, revisi UU PS harus lebih menjangkau isu-isu mikro yang selama ini belum banyak digarap, seperti program redesain produk pada tingkat industri yang minim sampah, mudah didaur ulang, dan ramah lingkungan. Isu sampah bukan merupakan domain satu kementerian saja, terdapat KLHK dan Kementerian PUPR yang selama ini menanganinya. Peran pemerintah daerah, baik provinsi atau kabupaten/kota juga sangat vital. Untuk itu, rencana revisi UU PS perlu didukung oleh lintas komisi, baik Komisi IV atau Komisi V, atau bahkan dapat dilimpahkan kepada Badan Legislasi DPR RI dalam hal inisiatif dan pembahasannya.

PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DI INDONESIA - 2023

Penulis:
Dr. Rohani Budi Prihatin, S.Ag., M.Si.

Abstrak:
Penyelenggaraan haji adalah rutinitas tahunan dan dilakukan di lokasi serta waktu yang sama. Namun karena jemaah berhaji selalu berganti dan berbeda, maka dinamika dan problematika penyelenggaraan haji setiap tahunnya akan selalu muncul. Secara umum pelaksanaan haji tahun 1444 H/2023 M sudah dapat dijalankan dengan cukup baik karena diselenggarakan dengan kuota penuh yakni 229.000 jemaah dan tidak ada pembatasan usia. Namun masih ada hal-hal krusial yang perlu diperbaiki dalam manajemen pelayanan bagi jemaah baik di bidang akomodasi/pemondokan, katering/makanan, transportasi/armuzna, kesehatan/KKHI dan pengelolaan SDM petugas haji, hingga antisipasi insiden terlantarnya jemaah haji di Muzdalifah. Berdasarkan temuan permasalahan tersebut, maka Komisi VIII dan Tim Pengawasan Haji DPR RI perlu mendorong Kementerian Agama untuk mencari akar permasalahan dan melakukan evaluasi penyelenggaraan haji 2023 tersebut sehingga dapat dicarikan solusinya dan selanjutnya dijadikan pedoman untuk penyelenggaraan di masa yang akan datang. Melalui tiga fungsi yang dimiliki (legislasi, pengawasan dan anggaran), Komisi VIII dan Tim Pengawas Haji DPR RI harus bisa mendorong Pemerintah dalam menyelesaikan masalah- masalah yang telah dijelaskan di atas dengan mengevaluasi operator penyedia konsumsi, akomodasi, dan transportasi bagi jemaah haji asal Indonesia sehingga penyelenggaraan haji dapat berjalan lebih baik lagi pada tahun depan.

Penulis:
Dr. Achmad Muchaddam F., S.Ag., M.A.

Abstrak:
Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal berikut, pertama, istitha’ah dalam haji merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh jemaah yang akan melaksanakan ibadah haji. Istitha’ah dalam ibadah haji terdiri dari tiga komponen, yakni al-istitha’ah al-maliyah (kemampuan harta atau bekal), al-istitha’ah al- badaniyah (kemampuan fisik), dan ketiga adalah al-istitha’ah al-amaniyah (kemampuan keamanan). Kedua, pemerintah dalam hal ini kementerian kesehatan mengeluarkan aturan tentang istitha’ah kesehatan haji. Aturan atau kebijakan ini tidak bertentangan dengan aturan- aturan fikih (hukum Islam) bahkan bisa dikatakan istitha’ah kesehatan haji adalah selaras dengan ketentuan hukum Islam yang mengatur al-istitha’ah al-badaniyah sebagai salah syarat berhaji. Ketiga, penerapan istitha’ah kesehatan haji sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan pelunasan biaya perjalanan ibadah haji memiliki tiga implikasi terhadap penyelenggaraan ibadah haji, yakni (1) implikasi penambahan jumlah jemaah tunggu pada tahun 2025 dan seterusnya, meskipun pemerintah memberikan kesempatan jemaah haji yang tertunda akibat kebijakan istitha’ah tersebut yakni kesempatan memberikan jatah porsi keberangkatannya pada keluarganya, tetapi tentu tidak semua jemaah akan mengambil kesempatan tersebut; (2) pemerintah perlu menyediakan anggaran yang bersumber dari APBN yang digunakan untuk penyediaan obat, tenaga pendamping jemaah, dan alat bantu bagi jemaah yang secara istitha’ah kesehatan masih memungkinkan untuk melaksanakan ibadah haji tetapi dengan bantuan obat, tenaga pendamping, atau alat bantu.

