Jurnal Kepakaran Politica

Vol. 14 / No. 2 - November 2023

Penulis: Isep Parid Yahya

Abstrak:
Studi ini merupakan penelitian mengenai kebijakan luar negeri Indonesia dalam menyikapi konflik Rusia dan Ukraina. Perang di Ukraina telah menarik perhatian luas dan mempengaruhi kebijakan luar negeri banyak negara termasuk Indonesia sebagai salah satu negara-negara kekuatan menengah di Asia. Konflik ini telah mempertajam bipolarisasi antara Ukraina yang didukung oleh negara-negara Barat dan Rusia sendiri. Situasi politik ini memberikan tantangan serius bagi Indonesia yang telah lama dikenal sebagai negara netral dan non-aliansi. Dengan mengusung politik luar negeri bebas-aktif, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk mengambil sikap tegas terhadap perang Rusia-Ukraina serta melanjutkan kepemimpinan di G20 dan ASEAN. Karena itu, studi ini bermaksud untuk menganalisis perilaku politik luar negeri Ri dan peran yang dibangun dalam menghadapi konflik Rusia-Ukraina. Dengan menggunakan teori peran dalam analisa kebijakan luar negeri dan metode riset kualitatif analisis teks, studi ini menemukan bahwa Indonesia menampilkan tiga wajah politik luar negeri terhadap perang Rusia-Ukraina. Pertama, teguh pada penghormatan terhadap hukum internasional dan Piagam PBB terutama prinsip kedaulatan dan integritas teritorial; kedua, menjalankan politik luar negeri bebas-aktif mengintegrasi dua blok yang berseberangan; ketiga, menjalankan kebijakan luar negeri yang menguntungkan bagi kepentingan domestik dan keuntungan ekonomi.

Penulis: Mohamad Rosyidin

Abstrak:
Kebanyakan literatur hubungan internasional memandang secara positif tentang multilateralisme. Diplomasi multilateral sering kali diasosiasikan dengan upaya kolektif untuk memecahkan aneka persoalan di tingkat regional atau global. Indonesia sejak lama mempraktikkan diplomasi multilateral sebagai bagian dari komitmen menciptakan dunia yang lebih baik sebagaimana amanat konstitusi. Namun, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), diplomasi multilateral Indonesia menekankan pada pencapaian kepentingan nasional ketimbang kepentingan kolektif. Menggunakan studi kasus presidensi Indonesia di G20 dan ASEAN, artikel ini mengemukakan argumen bahwa diplomasi multilateral Indonesia di kedua forum tersebut didominasi prinsip pragmatisme yang berorientasi pada pengejaran kepentingan jangka pendek terutama ekonomi alih-alih upaya strategis memecahkan persoalan internasional. Prinsip pragmatisme multilateral ini dapat melemahkan reputasi Indonesia sebagai kekuatan menengah yang diharapkan dapat berkontribusi bagi pemecahan masalah-masalah global.

Penulis: Rika Isnarti

Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis diplomasi publik digital Taiwan di Indonesia dan umumnya di negara-negara ASEAN dalam mendukung Kebijakan Baru Arah Selatan Taiwan. Ini berkaitan untuk menguraikan dan menilai sejauh mana diplomasi digital dapat membantu Taiwan dalam mencapai tujuan Kebijakan Baru Arah Selatan dan keterbatasannya. Tulisan ini menilai media sosial pemerintah Taiwan, khususnya media sosial resmi Kementerian Luar Negeri dan platform media digital lainnya yang telah digunakan untuk mempromosikan dan menginformasikan Kebijakan Baru Arah Selatan dan akun media sosial presiden. Ini menggunakan diplomasi digital dalam Hubungan Internasional sebagai kerangka konseptual yang merupakan bagian dari diplomasi publik. Penelitian ini merupakan analisis konten kualitatif, yang menganalisis istilah-istilah seperti Kebijakan Baru Arah Selatan, Indonesia, dan Taiwan. Studi ini menemukan bahwa diplomasi publik digital Taiwan mendukung Kebijakan Baru Arah Selatan terhadap Indonesia dalam hal, tetapi tidak terbatas pada, pembagian sumber daya, pertukaran orang-ke-orang, dan mempromosikan hubungan kelembagaan. Ini memenuhi efisiensi dan tujuan diplomasi digital. Diplomasi digital Taiwan dapat mencapai penetapan agenda danperluasan kehadirannya tetapi terbatas pada optimalisasi dalam menghasilkan percakapan. Platform media yang digunakan dalam diplomasi digital Taiwan tersebut, dapat memenuhi tujuan diplomasi digital yaitu penyampaian informasi, layanan konsuler, dan keterlibatan serta memperluas jaringan.

Penulis: Rahma Ning Tias

Abstrak:
Gagasan mengenai keterwakilan perempuan paling sedikit 30% dalam pencalonan anggota DPR dan DPRD merupakan bentuk usaha negara dalam memberikan affirmative action untuk perempuan di lingkup politik. Upaya negara dalam memberikan affirmative action untuk perempuan di lingkup politik bertujuan untuk menguatkan keterwakilan perempuan di legislatif. Kebijakan afirmatif ini kemudian membuahkan hasil berupa meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif dari periode ke periode. Bahkan di periode 2019-2024 persentase perempuan di DPR sebesar 20% atau sebanyak 118 kursi dari total jumlah anggota, yang mana ini pertama kalinya keterwakilan perempuan di DPR menyentuh angka tersebut. Namun, peningkatan keterwakilan perempuan di DPR tidak sejalan dengan kontribusi mereka di bidang legislasi. Metode penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data studi pustaka digunakan untuk memberikan gambaran komprehensif tentang situasi yang sesuai dengan fakta pada saat penelitian dilakukan, dengan penekanan pada tantangan kebijakan affirmative action. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis tantangan kebijakan affirmative action pemerintah berupa kuota minimal perempuan dalam pencalonan anggota DPR minimal 30% sebagai upaya penguatan keterwakilan perempuan di legislatif. Hasil yang ditemukan sehubungan dengan tantangan kebijakan affirmative action yang belum memaksimalkan peran perempuan di lembaga legislatif yakni kapasitas perempuan yang belum maksimal, budaya patriarki, serta keterwakilan perempuan sebagai formalitas.

Penulis: Anggalih Bayu Muh Kamim

Abstrak:
Kajian ini bertujuan untuk menggali kerentanan usaha kecil di Malioboro yang bergantung pada turisme massal. Pertanyaan penelitian yang ingin dijawab adalah bagaimana perubahan ekonomi politik usaha kecil di Malioboro? Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam secara daring kepada pelaku usaha kecil di Malioboro disebabkan situasi pandemi Covid-19. Data dikumpulkan pula melalui penelusuran atas artikel jurnal, manuskrip, laporan pemerintahan, pemberitaan media daring dan buku yang terkait dengan perkembangan ekonomi di Malioboro. Hasil kajian menunjukkan bahwa tumbuhnya usaha kecil di Malioboro sejak abad ke 18 berkaitan dengan komodifikasi ruang perkotaan dimulai di sekitar Pasar Gedhe dan berlanjut di sekitarnya. Pembangunan infrastruktur perkotaan secara masif dan tumbuhnya turisme didorong oleh pemerintah kolonial sejak abad ke-19 telah mendorong munculnya fenomena “kota wirausaha” di Malioboro ditandai dengan maraknya usaha kecil. Krisis tahun 1930 dan perang kemerdekaan tahun 1945-1949 sempat mengganggu perekonomian di Malioboro, tetapi tak serta merta mematikan usaha kecil. Pasca tahun 1970-an, usaha kecil semakin tumbuh dan membangun organisasi untuk mempertahankan penghidupannya. Usaha kecil dengan masing-masing organisasinya berupaya membangun koneksi dengan kelas penguasa untuk mempertahankan bisnisnya dalam menjaga usahanya yangbersifat musiman. Usaha kecil bahkan tak segan untuk berseteru dengan sesamanya dan semakin keras bertarung pasca penataan Malioboro pada tahun 2016 untuk menjaga citra destinasi wisata, demi keberlangsungan usaha.

Vol. 14 / No. 1 - Mei 2023

Penulis: Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.

Abstrak:
Pemerintah desa merupakan salah satu lembaga yang memiliki peran penting dalam pemerataan pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia. Melihat pentingnya peran desa dalam mewujudkan pembangunan serta kesejahteraan, pemerintah pusat membuat undang-undang yang mengakui kewenangan otonomi desa yaitu UU no 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Undang-Undang ini memberikan hak seluas-luasnya pada desa untuk mengatur wilayahnya sendiri. Tulisan ini akan mengkaji tentang pembangunan desa pasca Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Pembangunan terutama dalam hal pembangunan demokrasi di tingkat desa maupun pembangunan infrastruktur dan ekonomi desa. Ditemukan bahwa dalam hal pembangunan desa, Kemendes telah menetapkan beberapa indikator yang memberi kemudahan kepada desa untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemandirian desa. Instrumen tersebut dikenal dengan istilah Indeks Desa Membangun (IDM). Sedangkan untuk menjadi desa maju dan mandiri ada beberapa program dan invovasi yang dapat dikembangkan desa. Kemandirian dan demokrasi Desa merupakan alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat Desa. Keduanya membuka jalan bahwa desa berhak untuk mengelola sumberdaya alam atau alokasi dana bagi perbaikan pelayanan dasar dan pengembangan ekonomi lokal. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam optimalisasi pembangunan desa sesuai UU Desa ialah terus memperkuat demokrasi desa melalui tingkat partisipasi masyarakat, meningkatkan IDM desa, serta mampu menciptakan produk yang berdaya saing.

Penulis: Melyana Ratana Pugu

Abstrak:
Tulisan ini bertujuan memberikan analisa terkait kesiapan Provinsi Papua Selatan sebagai salah satu provinsi hasil pemekaran Provinsi Papua dalam kesiapannya menuju pemilihan umum 2024 mendatang. Tulisan ini menemukan bahwa perlunya Provinsi Daerah Otonomi Baru salah satunya adalah Provinsi Papua Selatan mempersiapkan berbagai hal menuju suksesnya pemilihan umum serentak tahun 2024. Hal penting yang diperlukan dalam menyongsong pesta demokrasi ini adalah mempersiapkan sumber daya manusia penyelenggara pemilihan umum, peserta pemilihan umum dan juga mempersiapkan masyarakat Papua Selatan untuk mengenal dengan baik wilayah pemilihan dan daerah pemilihan dalam pemilu mendatang. Selain itu masyarakat Papua Selatan juga perlu menyiapkan diri untuk berpartisipasi secara langsung dalam ajang kontestasi pemilihan umum ini sehingga dapat membawa langsung aspirasi dari wilayahnya. Tulisan ini menggunakan metode penelitian Kualitatif eksploratif yaitu menjelaskan data yang didapatkan melalui data sekunder yaitu melalui jurnal, media massa online maupun peraturan pemerintah kemudian data ditriangulasi sehingga mendapatkan kebenaran. Luaran dari tulisan ini adalah pentingnya kesiapan pemerintah Provinsi Papua Selatan sebagai daerah otonomi baru dalam mempersiapkan sumber daya manusia dan perangkat pendukung untuk tertib penyelenggaraan menuju pesta demokrasi tahun 2024. Perlunya tertib administrasi penyelenggara dan sosialisasi aktif kepada masyarakat sebagai partisipan pemilik hak suara dalam pemilu sehingga masyarakat mengenal wakilnya dari setiap daerah pemilihan dan kursi yang diwakili dapat membawa aspirasi masyarakat di wilayah daerah otonomi baru Papua seperti halnya Provinsi Papua Selatan.

Penulis: Veronika Ina Assan Boro

Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk meninjau corak resistensi dalam kebijakan pembangunan ekowisata Hutan Oeluan. Protes tersebut berlatar penghormatan masyarakat terhadap mata air yang disakralkan. Gugus teori 'Politk Satu Dimensi' sebagai pisau analisis mencermati praktik politik yang mengarusutamakan impak ekonomi pariwisata. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan spesifikasi metode deskriptif-eksploratif. Hasil penelitian menunjukan upaya reifikasi Hutan Oeluan ialah strategi politik untuk mendekati masyarakat secara apik dan terencana telah memicu deforestasi dan desakralisasi yang marak terjadi di Nusa Tenggara Timur. Urgensi usaha masyarakat adat terletak pada mengajukan politik multidimensional dalam korpus kebijakan kawasan ekowisata Hutan Oeluan.

Penulis: Muhammad Kamarullah

Abstrak:
Penelitian ini bertujuan menganalisis kebijakan pemerintah Indonesia menolak repatriasi warga negara Indonesia (WNI) eks Islamic State Iraq and Syria (ISIS) dari Suriah tahun 2020. Isu repatriasi ini menjadi dilema bagi pemerintah Indonesia. Di satu sisi pemerintah harus komitmen terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM) WNI eks ISIS. Di sisi lain mempertimbangkan aspek keamanan dan keselamatan warga negaranya dari potensi ancaman WNI eks ISIS. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam menganalisis studi kasus kebijakan pemerintah tersebut. Dengan menghimpun berbagai data-data sekunder yang tersebar di jurnal, media, dan dokumen-dokumen legal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kalkulasi untung rugi antara kebijakan memulangkan atau tidak memulangkan telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Dalam proses pengkajian, pemerintah akhirnya menolak WNI eks ISIS karena lebih menguntungkan. Pertimbangan penolakan repatriasi WNI eks ISIS memiliki tujuan untuk kepentingan nasional Indonesia yakni untuk menjaga keamanan jutaan warga negara dari ancaman terorisme.

Penulis: Hilman Mahmud Akmal Ma'arif

Abstrak:
Penelitian ini membahas tentang kepentingan Indonesia dalam MEA sebagai Upaya Regionalisme Pengembangan Modal Dalam Negeri oleh negara-negara besar ASEAN. Dalam pembentukan MEA, Indonesia memiliki posisi yang strategis untuk menjalankan peran politik regionalnya baik domestik maupun regional. Wajar jika hal ini terjadi, karena Indonesia memiliki wilayah yang luas dan memiliki sumber daya yang melimpah. Perekonomian global membuat roda perekonomian terus berputar dan memaksanya untuk terus mengalami perubahan gaya transaksionalnya. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan wujud terwujudnya pasar bebas di kawasan Asia Tenggara yang lahir dari perhimpunan negara-negara lintas kawasan dan pembangunan regionalisme, atau kompleks kawasan yang dibentuk oleh kepentingan modal domestik beberapa negara besar. negara-negara ASEAN. Artikel ini ditelaah dengan menggunakan salah satu konsep hubungan internasional yaitu regionalisme. Dengan pendekatan metodologi penelitian kualitatif yang bersumber dari jurnal ilmiah, karya ilmiah dan sumber berita sebagai sumber referensi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan MEA mampu menjadikannya sebagai media pembangunan ekonomi domestik dan perpaduan multikulturalisme dalam satu klaster tunggal kawasan Asia Tenggara.

Penulis: M. Solahudin Al Ayubi

Abstrak:
ASEAN Youth Volunteer Program (AYVP) adalah program sukarelawan tahunan yang diselenggarakan di bawah naungan Kementerian Pemuda dan Olahraga Malaysia dengan dukungan dari U.S. Agency for International Development (USAID). Sekretariat tetap program ini berkedudukan di Universiti Kebangsaan Malaysia (Universitas Nasional Malaysia - UKM). Program ini telah berjalan dan memberikan dampak terhadap peningkatkan kapabilitas dan pengetahuan pemuda ASEAN, memberikan pemahaman tentang isu-isu di ASEAN, mendukung pertukaran budaya dan pembelajaran, serta memperkuat identitas kawasan ASEAN untuk para pemuda. Pada tahun 2021, AYVP melaksanakan e-AYVP dengan mengangkat tema “Memperkuat Sistem Penyelenggaraan Pendidikan ASEAN di Masa Menantang”. Melalui pendekatan deskriptif-kualitatif, penelitian ini akan menjelaskan bagaimana peran e-AYVP 2021 sebagai diplomasi publik untuk pemuda ASEAN. Penelitian ini menggunakan konsep diplomasi publik dan soft power dari Joseph Nye. Sebagai temuan, e-AYVP 2021 sebagai aktor non-negara dari soft power telah membina pemuda ASEAN untuk mempercepat aktualisasi ASCC 2025 A.1, A.2, B.1, B.2, B.3. Hasil tersebut berdasarkan pengujian program e-AYVP 2021 melalui proses analitis dari konsep, cetak biru ASCC 2025, survei online dan wawancara.

Vol. 13 / No. 2 - November 2022

Penulis: Halida Nabilla Salfa

Abstrak:
Teori peran sosial menjelaskan bahwa setiap perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan adalah hasil dari stereotype budaya tentang gender. Perempuan diharapkan untuk berperilaku sesuai dengan gendernya, sehingga hal ini menyebabkan perbedaan tugas yang diberikan pada mereka oleh masyarakat. Dewasa ini, perbedaan tersebut dapat ditemui di komisi-komisi legislatif Indonesia. Komisi yang terkait dengan subjek kesehatan, kegiatan sosial, atau komisi-komisi dengan nuansa soft politics, tampak memiliki keterlibatan perempuan yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan komisi-komisi yang terkait dengan urusan militer, dalam negeri, atau komisi-komisi lain dengan nuansa hard politics. Sehingga, riset mengenai perbedaan proposi gender antar komisi perlu untuk dilakukan untuk melihat dampak peran sosial kepada pembagian tugas di DPR RI. Menggunakan data yang dikumpulkan melalui proses wawancara dan studi literatur, riset ini menemukan bahwa peran sosial tidak mempengaruhi institusi legislatif secara system, tetapi lebih berakar pada pengaruh budaya yang membuat perempuan sulit untuk ikut terlibat dalam institusi legislatif. Walaupun masalah ini terus coba untuk diselesaikan oleh pemerintah, perempuan masih mengalami berbagai halangan untuk bergabung dalam institusi legislatif, karena mereka harus memiliki kemauan, kemampuan finansial, dan izin dari keluarga. Halangan-halangan ini tidak terjadi pada laki-laki karena peran laki-laki dalam keluarga masih diharapkan untuk menjadi pencari uang, memimpin, dan tergabung dalam pemerintahan. Sedangkan, perempuan masih diharapkan untuk mengambil peran sosial sebagai pengurus keluarga. Sehingga, peran sosial masih mempengaruhi perempuan untuk tergabung dalam institusi legislatif yang akhirnya membuat jumlah perempuan secara supply lebih sedikit dan tugas komisi yang mereka pilih juga masih dipengaruhi oleh peran sosial sebagai perempuan dalam keluarga.

Penulis: Dinul Qoyimah

Abstrak:
Gunungkidul melaksanakan Pilkada pada tahun 2020 yang diikuti oleh empat pasangan calon Kepala Daerah. Pada saat berlangsungnya pilkada di Gunungkidul, ditemukan berbagai tindakan pelanggaran pilkada yang dilakukan oleh pasangan calon. Bawaslu sebagai pengawas independen berkolaborasi dengan masyarakat guna meningkatkan pengawasan partisipatif dengan membentuk Gerakan Perempuan Mengawasi (GPM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk model kolaborasi antara Bawaslu dengan GPM dalam pengawasan partisipatif Pilkada Kabupaten Gunungkidul. GPM memiliki tugas untuk mengawasi tindakan politik hitam di lingkup kecil yang ada di masyarakat. Berdasarkan data dari Bawaslu saat ini jumlah anggota GPM yang aktif sekitar 175 orang dan diharapkan untuk dapat menjadi kekuatan baru untuk membantu Bawaslu dalam mengawasi Pilkada Gunungkidul. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa adanya partisipasi dan antusiasme perempuan yang tinggi untuk ikut dalam pengawasan partisipatif menjadi sebuah peluang bagi Bawaslu untuk berkolaborasi. Collaborative governance antara Bawaslu dan masyarakat (GPM) telah berhasil dijalankan dan menunjukkan intensitas positif dalam melakukan pengawasan partisipatif Pilkada Kabupaten Gunungkidul. Namun, proses kolaborasi antar stakeholders, masih belum optimal terutama pada aspek planning. Adapun rekomendasi model yang peneliti tawarkan merujuk pada analisis Harvard yang mengidentifikasi data melalui analisis gender. Disimpulkan bahwa pola kolaborasi yang dilakukan antara Bawaslu dan masyarakat (GPM) dalam pengawasan partisipatif, Bawaslu akan mempersiapkan relawan perempuan untuk membantu pengawasan pada pelaksanaan pemilu tahun 2024.