Penulis:
Dr. Achmad Muchaddam F., S.Ag., M.A.

Abstrak:
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa ibadah haji ramah lansia merupakan konsep yang mengakomodasi kebutuhan dan kesejahteraan jemaah haji yang berusia lanjut, dengan memberikan fasilitas, layanan, dan bimbingan khusus. Penyelenggaraan ibadah haji ramah lansia di Indonesia telah mengalami perkembangan dan perbaikan, namun masih terdapat beberapa kendala dan tantangan yang perlu di atasi, seperti kuota, biaya, kesehatan, dan kualitas sumber daya manusia. Artikel ini merekomendasikan beberapa saran untuk meningkatkan penyelenggaraan ibadah haji ramah lansia di Indonesia, seperti meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan lembaga swasta, mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi, dan melakukan evaluasi berkala.

Penulis:
ZIYAD FALAHI, M.Si.

Abstrak:
Dalam perjalanan sejarah pelaksanaan ibadah haji, para cendikiawan muslim yang hidup pada era pergerakan nasional telah merancang konsep keterlibatan swasta (milik umat muslim) dalam perputaran ekonomi haji. Hal tersebut mendapat legitimasi setelah kemerdekaan yang dipayungi oleh konstitusi dan komitmen pemerintah. Besarnya peranan swasta dalam pelaksanaan ibadah haji yang berprinsip ekonomi syariah dapat berimplikasi pada tegaknya kemaslahatan umat. Ke depannya, melalui aturan-aturan turunan dari UU Penyelenggaraan Haji, sudah seharusnya pemerintah membukan keran seluas-luasnya kepada sektor swasta untuk turut terlibat dalam penyelenggaraan ibadah haji. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama bisa menjadi pihak yang menyeleksi keterlibatan swasta tersebut.

Penulis:
ZIYAD FALAHI, M.Si.

Abstrak:
Dana haji yang dikelola oleh BPKH secara yuridis baik tinjauan hukum Islam dan hukum positif dapat/boleh digunakan untuk membiayai infrastruktur. Investasi dana haji di sektor infrastruktur diperbolehkan selama aman dan menguntungkan. Jika terjadi kerugian, sesuai dengan prinsip wadiah yadh dhamanah, maka pemerintah sebagai wakil dititipkan dana harus bertanggung jawab terhadap kerugian tersebut. Dalam tinjauan sosiologi politik Indonesia yang dilihat dari perjalanan sejarah NKRI, kondisi dan struktur sosial politik saat ini tidak mendukung untuk terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa. Kerentanan sosial dan perpecahan bangsa dapat terjadi ketika demokratisasi terus mengalami kemunduran. Oleh karena itu wacana dana haji diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur lebih baik tidak dilakukan mengingat sisi mudharatnya. Ada ungkapan yang menyatakan menolak satu mudharat lebih utama dari mengejar satu manfaat.

SELISIK PERKEMBANGAN KENDARAAN LISTRIK INDONESIA - 2023

Penulis:
Drs. Juli Panglima Saragih, M.M.