Penulis: Ahmad Bilal Tuhulele

Abstrak:
Elite adat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Buru Tahun 2017 memiliki posisi yang cukup strategis bagi kelangsungan demokrasi lima tahunan. Pengaruh dan kekuasaan yang mereka miliki menjadi kunci dalam proses demokrasi Pilkada 2017 yang dimenangkan oleh pasangan Ramli Umasagi dan Amustofa Besan. Penelitian ini ingin memahami eksistensi elit lokal di Pulau Buru dan perannya dalam Pemilihan Bupati 2019. Dengan menggunakan kerangka teori elit yang dikemukakan oleh Mosca (1939), Pareto (2011) dan Keller (2011) yang disintesakan dengan teori partisipasi politik yang dirumuskan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson (Huntington dan Nelson dalam Budiarjo,1984), penelitian ini menghasilkan temuan berikut ini: Pertama, dalam komunitas Pulau Buru, elit lokal telah terstratifikasi dalam struktur; Mat Gugul, Hinolog dan Soa. Tokoh-tokoh dalam elit ini tidak hanya berperan dalam fungsi –fungsi social, budaya dan ekonomi, namun juga mempunyai peran politik yang semakin signifikan dalam masa reformasi. Kedua, khusus dalam Pilkada 2017, para elit ini telah melakukan partisipasi yang inten antara lain dalam melakukan sosialisasi politik, menjadi panitia Pilkada, melakukan mobilisasi tingkat bawah agar masyarakat berpartisipasi dalam politik dan tidak Golput, menyelesaikan konflik jika terjadi dan memberikan dukungan politik kepada kandidat RAMA yang akhirnya mememangkan Pilkada ini. Penelitian ini secara teoritik memperkuat teori-teori tentang peran elit lokal atau elit yang tidak memerintah dalam proses politik. Oleh karena itu secara teoritik proses demokrasi seharusnya memberikan perhatian kepada peran elit lokal yang sudah terbukti memberikan pengaruh sebagaimana dibuktikan dalam penelitian ini.

Penulis: M. Prakoso Aji

Abstrak:
Sistem keamanan siber dan kedaulatan data merupakan pondasi dalam mewujudkan perlindungan data pribadi. Perkembangan teknologi menempatkan data menjadi sesuatu komoditi yang sangat bernilai. Dalam aspek ekonomi politik, kedaulatan data suatu negara dihadapkan pada posisi negara dengan sektor swasta dalam konteks global. Peran negara utamanya adalah untuk menghasilkan regulasi perlindungan data siber dan keamanan siber. Jaminan perlindungan data pribadi merupakan hak warga negara yang membutuhkan kapasitas dan kapabilitas warga negara. Pendekatan berbasis state centered seringkali digunakan dalam pembangunan keamanan siber. Akan tetapi, tanpa pendekatan yang bersifat people centered akan sulit untuk mewujudkan perlindungan dan proteksi bagi warga negara terkait data pribadinya yang sangat bernilai. Untuk itu, penelitian ini akan melihat bagaimana pembangunan kapasitas dan kapabilitas warga negara diperlukan dalam pembangunan keamanan siber dan kedaulatan data terkait perlindungan data pribadi di Indonesia. Penulis memilih metode penelitian kualitatif untuk mempermudah pengumpulan data yang didapatkan lewat buku, artikel jurnal, media daring, dan sumber-sumber lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dominasi pendekatan negara yang bersifat state centered dalam pembangunan keamanan siber belum mewujudkan kedaulatan data secara nasional, juga proteksi perlindungan data pribadi masing-masing warga negara. Pembangunan kapasitas dan kapabilitas warga negara sangat diperlukan untuk melindungi data-data pribadinya di ruang siber.

Penulis: Angel Damayanti

Abstrak:
Perkembangan terorisme sebagai kejahatan luar biasa dan lintas batas negara telah menjadi perhatian banyak negara. Fenomena Al Qaeda dan ISIS yang mendorong hadirnya foreign terrorist fighters menuntut negara-negara untuk meningkatkan pengawasan terhadap masuk keluarnya orang-orang di wilayah perbatasan, termasuk Indonesia. Salah satu wilayah perbatasan yang menjadi jalur favorit untuk dilalui teroris adalah kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Artikel ini membahas bagaimana Kantor imigrasi Tahuna berperan sebagai penjaga pintu perbatasan wilayah Sulawesi Utara dalam upaya pencegahan masuknya teroris ke wilayah Indonesia. Artikel ini menggunakan konsep keamanan nasional, persepsi ancaman dan tri fungsi imigrasi untuk menganalisa peran kantor imigrasi di Tahuna, Sulawesi Utara dalam mencegah terorisme di wilayah perbatasan. Penelitian ini menggunakan data primer melalui wawancara dan data sekunder melalui berbagai literatur yang ditriangulasi, serta metodologi penelitian kualitatif dengan model studi kasus yang bersifat dekriptif analisis. Penelitian ini menemukan bahwa dalam upaya pencegahan terorisme di wilayah perbatasan, kantor imigrasi Tahuna masih menghadapi sejumlah tantangan termasuk cara kerja yang singuler di antara fungsi-fungsi di dalam kantor imigrasi itu sendiri serta kurangnya kordinasi dengan instansi dan lembaga terkait lainnya. Artikel ini menyimpulkan bahwa pencegahan terorisme di wilayah perbatasan Indonesia, khususnya di Tahuna Sulawesi Utara masih belum terkordinir secara optimal.

Penulis: Surwandono

Abstrak:
Diplomasi perlindungan warga negara Indonesia (WNI) memerlukan perhatian yang serius terkait dengan besarnya jumlah dan kompleksitas perlindungan yang harus diberikan oleh pemerintah Indonesia. Kondisi ini mengharuskan pemerintah Indonesia untuk menyediakan sejumlah suprastruktur sebagai landasan hukum melakukan perlindungan, maupun infrastruktur sebagai sarana mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Artikel ini hendak mengevaluasi tentang tata kelola perlindungan WNI dalam kerangka besar paradigma “Duty of Care” (DoC) sebagai gagasan yang kosmopolitan dalam menjunjung tinggi keamanan manusia di luar yurisdiksi suatu negara. Sumber data yang dianalisis berasal dari dokumen resmi dari Direktorat Perlindungan WNI, Permenlu No. 5 Tahun 2018, dokumen Rencana Strategis Perlindungan WNI, serta berita di sejumlah media massa yang menginformasikan dinamika problem dan perlindungan WNI di luar negeri. Artikel ini menemukan bahwa Indonesia telah mengadopsi struktur gagasan DoC dalam peta jalan perlindungan WNI, baik dalam model social contract of care, intermediaeries of care, dan extension of care model, meskipun masih bersifat artifisial dan belum simultan. Diperlukan terobosan kebijakan dari pemerintah Indonesia untuk membangun suprastruktur kebijakan perlindungan yang lebih substantif dan progresif dalam bentuk peningkatan level kebijakan dari basis Peraturan Menteri Luar Negeri ke Undang-Undang dan peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur perlindungan WNI sehingga daya jangkau perlindungan akan menjadi lebih luas, responsif dan artikulatif dalam memberikan perlindungan yang terbaik bagi WNI di luar negeri.

Penulis: Triani Safira

Abstrak:
Fenomena ekspolitasi ekonomi yang terjadi pada anak merupakan tindakan yang dapat memberikan suatu ancaman multidimensi akibat dari dampak spillover bagi keberlangsungan suatu negara. Sebagai aktor negara, pemerintah berupaya untuk melakukan berbagai upaya untuk dapat mengatasi persoalan ini, salah satunya ialah pemerintah menjalin kerja sama dengan UNICEF. kerja sama yang terjalin antara Indonesia dan UNICEF dilakukan melalui pengimplementasian kebijakan ataupun program Country Program Action Plan. Program CPAP merupakan salah satu bentuk dari Grant Agreement merupakan perjanjian hibah antara kedua pihak, Melalui kerja sama ini, adanya pertukaran Informasi dan data merupakan hal yang sangat signifikan dalam kasus ini. Sehingga penggunaan konsep implementasi kebijakan serta eksploitasi anak ini diperlukan untuk menggambarkan bagaimana kerja sama yang dilakukan Indonesia dan UNICEF dalam mengatasi permasalahan ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analisis.

Penulis: Ferga Aristama

Abstrak:
Di tengah belum maksimalnya peran Indonesia di Asia Tenggara, ambisi Indonesia menjadi negara paling berpengaruh di Asia Pasifik diragukan. Dengan permasalahan tersebut, penelitian ini mengeksplorasi tantangan Indonesia sebagai negara paling berpengaruh di Asia Pasifik dalam kerangka empat sasaran Visi Indonesia 2045. Penelitian terdahulu telah banyak mengidentifikasi tantangan regional Indonesia di Asia Pasifik, namun belum ada penelitian yang mengkategorisasi tantangan tersebut ke dalam empat sasaran Visi Indonesia 2045 dengan merinci pustaka yang digunakan dan bagaimana memperoleh sumber pengetahuan tersebut. Konsep Visi Indonesia 2045: Indonesia sebagai Negara Berpengaruh di Asia Pasifik (Kementerian PPN/Bappenas, 2019) dan Emerging Middle Power pada Tata Pemerintahan Regional dan Global (Öniş & Kutlay, 2017) digunakan sebagai landasan berpikir. Lebih lanjut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui systematic review yang mengacu kepada Preferred Reporting for Systematic Review and Meta-Analyses 2020 (PRISMA 2020) dan metode content analysis dengan Atlas.ti 22. Berdasarkan analisis, penelitian ini menemukan 172 quote yang diinterpretasikan ke dalam 17 faktor internal dan 31 faktor eksternal menjadi tantangan atas sasaran visi Indonesia 2045: maksimalisasi kepentingan nasional di Asia Pasifik, membentuk tatanan regional, menghasilkan gagasan serta tantangan memimpin dan berperan dalam forum kerja sama. Dua faktor internal—kapasitas militer dan infrastruktur nasional—dan dua faktor eksternal—kebangkitan Tiongkok dan kompetisi antar great power—adalah faktor yang mendapatkan banyak highlight. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor-faktor tersebut berdampak luas kepada sasaran atas tercapainya Visi Indonesia 2045 sebagai salah satu negara paling berpengaruh di Asia Pasifik. Sebagai implikasinya, faktor-faktor tersebut penting untuk diperhatikan dalam penyusunan strategi dan kebijakan luar negeri di Indonesia termasuk dalam perumusan peraturan perundang-undangan.

Vol. 13 / No. 1 - Mei 2022

Penulis: Aprilianto Satria Pratama

Abstrak:
Tidak bisa dipungkiri bahwa penanganan pandemi di hampir seluruh negara di dunia banyak dikerangkai oleh konsepsi demokrasi prosedural Joseph Alois Schumpeter, yang menitik beratkan substansinya pada unsur-unsur prosedural dalam perumusan common good. Adapun situasi ini terjadi, salahsatunya karena mayoritas negara di dunia memilih untuk menangani pandemi secara monosentris-prosedural sehingga mengabaikan partisipasi dan inisiatif masyarakat. Padahal, masyarakatlah yang, dalam banyak situasi, memiliki gambaran tentang penanganan pandemi secara lebih praktikal. Oleh karenanya, mengambil praktik penanganan pandemi di Indonesia sebagai contoh, tulisan ini hadir untuk membedah penyelenggaraan konsepsi demokrasi prosedural tersebut di lapangan. Melalui studi pustaka kualitatif dan dipandu oleh pertanyaan penelitian: “bagaimana praktik limitasi demokrasi prosedural dalam penanganan pandemi di Indonesia?”, tulisan ini lantas sampai pada beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pertama, benar bahwa demokrasi prosedural telah menjadi kerangka krusial bagi negara dalam menangani pandemi. Kedua, meski demikian, demokrasi prosedural juga berpotensi memproduksi dampak negatif bagi relasi antara demos dan kratos. Ketiga, oleh karenanya, limitasi atas demokrasi prosedural jadi mendesak untuk diselenggarakan.

Penulis: Moh. Eddy D. Soeparno

Abstrak:
Artikel ini berusaha memberikan deskripsi dan analisa perbandingan tentang proses interaksi eksekutif-legislatif dalam pembentukan konsensus politik terkaitkebijakan anggaran penanganan Covid-19 di Indonesia dan Singapura, terutama pembahasan penggunaan national reserve (cadangan nasional) di Singapura dan penerbitan Perppu No.1 Tahun 2020 di Indonesia. Artikel ini menggunakan pendekatan Institusionalisme Baru, Teori Politik Anggaran, dan Teori Anggaran Krisis. Artikel ini menemukan bahwa Pandemi Covid-19 telah mengubah prosedur, distribusi kekuasaan, pendekatan inkremental, dan jenis konflik dalam proses kebijakan anggaran penanganan Covid-19. Selain itu, analisa politik anggaran dalam kebijakan anggaran krisis (penarikan national reserves dan penerbitan Perppu) memperlihatkan bahwa kondisi krisis akan mendorong kemunculan kesamaan kepentingan dan kerja sama antara lembaga eksekutif-legislatif untuk melindungi konstituennya dari ancaman Pandemi Covid-19. Namun, terdapat dorongan (insentif) yang berbeda dari kerja sama yang terbentuk antara eksekutif-legislatif di kedua negara tersebut. Singapura memiliki dominasi satu partai politik yang mendorong kerja sama eksekutif-legislatif, sedangkan Indonesia memiliki sistem Presidensialisme multi-partai yang mendorong kerja sama eksekutiflegislatif. Artikel ini menemukan bahwa model sistem politik akan berimplikasi pada pola interaksi eksekutif-legislatif dalam politik anggaran Covid-19.

Penulis: I Nyoman Aji Suadhana Rai

Abstrak:
Artikel ini membahas tentang peran Indonesia di dalam mengamankan ruang siber atau cyberspace di lingkup domestik, bilateral dan multilateral. Sejak dibentuknya Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN pada tahun 2017, Indonesia melaporkan mendapatkan begitu banyak serangan siber baik di lingkungan pemerintahan maupun di lingkup swasta. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui peran yang dilakukan oleh Indonesia dalam membentuk keamanan dan ketahanan siber di lingkup domestik, bilateral dan multilateral. Metode riset yang digunakan adalah metode deskriptif melalui kajian literatur dengan menggunakan data sekunder dari kajian literatur yang sudah tersedia. Hasil riset menunjukan bahwa Indonesia berperan sebagai Protected, Mediator, dan Balancer sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan di masing – masing situasi baik domestik, bilateral maupun situasi multilateral yang cenderung dinamis, namun tidak mengganti posisi Indonesia sebagai negara dengan statusnya yang tidak beraliansi dengan negara lainnya yaitu bebas aktif.

Penulis: Annisa Putri Nindya

Abstrak:
Ditengah memanasnya tensi dalam pusaran konflik sengketa Laut Tiongkok Selatan, AUKUS muncul sebagai aliansi baru di bawah kesepakatan trilateral yang dituding sebagai pakta keamanan. Beberapa pengamat berpendapat bahwa aliansi yang terdiri dari Australia, Inggris dan Amerika tersebut adalah manuver baru bagi blok mereka untuk melawan dominasi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang semakin agresif di kawasan Indo-Pasifik. Dengan misi AUKUS untuk menjaga stabilitas keamanan Indo-Pasifik, kemungkinan yang dibayangkan terjadi justru sebaliknya dan menjadi latar belakang dari reaksi beragam negara-negara dalam kawasan salah satunya adalah Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara yang menyatakan kekhawatirannya terhadap perlombaan senjata yang mungkin tidak dapat terhindarkan. Oleh karena itu, tulisan ini akan memaparkan secara analisis dari munculnya AUKUS bagi Indo-Pasifik serta posisi Indonesia mencakup arah kebijakan luar negerinya berkaitan dengan isu yang ada. Topik dalam tulisan ini dianalisis menggunakan Regional Security Complex Theory dan Offense-Defense Theory dan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Setelah elaborasi lebih lanjut, dapat diketahui bahwa dinamika geopolitik Indo-Pasifik memang terus-menerus menciptakan tensi akibat persaingan pihakpihak eksternal. Indonesia sebagai negara non-blok dan penganut politik bebas aktif diharapkan mampu memaknai kembali prinsipnya dan tegas dalam mempelopori keamanan kolektif dengan sikap tegas satu suara bersama negara ASEAN lainnya.

Penulis: Landry Ingabire

Abstrak:
Republik Demokratik Kongo (DRC) adalah negara dengan konflik pemberontakan terpanjang pada abad ke-21. Artikel ini menganalisis penyebab kesulitan PBB dalam mencari solusi atas krisis kelompok pemberontak yang mengancam keamanan di DRC, khususnya yang terjadi di wilayah bagian timurnya. Sebagian besar tulisan yang sudah ada mengenai subjek yang diteliti menyatakan bahwa kegagalan misi penjaga perdamaian di DRC disebabkan oleh berbagai faktor seperti mandat, kekuatan, kompleksitas kekerasan, dll. Namun, penelitian terdahulu belum pernah menganalisis MONUSCO sebagai rezim dan mengapa rezim ini tidak efektif. Dengan pendekatan teori rezim internasional, artikel ini menggunakan faktor internal dan eksternal rezim untuk menganalisis penyebab tidak efektifnya misi pemeliharaan perdamaian di DRC. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari dokumen resmi MONUSCO, buku, jurnal, dan berita online. Artikel ini menunjukkan bahwa krisis pemberontak di DRC disebabkan oleh berbagai masalah internal dan bahwa prinsip dan aturan MONUSCO tidak efektif dalam memberantas kelompok pemberontak yang menyebabkan ketidakamanan sehingga menghalangi perdamaian di DRC.

Penulis: Helmy Yahya Rahma Aji

Abstrak:
ASEAN dan Korea telah mengembangkan kerja sama yang dekat di berbagai bidang. Namun, masih terdapat perception gap antara anak muda ASEAN dan Korea; Korea dikenal secara luas oleh anak muda ASEAN, tetapi tidak dengan sebaliknya. Perception gap antara anak muda ASEAN dan Korea telah diperkuat oleh beberapa studi seperti studi oleh Jin-pyo et al. dan Ji-hyeon. Studi lain oleh Roslan juga menyiratkan bahwa masyarakat Korea kurang tahu mengenai ASEAN. Studi-studi tersebut mengindikasikan perlu adanya kooperasi untuk meningkatkan pemahaman bersama satu sama lain. Namun, studi-studi tersebut tidak menyebut atau mencanangkan langkah konkret untuk menjembatani gap ini. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi persoalan ini, tetapi masih belum efektif. Esai ini menggunakan metode kualitatif dan diarahkan pada studi kasus mengenai studi kasus gap persepsi ini. Data diperoleh dengan pencarian melalui dokumen, seperti buku, artikel jurnal, atau dokumen lainnya yang berhubungan. Esai ini menawarkan sebuah inisiatif yang Bernama SKYFITY (ASEANKorea Youth Fraternity) untuk menjembatani gap tersebut. Inisiatif ini menggunakan pendekatan diplomasi budaya dan public yang menekankan anak muda di ASEAN dan Korea untuk ikut serta dan berpartisipasi dalam inisiatif ini. SKYFITY terdiri dari tiga aktor; pemerintah (pemerintah ASEAN dan Republik Korea), eksternal (swasta dan institusi budaya) dan anak muda. SKYFITY meliputi dimensi sosial, budaya, dan kewirausahaan untuk meningkatkan pemahaman satu sama lain antara anak muda di ASEAN dan Korea.