Abstrak:
Politik pemerintah terhadap industri otomotif ke depan adalah mengembangkan KBLBB karena dianggap tidak menimbulkan polusi udara dan menghasilkan emisi nol. Tetapi kebijakan tersebut perlu keseriusan pemerintah dalam implementasi, monitoring dan evaluasi agar percepatan produksi dan penggunaan KBLBB semakin meningkat. Bagi masyarakat pengembangan KBLBB harus diikuti dengan keterjangkauan harga KBLBB. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi produsen otomotif di dalam negeri. Salah satunya adalah dengan menerapkan TKDN sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2029 dan berbagai peraturan turunannya.

Penulis:
Eka Budiyanti, S.Si., M.S.E.

Abstrak:
Saat ini seluruh negara di dunia sedang fokus pada penggunaan energi yang ramah lingkungan, termasuk Indonesia yang berusaha mengembangkan KBLBB. Prospek pengembangan KBLBB di Indonesia adalah sangat potensial, mengingat Indonesia memiliki seluruh sumber daya yang diperlukan dan dan pasar bagi pengembangan KBLBB. Prospek tersebut menyasar pada benefit fiskal, geliat sektor riil, hingga dukungan terhadap kebijakan hilirisasi nasional. Namun di balik prospeknya besar, pengembangan KBLBB ke depan masih menyisakan tantangan kompleks bagi pemerintah. Tantangan tersebut terdiri dari sisi harga KBLBB yang belum kompetitif, keterbatasan infrastruktur utama dan pendukung, isu kelistrikan di daerah, insentif pemerintah yang belum tepat sasaran, dan TKDN KBLBB masih kecil. Oleh karena itu, upaya pemerintah dalam mengembangkan ekosistem KBLBB memerlukan dukungan dari berbagai pihak (multi-aktor). Kerja sama antara pemerintah dan swasta dapat menjadi salah satu langkah penting mengembangkan ekosistem KBLBB di Indonesia.

Penulis:
Riyadi Santoso

Abstrak:
KBLBB berpotensi besar menjadi alternatif alat transportasi masa depan yang ramah lingkungan karena menggunakan bahan bakar nonfosil. Optimisme perkembangan KBLBB di dalam negeri banyak disumbangkan dari ketersediaan sumber daya alam yang melimpah dalam rangka mendukung industri baterai untuk kendaraan listrik, pasar KBLBB yang besar, dan dukungan pemerintah melalui berbagai regulasi dan kebijakan guna memantik inovasi, menghela investasi, dan industrialisasi KBLBB. Keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan KBLBB yang kosisten akan berimplikasi penting terhadap kemandirian energi dari fosil, memanfaatkan secara masif energi baru terbarukan (EBT), dan menstimulasi lompatan teknologi dengan memanfaatkan kemajuan dan inovasi KBLBB. Oleh sebab itu, kendaraan listrik merupakan solusi tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan. Berbagai momentum menjadi bagian tidak terpisahkan bagi Pemerintah Indonesia untuk terus mengembangkan KBLBB, baik komitmennya pada tataran internasional untuk menurunkan emisi GRK, mendorong geliat sektor riil, hingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penulis:
T. Ade Surya, S.T., M.M.

Abstrak:
KBLBB menjadi solusi untuk mengatasi tingginya tingkat emisi karbon di sektor transportasi dan ketergantungan terhadap minyak bumi. KBLBB merupakan moda transportasi yang berkelanjutan karena ramah terhadap lingkungan. Namun upaya transisi penggunaan kendaraan bermotor konvensional ke KBLBB menghadapi banyak kendala, terutama karena belum terbangunnya ekosistem KBLBB yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Pembangunan ekosistem KBLBB yang terintegrasi dari hulu ke hilir harus dilakukan dengan perencanaan yang matang, bertahap, terukur, dan berkesinambungan. Pembangunan ekosistem KBLBB yang terintegrasi dari hulu ke hilir mencakup empat aspek utama, yaitu pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT, pembangunan dan pengembangan industri KBLBB, peningkatan infrastruktur pengisian daya listrik KBLBB, dan pembangunan pasar purnajual KBLBB. Sejauh ini pemerintah telah berupaya membangun sebagian besar aspek-aspek tersebut dan masih berproses.