Penulis: M. Solahudin Al Ayubi

Abstrak:
Kemunculan Women’s March (WM) telah memberikan pengaruh terhadap kebijakan publik di Indonesia dan Amerika Serikat. Sejak awal kemunculannya di Washington pada 2017, WM telah menjangkau 30 negara di dunia termasuk Indonesia. Upaya WM dalam mempromosikan isu-isu dan hak-hak perempuan telah memberikan pengaruh kolektif terhadap pola sosial masyarakat dan kebijakan publik. Tujuannya adalah agar kebijakan publik di AS dan Indonesia dapat memberikan keamanan, perlindungan dan keadilan terhadap perempuan. Meskipun demikian, WM di Indonesia dan AS memiliki beberapa perbedaan dan kesamaan pengaruh terhadap kebijakan publik. Melalui pendekatan deskriptif-kualitatif, penelitian ini akan mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis perbedaan dan kontras pengaruh WM terhadap kebijakan publik di Indonesia dan AS. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang berdasarkan riset kepustakaan (library research) dengan menggunakan sumber kedua (secondary sources). Teori yang digunakan dalam pembandingan dan kontras adalah MSSD (Most similar System Design) serta teori kelompok kepentingan promosi dari Hague dan Harrop. Penelitian ini menghasilkan sebuah perbandingan dan kontras pola dan pengaruh WM di Indonesia dan AS. Hasil tersebut didasarkan pada dasar kekuatan pengaruh kelompok kepentingan promosi di masing-masing negara termasuk respons pemerintah dalam menanggapinya.

Penulis: Ubaity Rosyada

Abstrak:
Kasus suap Garuda Indonesia merupakan kasus penyuapan transnasional di sektor swasta yang melibatkan beberapa negara, termasuk Indonesia. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yang didukung dengan analisis dari teori liberal institusionalisme, konsep interdependensi kompleks serta konsep korupsi dengan tujuan untuk menggambarkan bagaimana kerja sama yang dilakukan KPK dan SFO dalam mengungkap kasus ini. Artikel ini memaparkan data dari hasil wawancara dengan pihak terkait seperti KPK sebagai lembaga yang menjalankan kerja sama dan juga pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai badan penghubung antar negara yang bersifat formal. Kerja sama ini dilakukan berdasarkan instrument hokum internasional yakni United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang merupakan kesepakatan hukum bersama yang berfokus pada pencegahan tindak pidana korupsi tingkat dunia. Melalui kerja sama ini, Informasi dan data merupakan hal yang penting dalam kasus ini dapat diperoleh dengan pertukaran informasi antar kedua pihak, walaupun hasil akhir skema penyelesaian kasus berbeda karena perbedaan system hukum kedua negara. Artikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu pendahulan, kerangka teori, metode penelitian, kasus suap garuda Indonesia, kerangka kerja sama UNCAC, kerja sama KPK dan SFO dalam kasus suap Garuda Indonesia dan Tantangan dan Hambatan dalam Kerja sama serta kesimpulan.

Vol. 12 / No. 2 - November 2021

Penulis: ARYO WASISTO, M.Si.

Abstrak:
The simultaneous scheme in the 2019 elections in Indonesia caused voter confusion, especially in the legislative elections. Citizens who are confused and disappointed when voting candidates characterize the declining quality of representation in electoral democracy. This study aims to determine the factors of confusion among citizens when they are in the voting booth. The case study research was conducted in Surabaya by interviewing 54 residents after the general election using recalling questions and in-depth interviews. The results show that the voter confusion factor is the effect of the complex design of the 2019 legislative election ballot paper, the lack of socialization about election procedures, and the difficulty of respondents understanding the simultaneous election models. The competency category shows that voter confusion is the respondents' low interest in political discussions and inadequate political knowledge. These two competence issues affect the quality of voters' political participation. Voter confusion in Surabaya generally motivates the phenomena of incorrect and misleading voting.

Penulis: Anggalih Bayu Muh. Kamim

Abstrak:
The Privileged Fund is used to financing five affairs, namely, spatial planning, land, culture, institutions and procedures for filling the positions with governor and vice governor. Various problems such as low participation, institutional problems and the interests of local authorities were identified as the cause of the Privileged Fund not being able to increase welfare. This study looks at the hegemonic perspective to show the consolidation of the ruling class since the promulgation of the Privileged Law until its implementation has an impact on the inability of the community to control the Privileged Fund. This study is a qualitative research with a case study approach. Data was collected through documentation techniques, in-depth interviews and Focus Group Discussions. Data analysis was carried out starting from extracting the problem to drawing conclusions. The results of the study show that the mass action that emerged in support of the Privileged Law did not originate from the aspirations of the citizens, but rather a form of the success of the local ruling class in strengthening the social base. The hegemony of the ruling class plays important roles in preventing the growth of critical awareness from the grassroots community and inhibits organic intellectuals from overseeing the Privileged Fund. Organic intellectuals have not been able to build alternative education and build movement alliances. The ruling class is able to mobilize resources and government structures to keep up its hegemony in the use of the Privileged Fund in the Special Region of Yogyakarta.

Penulis: Ramdhan Muhaimin

Abstrak:
To fight the Covid-19 pandemic, several countries, through their pharmaceutical companies, conduct research and production of vaccines. Efforts to invent a vaccine are racing with the rapid mutation of Covid-19. The World Health Organization with GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunization) and CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations) initiated a collaborative forum called Covid-19 Vaccine Global Access (COVAX). The goal there is justice and equity in the distribution of vaccines throughout the world. Although strategic efforts to deal with the Covid-19 pandemic are carried out multilaterally through COVAX, many countries have also taken bilateral steps to get their vaccine needs. On the other hand, the Covid-19 vaccine diplomacy that took place in an anarchic international system showed three different cultural patterns, namely Hobbesian (conflictual), Lockean (competitive), and Kantian (cooperative). By using a qualitative approach, this study analyzes three cultural patterns of anarchy in vaccine diplomacy. Data collection techniques in this research are based on library research. The theory used in this research is diplomacy and cultures of Anarchy in Constructivism approach. From this research, it was found that the COVAX is a representation of the cooperative pattern carried out by countries in overcoming the Covid-19 pandemic. But apart from that, there is also Hobbesian or conflictual diplomacy between the United States and China. Meanwhile, competitive diplomacy can be seen in the competition among vaccine-producing countries.

Vol. 12 / No. 1 - Mei 2021

Penulis: Mutti Anggitta

Abstrak:
This article argues that the most unique characteristic of the ICAN’s activism is its transnational scope, which was made possible by the use of eight strategies by the organization including geostrategic headquarters, internet and technology, government relations, NGOs connection, celebrity spotlight, perfect timing, creativity, and responsiveness. In evaluating the argument, this article provides evidence by employing process-tracing methods and conducting archival analysis to closely examine the historical timeline of important events or moments surrounding the ICAN’s activism since its inception in 2007 to the adoption of the Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons in 2017. This article first provides a literature review on social movements against nuclear weapons to provide some background. It then describes how the eight strategies are employed by the ICAN as they are reflected in its transnational activism. It finally notes the five key milestones that are achieved by the organization.

Penulis: Rafi Damar Bungsadewo

Abstrak:
Saat ini, tajuk mengenai Pam Swakarsa kembali diangkat ke permukaan dan jadikan sebagai program andalan Polri sebagai usaha untuk mengimplementasikan paradigma community policing atau paradigma kemitraan antara polisi dan masyarakat sebagai elemen pengamanan swakarsa. Akan tetapi, momok dari Pam Swakarsa pada tahun 1998 yang kerap dilekatkan dengan pasukan yang tidak terikat hukum dan sumber dari pelaku-pelaku pelanggaran HAM, menjadi halangan terbesar di dalam badan kepolisian untuk menghidupkan kembali Pam Swakarsa di tengah-tengah masyarakat. Pasukan Pengamanan Swakarsa atau Pam Swakarsa pernah memainkan peran penting di dalam mengamankan Sidang Istimewa MPR RI yang diselenggarakan pada tahun 1998 silam. Secara historis, sebelum terbentuknya Pam Swakarsa, pasukan pengamanan sukarela telah melekat menjadi kultur di dalam masyarakat sebagai bagian dari unsur masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai laskarlaskar dan barisan-barisan pertahanan. Menjadi tantangan selanjutnya bagi Kepolisian Republik Indonesia untuk menciptakan konsep pengamanan sukarela Pam Swakarsa yang tidak membuka peluang bagi terjadinya kekerasan sosial dan politik antara unsur-unsur di dalam Pam Swakarsa dengan masyarakat sipil tanpa melalui proses hukum dan bertentangan dengan nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan serta bertentangan dengan asas Indonesia sebagai negara hukum.