Penulis:
Rafika Sari, S.E., M.S.E.

Abstrak:
Indonesia sedikit tertinggal dalam meluncurkan kebijakan insentif bagi pengembangan KBLBB dibandingkan Negara-negara ASEAN lain, seperti Singapura pada awal tahun 2021, Malaysia pada awal tahun 2022, dan Thailand pada September 2022. Indonesia menerapkan kebijakan insentif untuk mengakselarasi ekosistem kendaraan listrik sejak Maret 2023. Hal itu pun menghadirkan pendapat pro dan kontra. Kendaraan listrik memiliki nilai tambah daripada sekedar alat transportasi. Keunggulan KBLBB yang diperoleh, yaitu pertama, KBLBB akan mengurangi beban pemerintah dalam impor minyak mentah (crude oil). Penghematan ini terjadi karena konversi kendaraan berbasis BBM ke KBLBB dinilai akan mengurangi kebutuhan minyak mentah yang diimpor akibat berkurangnya kuantitas penggunaan kendaraan berbasis BBM. Berdasarkan data PT. PLN tahun 2022, estimasi penghematan devisa negara di tahun 2050 akibat efisiensi impor minyak mentah dengan penggunaan KBLBB sebesar 4 juta barel per hari. Pemerintah melakukan intervensi yang cukup kuat pada kebijakan mobil listrik, padahal sektor strategis lainnya juga membutuhkan campur tangan dari pengambil kebijakan. Sektor strategis lain yang dimaksud adalah sektor kerakyatan. 89Selain itu, Djoko Setijowarno, Akademisi Unika Soegijapranata menilai bahwa rencana insentif untuk kendaraan listrik sebesar Rp5 triliun diusulkan agar dialihkan kepada perbaikan dan pembenahan transportasi umum, khususnya angkutan umum perkotaan maupun angkutan jalan perintis. 90Efektivitas belanja pemerintah diharapkan dapat dialokasikan untuk mendorong pembangunan pemerataan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, memperkuat sektor pertanian, perikanan, pangan, alih-alih menggelontorkan subsidi kepada kendaraan listrik.

Penulis:
Sita Hidriyah, S.Pd., M.Si.

Abstrak:
Di dalam kemajuan globalisasi saat ini, setiap negara perlu mendorong kemampuan SDA dan sumber daya manusia (SDM) untuk meningkatkan potensi ekonomi di dalam negerinya masing-masing. Indonesia sebagai salah satu negara besar di dunia memiliki kapabilitas untuk meningkatkan pemakaian dan pengembangan kendaraan listrik. Berbagai upaya dilakukan pemerintah dan para pemegang kepentingan guna menciptakan Indonesia sebagai produsen dan pasar otomotif terbesar di kawasan Asia Tenggara. Oleh karena itu, kerja sama internasional Indonesia dengan berbagai negara mitra strategis menjadi urgen dilakukan. Kerja sama yang dilakukan Indonesia dengan sejumlah negara, seperti Inggris, AS, dan Tiongkok bertujuan mengembangkan potensi kendaraan listrik dan sekaligus mendorong ekonomi Indonesia. Regulasi yang jelas tentang kerja sama Indonesia dengan negara-negara lain tentunya diperlukan sehingga akan terjalin kerja sama yang saling menguntungkan. Ditambah lagi, adanya dukungan limpahan SDA nikel dan SDM sudah selayaknya Indonesia menjadi pemain utama dalam inovasi kendaraan listrik di dunia.

TANTANGAN UMKM DI ERA PERDAGANGAN GLOBAL PASCA PANDEMI COVID-19 - 2023

Penulis:
Dewi Wuryandani, S.T., M.M.