Penulis: Dyah Makutaning Dewi

Abstrak:
Jaminan terhadap kebebasan pers telah menjadi syarat mutlak bagi upaya demokratisasi di Indonesia. Setelah terjadinya reformasi di Indonesia pada tahun 1998, tidak terjadi lagi tekanan dan pengendalian oleh negara terhadap pers. Indeks Demokrasi Indonesia merupakan suatu indeks yang menggambarkan dinamika demokrasi di wilayah Indonesia. Demokratisasi yang semakin berkembang ini didukung dengan perkembangan teknologi dan informasi yang masif. Dalam menggambarkan tingkat pembangunan teknologi informasi dan komunikasi, terdapat suatu indeks sebagai ukuran standar pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi di suatu wilayah yang dinamakan Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Dari 11 indikator penyusun indeks tersebut, indikator yang berkembang pesat yaitu persentase rumah tangga yang memiliki akses internet. Adanya internet yang merupakan media informasi dan komunikasi, mendorong masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya melalui media internet. Metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik meliputi 17 provinsi di Kawasan Barat Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan persentase rumah tangga yang mengakses internet dan persentase penduduk miskin berpengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks Demokrasi Indonesia di Kawasan Barat Indonesia. Melalui berbagai langkah seperti meningkatkan pembangunan infrastruktur, pelatihan, dan sebagainya, sebaiknya pemerintah bekerja sama dengan beberapa pihak untuk mendukung dan meningkatkan pengguna internet. Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi mengenai demokrasi sehingga masyarakat turut aktif dalam berdemokrasi di negeri ini.

Penulis: Yuli Ari Sulistyani

Abstrak:
Indonesia mulai “terseret” dalam sengketa Laut China Selatan sejak 2010, setelah Tiongkok mengklaim Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di wilayah utara Kepulauan Natuna. Klaim sepihak Tiongkok terus berlanjut dan memuncak pada 2016 ketika kapal penangkap ikan asal Tiongkok melakukan aktivitas penangkapan ikan ilegal di perairan Natuna. Tindakan asertif Tiongkok tersebut bersinggungan dengan kepentingan nasional Indonesia, sehingga pemerintah Indonesia berupaya untuk mengamankan kepentingan nasionalnya di Natuna meskipun Indonesia bukan merupakan negara yang bersengketa. Studi ini bertujuan untuk menganalisis kepentingan nasional Indonesia di kawasan Laut China Selatan dan respons Indonesia di tengah dinamika Laut China Selatan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Metode kualitatif dan konsep kepentingan nasional, geopolitik dan geostrategi digunakan untuk menganalisis studi ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepentingan nasional Indonesia di kawasan Laut China Selatan antara lain mempertahankan kedaulatan wilayah, hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam, serta menjaga stabilitas regional di Laut Natuna Utara. Di bawah pemerintahan Joko Widodo, respons Indonesia dalam menghadapi dinamika yang terjadi di Laut China Selatan dilakukan melalui upaya diplomasi dan penyiagaan kekuatan militer.

Vol. 11 / No. 2 - November 2020

Penulis: Cornelia Clara Tifany

Abstrak:
Coronavirus disease (COVID-19) yang merupakan penyakit pernapasan menular telah mewabah kurang lebih di 213 negara di dunia berdasarkan pada laporan World Health Organization, salah satu negara yang terkena wabah adalah Indonesia. Sebelum ada konfirmasi atas kasus COVID-19 di Indonesia, terlihat sikap pihak pemerintah yang diwakili oleh pejabat tinggi menunjukkan sikap kurang perhatian. Namun beberapa situasi menjadi “turning point” bagi Pemerintah Indonesia yang kemudian memberikan fokus yang lebih dalam menghadapi wabah COVID-19 di Indonesia. Dari keadaan tersebut melalui penelitian ini, penulis menganalisis sikap Pemerintah Indonesia dalam mengubah isu kesehatan menjadi isu keamanan. Penelitian ini menggunakan teori sekuritisasi sebagai kerangka analisis dengan terfokus pada komponen sekuritisasi oleh Buzan. Di samping itu juga menggunakan tata kelola kesehatan global sebagai penopang pernyataan penulis. Agar mampu menjelaskan sikap Pemerintah Indonesia maka penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan fokus pada pengamatan literasi melalui berita daring yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat. Dalam kesimpulannya, perubahan sikap Pemerintah Indonesia disebabkan oleh adanya tekanan dari tata kelola kesehatan global yang menunjukkan bahwa penyebaran COVID-19 di Indonesia merupakan isu keamanan. Kata kunci: COVID-19; Isu kesehatan; Isu Keamanan; Sekuritisasi; Tata Kelola Kesehatan Global

Penulis: Prawita Meidi Handayani

Abstrak:
COVID-19 telah membawa tantangan baru bagi globalisasi. Tren nasionalisme yang memang telah berkembang di seluruh dunia kemudian diperburuk oleh pandemi COVID-19. Saat dimulainya pandemi, secara otomatis seseorang akan menyalahkan para pelancong lintas batas dan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan pergerakan transnasional yang tinggi. Fenomena ini yang kemudian semakin meningkatkan penyebaran virus yang cepat dalam skala global dan gangguan pada rantai pasokan global. Pada awal merebaknya wabah COVID-19, sebagian besar penyusun kebijakan salah berasumsi bahwa pandemi ini hanya akan memiliki dampak singkat dan terbatas hanya terhadap Cina. Pada kenyataannya, pandemi ini telah mengakibatkan guncangan global dan perlambatan ekonomi yang berpotensi menjadi resesi global. Pandemi ini sangat menyoroti banyak kerugian dari integrasi internasional yang luas dan memicu ketakutan terhadap orang asing. Hal ini kemudian memberikan legitimasi pada pembatasan nasional terhadap perdagangan global dan pergerakan manusia. COVID-19 telah menjadi katalis yang dibutuhkan untuk lebih meningkatkan kebangkitan nasionalisme. Fenomena ini pada akhirnya akan berdampak negatif terhadap ketahanan pangan Indonesia. Kata kunci: Globalisasi; Nasionalisme; COVID-19; Kepentingan Nasional; Ketahanan Pangan.

Penulis: Lidya Christin Sinaga

Abstrak:
Sebagai negara kepulauan terbesar dan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia, komitmen Indonesia terhadap kebijakan perubahan iklim sangat penting. Pada tahun 2009, Indonesia di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan komitmennya dengan menetapkan target untuk mengurangi deforestasi dengan mengurangi jumlah kebakaran hutan sebesar 20 persen setiap tahun. Namun, target ini tidak sepenuhnya dapat diwujudkan. Pada tahun 2015 untuk yang kesekian kalinya, kabut asap tebal yang disebabkan oleh kebakaran hutan menyelimuti Indonesia dan tetangganya, Malaysia dan Singapura. Kasus ini menimbulkan ketidakpastian atas peran Indonesia dalam memajukan rezim perubahan iklim. Mengingat 85 persen emisi di Indonesia berasal dari deforestasi, kegagalan Indonesia untuk mengatasi masalah ini adalah persoalan serius terkait peran internasionalnya, apalagi dengan melihat implementasi pada tataran domestiknya. Meskipun tidak menampik dampak positif dari komitmen aktifnya, tulisan ini mengevaluasi kebijakan perubahan iklim di Indonesia selama masa kepresidenan Yudhoyono dengan menerapkan konteks tata kelola multi-level, yaitu dampak aktor internasional, pemerintah daerah, dan non-pemerintah dalam kebijakan lingkungan. Seharusnya tidak ada yang meragukan bahwa Yudhoyono telah menangani masalah perubahan iklim dengan lebih serius daripada presiden sebelumnya. Namun, melihat minimnya komitmen dan implementasi di tingkat nasional, peran Indonesia dalam membangun rezim perubahan iklim lebih tampak sebagai upaya membangun citra internasional. Kata kunci: Kebijakan Perubahan Iklim; Indonesia; Kepresidenan Yudhoyono; Tata Kelola Multi-level; Deforestasi.

Penulis: Taufik Akbar

Abstrak:
Pasca kekalahan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) oleh gempuran pasukan koalisi Amerika Serikat di Baghouz, Foreign Fighter yang tergabung ke dalam ISIS menyerah dan tertangkap oleh pasukan Syria Democratic Force (SDF). Dampaknya ialah muncul gelombang kembalinya (returnees) Foreign Fighter, salah satu tujuannya ialah ke Indonesia. Kembalinya foreign fighter Indonesia dari Suriah akan membawa potensi ancaman asimetris bagi Indonesia seperti aksi teror. Hal tersebut memunculkan pertanyaan bagaimana potensi ancaman yang ditimbulkan dari returnees foreign fighter di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bentuk potensi ancaman pada returnees foreign fighter di Indonesia dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan studi dokumen, selanjutnya dianalisa dengan teknik analisis Miles, Huberman dan Saldana tahun 2014. Penelitian ini menggunakan konsep foreign fighter dan ancaman asimetris yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa potensi ancaman returnees foreign fighter di Indonesia ialah kemampuan militer returnees, kekuatan jaringan internasional, perpindahan wilayah perang (darul harb), taktik serangan lone wolf dan indoktrinasi ekstremisme kekerasan. Kata kunci: Ancaman; Foreign Fighter; ISIS; Returnees; Indonesia.

Penulis: Andreas Brian Bagaskoro Bayuseno

Abstrak:
Negara-negara Melanesia seperti Vanuatu, Kepulauan Solomon, Tonga, Kaledonia Baru, Tuvalu, Nauru, dan Kepulauan Marshall kerap kali membawa permasalahan HAM Papua dalam forumforum internasional. Meskipun Indonesia sudah menjelaskan dan memberikan clear statement terkait isu di Papua, namun negara-negara Melanesia tetap solid untuk membantu Papua dan membawa isu Papua. Penelitian ini berusaha untuk mencari jawaban mengapa negara-negara Melanesia terus-menerus membawa isu Papua dalam forum-forum internasional dan mengecam Indonesia. Penulis menganalisis studi kasus dengan menggunakan Non-Western International Relations Theory dari Ibn Khaldun, khususnya konsep asabiyyah dengan 3 (tiga) variabel yakni kesukuan, kebutuhan atau apa yang diperjuangkan, dan agama. Penelitian ini menemukan bahwa tindakan negara-negara Melanesia tersebut didasari oleh rasa persatuan dan kesadaran kolektif antara Papua dengan negara-negara Melanesia. Adanya ikatan rasa persaudaraan dan agama antara masyarakat Papua dan Melanesia juga turut berpengaruh. Kebutuhan manusia yang diidentifikasikan sebagai Hak Asasi Manusia bagi orang Papua adalah kebutuhan bersama yang diperjuangkan oleh orang Melanesia. Kata kunci: Asabiyyah; Melanesia; Non-Western International Relations Theory; Permasalahan HAM Papua.

Penulis: Hendra Manurung

Abstrak:
Artikel ini bertujuan menjelaskan secara analitis bagaimana implementasi kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Korea Utara selama 59 tahun sejak 17 Juni 1961. Argumen yang ingin disampaikan terkait implementasi politik luar negeri Indonesia terhadap Korea Utara adalah kontraproduktif. Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo berpotensi besar untuk mampu memengaruhi perilaku Korea Utara melalui hubungan diplomatik. Persahabatan Indonesia dan Korea Utara dimulai sejak saling kunjung di 1964 dan 1965. Orientasi politik luar negeri Indonesia di masa lalu hingga saat ini, telah sering dilakukan untuk memengaruh keputusan ofensif para pemimpin Korea Utara, khususnya terkait dengan isu pengembangan senjata nuklir. Pertanyaannya adalah apa yang harus dan sebaiknya dilakukan Indonesia selanjutnya untuk membantu menciptakan perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea dengan tetap berpegang pada prinsip politik luar negeri bebas dan aktif? Mengapa hal tersebut perlu dilakukan oleh Indonesia dan bagaimana cara menjalankan kebijakan luar negeri terhadap Korea Utara tersebut? Kim Jong-un, setelah menjadi Presiden sejak 2011, harus melemahkan posisi koalisi pemenang ayahnya untuk konsolidasi stabilitas politik dalam negeri. Bagaimanapun, reformasi pasar domestik Korea Utara telah berdampak pada pengikisan daya tarik ideologis keluarga Kim. Hal ini relevan dengan perluasan pengaruh politik dari Pyongyang memprioritaskan pada keberlangsungan kekuatan otoriter terpusat yang rentan seiring bagaimana dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi dalam negeri berkelanjutan. Kata kunci: Indonesia; Korea Utara; Kebijakan Luar Negeri; Denuklirisas; Stabilitas Kawasan.

Vol. 11 / No. 1 - Mei 2020

Penulis: Dian Herdiana

Abstrak:
Rencana pemindahan ibu kota ditujukan sebagai upaya mewujudkan pusat pemerintahan yang mampu mencerminkan karakter Indonesia dan mampu mengakomodasi pembangunan visioner untuk jangka waktu yang panjang. Dalam prosesnya, pemindahan ibu kota tidak hanya sebatas memindahkan fungsi pemerintahan ke tempat yang baru, melainkan menyangkut banyak hal yang kompleks sehingga diperlukan upaya yang konsisten, sistematis, terukur dan berkelanjutan. Atas dasar permasalahan tersebut maka artikel ini ditujukan untuk menggambarkan syarat seperti apa yang harus terpenuhi agar pemindahan ibu kota berhasil. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data yang digunakan bersumber dari data sekunder baik dalam bentuk buku, jurnal maupun referensi lainnya yang relevan. Hasil penelitian menunjukan setidaknya terdapat 6 (enam) syarat yang harus terpenuhi agar pemindahan ibu kota berhasil, yaitu: 1). Kepemimpinan visioner dan konsistensi komitmen, 2). Aturan hukum yang komprehensif, 3). Proses perencanaan yang partisipatif dan akomodatif, 4). Sumber daya manusia yang profesional, 5). Karakterik budaya dan keterbukaan masyarakat lokal, 6). Budaya organisasi pemerintahan dan nilai-nilai sosial. Keenam unsur tersebut di atas memiliki keterjalinan konstruktif satu dengan yang lainnya, sehingga dalam praktik pemindahan ibu kota yang akan dilaksanakan, pemerintah harus memastikan bahwa unsur tersebut mampu terpenuhi sebagai syarat bagi keberhasilan pemindahan ibu kota. Kata kunci: Ibu Kota; Pembangunan; Pemerintahan; Kebijakan.

Penulis: Ali Abdullah Wibisono

Abstrak:
Respons Indonesia terhadap problematika teroris-kombatan transnasional mengalami perubahan dari masa ke masa. Di era Order Baru hingga awal masa reformasi, sikap toleran diterapkan. Sementara itu, di era reformasi respons Indonesia berubah dari sikap humaniter menjadi kehati-hatian. Artikel ini menerapkan pemetaan teoretik kontra-terorisme dari David Crelinsten dan menjelaskan bahwa perubahan ini tak hanya diakibatkan persepsi terhadap potensi ancaman kombatan yang kembali ke tanah air, tapi juga kesiapan program reintegrasi sosial dan deradikalisasi, kepatuhan kepada rezim internasional, dan proses politik domestik. Selain mendapatkan data tentang dinamika dan jumlah kombatan Indonesia dari media massa dan artikel-artikel jurnal, artikel ini juga mengolah data yang berasal dari prosiding revisi undang-undang anti-terorisme yang disahkan tahun 2018. Sikap Indonesia terhadap problematika teroris-kombatan transnasional saat ini adalah selektivitas tinggi, bukan penolakan total atau pencabutan kewarganegaraan. Kurangnya kemampuan untuk melakukan reintegrasi sosial bagi mantan kombatan, domestik maupun transnasional, menandai pekerjaan rumah yang masih tersisa. Penolakan pemerintah untuk memfasilitasi repatriasi tidak berarti penolakan total terhadap kepulangan semua teroris-kombatan transnasional, sehingga kepulangan individual dengan fasilitasi mandiri masih dimungkinkan. Penolakan ini merefleksikan keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk merehabilitasi dan mereintegrasikan para teroris-kombatan, ketimbang reaksi terhadap potensi ancaman teroris-kombatan transnasional. Kata kunci: Teroris-Kombatan Transnasional; Kontra-Terorisme; Rezim Internasional; Politik Domestik.

Penulis: Aryojati Ardipandanto, S.IP., M.Sos

Abstrak:
Berbagai kalangan menyebutkan bahwa populisme dengan politik identitas sangat kuat pengaruhnya dalam kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, dimana hal itu dinilai akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Populisme yang terjadi terutama lebih pada strategi politik pemenangan Pilpres yang bersifat politik identitas berdasarkan agama. Disparitas antara pendukung antar Capres/Cawapres dibuat sedemikian rupa sehingga perbedaannya terkesan pihak yang menjalankan nilai-nilai agama disatu sisi, dan di pihak lainnya adalah yang tidak mengamalkan nilai-nilai agama dengan benar. Dari kondisi tersebut, kajian ini ditulis berdasarkan perumusan masalah terkait apa bahaya populisme yang dipraktekkan dalam Pilpres 2019. Tulisan ini merupakan analisa deskriptif berdasarkan studi pustaka. Tulisan ini menemukan bahwa bahaya populisme dalam Pilpres 2019 adalah karena pengkotakan isu agama dalam persaingan politik diperkuat oleh berbagai pihak termasuk peserta Pilpres, yang mengakibatkan situasi politik yang dihasilkan dari hal itu menjadi rentan untuk ditunggangi dengan agenda politik oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang memang bertujuan untuk memecah-belah bangsa dan merongrong kedaulatan NKRI. Ke depan, baik Pemerintah maupun Lembaga Perwakilan Rakyat harus mengajak para tokoh masyarakat untuk bekerja sama meningkatkan pendidikan politik dan pendidikan berdemokrasi yang lebih baik, dengan berlandaskan pada Demokrasi Pancasila yang dibangun atas kesadaran bahwa NKRI adalah suatu Negara yang bangsanya majemuk namun harus tetap bersatu agar demokrasi substansial dapat terwujud dengan semakin baik. Kata kunci: Populisme; Politik Identitas; Pemilihan Presiden; Pilpres 2019

Penulis: Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.

Abstrak:
Pemberian otonomi khusus atau kewenangan khusus oleh pemerintah pusat kepada Provinsi Aceh melalui konsep desentralisasi asimetris bertujuan untuk merangkul provinsi Aceh agar tetap berada dalam kesatuan NKRI dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh. Meski demikian dalam implementasinya ditemukan berbagai permasalahan. Tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana implementasi Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dilaksanakan. Hal ini karena melalui kebijakan desentralisasi asimetris pemerintah pusat telah memberi konsesi-konsesi yang luas kepada Provinsi Aceh dengan melimpahkan berbagai kewenangan administrasi, politik, mengakomodasi identitas lokal, sampai memberikan sumber-sumber keuangan, sebagaimana yang diatur dalam UU PA. Akan tetapi yang menjadi tantangannya adalah, kebijakan desentralisasi asimetris itu bisa terancam gagal apabila dalam pelaksanaannya kinerja pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Aceh tidak maksimal dalam melaksanakan amanat UU tersebut. Kata kunci: Otonomi Khusus; Pemerintahan Aceh; Desentralisasi Asimetris; Implementasi Kebijakan.

Penulis: Ary Aprianto

Abstrak:
Peran sains dalam pembangunan nasional dan memecahkan beragam masalah global telah diakui banyak pihak. Sudah banyak negara yang memanfaatkan sains sebagai salah satu sumber soft power. Namun demikian, sains sebagai salah satu sumber soft power belum banyak dikenal di Indonesia. Tulisan ilmiah mengenai interaksi antara sains dengan politik luar negeri pun minim. Masih banyaknya hal yang perlu dibenahi dalam dunia sains nasional dapat menjadi latar belakang situasi ini. Tulisan ini mendiskusikan dapat atau tidaknya sains dimanfaatkan sebagai sumber soft power Indonesia, dengan memanfaatkan metode kualitatif dan “resource-based theory of soft power” dari Geun Lee. Disimpulkan bahwa sains dapat dan harus dimanfaatkan sebagai sumber soft power Indonesia untuk mendukung tercapainya tujuan strategis pembangunan, mengingat besarnya kontribusi sains dalam era digital. Kata kunci: Sains; Ilmu Pengetahuan; Soft power; Politik Luar Negeri Indonesia; Diplomasi Indonesia.