Abstrak:
UMKM merupakan ujung tombak perekonomian nasional karena telah memberikan kontribusi yang cukup besar pada PDB maupun penyerapan tenaga kerja namun masih belum mampu berperan besar dalam peningkatan ekspor. Hambatan dan tantangan perlu dicarikan solusi serta penting untuk memanfaatkan peluang yang ada bagi pelaku UMKM untuk meningkatkan skala usahanya dengan memanfaatkan perkembangan digitalisasi saat ini dan meningkatnya tren perdagangan dan transaksi online. Saatnya bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk bersinergi dengan UMKM. Teknologi digital kini telah menjadi pilar utama dalam strategi dan operasional bisnis. Apalagi dengan adanya pandemi yang mendorong transformasi digital untuk dilakukan secara cepat, termasuk di sektor bisnis. Digitalisasi dan teknologi kini bukan lagi sekadar nilai tambah, melainkan telah menjadi sebuah kebutuhan agar bisa selalu relevan dengan perkembangan zaman. Sehingga pemerintah wajib menambah ketersediaan infrastruktur pendukung internet, kecepatan internet, harga internet yang terjangkau. Selain itu perlu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan skill terkait manajemen digital dan marketing digital (rating dan review, pemilihan pasar, brand dan lainnya).

Penulis:
Hilma Meilani, S.T., MBA.

Abstrak:
Pandemi Covid-19 memberikan dampak bagi pelaku UMKM di Indonesia. Pandemi Covid-19 telah menurunkan pendapatan UMKM secara signifikan dan menimbulkan pemutusan hubungan kerja. Sektor pariwisata termasuk salah satu sektor yang terkena dampak pandemi Covid-19 yang memberikan efek domino terhadap sektor UMKM. Permasalahan yang dihadapi UMKM di masa pandemi Covid-19 antara lain berupa masalah keuangan (gaji pekerja, asuransi, pembayaran utang usaha, tagihan pinjaman bank, penurunan pendapatan), dan non keuangan (berkurangnya pesanan/permintaan, peningkatan harga bahan baku, sulitnya distribusi, dan sulitnya memperoleh bahan baku). Dukungan untuk UMKM salah satunya dilakukan melalui pemberian insentif dan stimulus dalam rangka meningkatkan kembali perekonomian masyarakat di daerah setelah pandemi Covid-19. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan insentif dan stimulus bagi UMKM di masa pandemi Covid-19 melalui Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk UMKM.

Penulis:
Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.

Abstrak:
Standard Nasional Indonesia (SNI) merupakan standard yang berlaku di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaku UMKM yang memasarkan produknya di dalam negeri harus memperhatikan ketentuan mengenai penerapan SNI. Mengacu pada ketentuan tersebut, pelaku UMKM dapat menerapkan SNI secara sukarela. Namun jika produk yang dipasarkannya masuk dalam kategori wajib SNI, maka pelaku UMKM wajib menerapkan SNI dengan membubuhi produknya dengan tanda SNI atau tanda kesesuaian atau melengkapinya dengan sertifikat kesesuaian yang diakui oleh pemerintah. Selain bermanfaat untuk melindungi konsumen, penerapan SNI dapat meningkatkan daya saing produk UMKM. Produk UMKM yang ber-SNI dapat dipasarkan baik di di dalam negeri maupun luar negeri. Produk UMKM yang ber-SNI juga akan dicari konsumen sehingga dapat meningkatkan penjualan. Meskipun SNI penting, ada beberapa kendala yang dihadapi UMKM dalam menerapkan SNI. Kendala tersebut antara lain: sulit membuat lokasi usaha sesuai standar SNI atau BPOM, investasi untuk tempat produksi relatif besar, sosialisasi tidak berlanjut, biaya proses SNI terlalu mahal, mekanisme SNI kompleks, tidak ada jaminan produk laku, membutuhkan waktu lama, dan tidak ada Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) yang dibutuhkan. Berbagai kendala atau kesulitan tersebut perlu dicarikan solusinya agar UMKM dapat menerapkan SNI dengan baik.

← Sebelumnya 1 Selanjutnya →