Penulis: Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.

Abstrak:
Perumusan dan pembahasan kebijakan digitalisasi penyiaran yang menjadi salah satu materi dari perumusan penggantian UU Penyiaran, sudah dilakukan sejak DPR periode 2009-2014 dan dimulai kembali pada DPR periode 2014-2019. Lamanya perumusan dan pembahasan kebijakan digitalisasi penyiaran, menunjukkan materi ini memang sangat sarat kepentingan. Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini yaitu bagaimana kontestasi perdebatan kepentingan yang terjadi dalam merumuskan kebijakan tentang digitalisasi penyiaran di Indonesia? Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pertanyaan penelitian mengenai kontestasi perdebatan kepentingan yang terjadi dalam merumuskan kebijakan tentang digitalisasi penyiaran di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif studi kasus mengenai perdebatan kepentingan perumusan kebijakan digitalisasi penyiaran yang terjadi pada DPR periode 2009-2014 dan DPR periode 2014-2019. Berdasarkan hasil penelitian, pada DPR periode 2009-2014, perdebatan kepentingan terjadi antara DPR dengan Pemerintah, terkait dengan siapa yang berhak menjadi penyelenggara multipeksing yang berdampak juga pada definisi penyiaran yang berbeda. DPR tetap menyatakan penyelenggara multipleksing diserahkan kepada lembaga penyelenggara penyiaran multipleksing (LPPM). Sedangkan Pemerintah menyerahkan penyelenggara kepada lembaga penyiaran yang telah memiliki IPP. DPR periode 2014-2019 melalui Komisi I DPR, merumuskan secara rinci kebijakan digitalisasi penyiaran terkait kewajiban Pemerintah untuk menyusun peta alokasi frekuensi di setiap wilayah siar, model migrasi, ASO disetiap wilayah siar dan secara nasional, digital deviden, dan tarif penyelanggaraan multipleksing. Model migrasi yang diajukan yaitu model single mux, namun mendapatkan pertentangan dari Baleg DPR yang mengajukan model migrasi hybrid mux. Baleg menilai single mux berpotensi memunculkan praktek monopoli, insfrastruktur penyiaran TVRI sudah berusia tua, dan kurangnya kemampuan kompetensi SDM yang dimiliki TVRI. Kepastian hitungan peta alokasi frekuensi di setiap wilayah siar, digital deviden yang diperoleh, dan prospek lembaga penyiaran, harus menjadi dasar utama dalam menentukan model migrasi digital di Indonesia. Bisa jadi kita memiliki model migrasi yang khas Indonesia. DPR bersama Pemerintah, harus segera membahas RUU Penyiaran agar kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia terkait digitalisasi penyiaran benar-benar dapat terwujud. Kata kunci: Perdebatan Kepentingan; Kebijakan Digitalisasi Penyiaran, RUU Penyiaran.

Vol. 10 / No. 2 - November 2019

Penulis: Aditya Dwinda Pratama

Abstrak:
Perseteruan antara Uni Eropa (UE) dan Indonesia tentang kelapa sawit dipicu oleh pemboikotan UE terhadap komoditas kelapa sawit. Indonesia sebagai produsen terbesar kelapa sawit tentu merasa dirugikan oleh sikap UE tersebut karena kehilangan pasar. UE memboikot kelapa sawit karena tidak sesuai dengan komitmen UE dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang berfokus pada lingkungan. Kelapa sawit dinilai sebagai komoditas yang menimbulkan banyak kerusakan lingkungan. Indonesia menggugat perlakuan UE ke World Trade Centre (WTO) akibat diskriminasi UE terhadap kelapa sawit di pasar Eropa. Indonesia juga mempertanyakan komitmen UE terhadap SDGs yang seharusnya memperhatikan juga poin pemberantasan kemiskinan yang sedang diusahakan Indonesia. Perseteruan antara keduanya dengan pembelaan masing-masing menyisakan pertanyaan tentang kebenaran yang mereka bawa. Dunia yang masuk di era post truth memerlukan pemikiran yang kritis untuk menganalisa kebenaran akan suatu isu. Tulisan ini dibuat untuk mempertanyakan kembali kebenaran dari pembelaan yang dilakukan UE dan Indonesia sehingga masyarakat mampu menempati posisi yang benar-benar mereka inginkan. Kebenaran telah terlalu sering ditentukan oleh informasi yang paling masif diberitakan oleh media, sehingga untuk menganalisa isu pada tulisan ini penulis menggunakan pengamatan literasi, terutama mengamati berita-berita yang media distribusikan terkait isu ini. Untuk menganalisa kebenaran sesungguhnya tentang perseteruan Indonesia dan UE pada isu kelapa sawit perlu untuk memahami post truth theory, trade off theory, dan national theory sehingga mampu menganalisa segala kepentingan dibalik kebijakan UE dan Indonesia. Bersikap kritis dengan menggali kenyataan dibalik sebuah kebenaran yang telah terkontruksi oleh media yang mendistribusikan informasi adalah sebuah hal yang mutlak untuk dilakukan oleh setiap individu di era post truth.

Penulis: Hidayat Chusnul Chotimah

Abstrak:
Dunia maya merupakan salah satu aspek yang saat ini ikut diperhitungkan dalam sebuah keamanan nasional suatu negara, di samping ranah darat, laut dan udara. Sebagai salah satu negara pengguna internet terbesar di dunia, telah menjadikan Indonesia rentan atau tidak luput dari ancaman siber. Oleh sebab itu, untuk merespon ancaman tersebut, pemerintah Indonesia kemudian membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai institusi siber nasional yang berfungsi menjaga keamanan dan kedaulatan siber. Pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menginterpretasikan konsep, definisi, karakteristik, metafora, simbol, dan deskripsi dari suatu hal melalui studi pustaka. Tulisan ini akan memaparkan lebih jauh mengenai peran BSSN dalam tata kelola keamanan siber di Indonesia sekaligus dalam pelaksanaan diplomasi siber Indonesia baik yang dilakukan melalui kerjasama bilateral maupun multilateral.

Penulis: Samti Wira Wibawati

Abstrak:
The Indo-Pacific is a conceptual idea aimed at enhancing economic connectivity and security among states in the Indo-Pacific region. In line with the high interest from many Indo-Pacific states, security problems like terrorism are of common concerns that need to be addressed. Various existing security cooperation mechanisms have been established to solve this latent problem. However, these mechanisms have not been able to decrease the number of terrorist acts in the region. This study discusses the urgency of terrorism issues in the Indo-Pacific region with the current security cooperation mechanisms. This research uses qualitative method which allows the researchers to describe and explore the observed phenomenon. Using the theory of international cooperation, this research found that it is necessary to recalibrate the existing security cooperation or to focus on making a new and integrated mechanism in the Indo-Pacific region.

Penulis: Joko Riskiyono

Abstrak:
Menghadapi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum serentak merupakan momentum kedaulatan rakyat melalui pendidikan politik secara demokratis yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Untuk itu diperlukan penguatan dalam pelibatan partisipasi masyarakat selaku pemangku kepentingan dan pemegang kedaulatan, dengan menempatkan pemilih sebagai subyek yang berkuasa mengawasi dan mengontrol calon anggota legislatif dan calon pimpinan eksekutif. Apakah dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum telah menjadikan rakyat berdaulat sebagai sarana pendidikan politik berdemokrasi dan bagaimana pelibatan partisipasi masyarakat selaku pemangku kepentingan dalam mengawasi pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum serentak. Sehingga partisipasi dan pengawasan masyarakat tidak sekedar pelengkap kontestasi, namun dapat berkonstribusi menjadikan pemilihan umum dilaksankan secara jujur dan adil serta terpercaya.

Penulis: Dodi Faedlulloh

Abstrak:
Artikel ini membahas tentang gerakan buruh dalam agenda membangun partainya sendiri untuk memperjuangkan aspirasi-aspirasi buruh yang selama ini tidak diakomodasi. Strategi yang bisa dilakukan oleh gerakan buruh untuk membuka kemungkinan membentuk partai politik yaitu dengan membangun konstituen yang kuat dengan cara melaksanakan penyerapan aspirasi dari bawah dalam mengidentifikasi masalah beserta tawaran solusi sebagai bentuk dari pendidikan politik bagi rakyat dan buruh. Selain itu, untuk mengurangi fragmentasi antar lintas organisasi, gerakan buruh juga harus segera melakukan konsolidasi. Seluruh aktivis buruh duduk bersama dan bermusyawarah merumuskan tujuan pembangunan partai buruh secara deliberatif. Hal yang tidak kalah penting dalam agenda membangun partai buruh ini yaitu pentingnya penyelenggaraan pemilu yang tidak mempersulit gerak partai-partai alternatif. Oleh karenanya, segala aturan administratif yang memberatkan dalam regulasi pembentukan partai politik saat ini perlu direvisi untuk meningkatkan kualitas demokratisasi dan demokrasi yang lebih baik di Indonesia.

Penulis: Anggalih Bayu Muh. Kamim

Abstrak:
Balai Sakinah ‘Aisyiyah memiliki peranan penting sebagai mitra pembangunan desa Kalibening, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Bantuan skema donor MAMPU mendorong keterlibatan BSA dalam mendorong inovasi perintisan sistem informasi desa di Kalibening. Perintisan sistem informasi desa dilakukan bersama dengan para mahasiswa, pemerintah desa dan sebagian warga. Pengkajian terhadap proses perintisan sistem informasi desa di Kalibening perlu didalami untuk mengevaluasi terlalu dominannya peran bantuan teknis dalam pembangunan desa. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian partisipatif untuk menjadikan peneliti menjadi bagian dari fenomena yang dikaji untuk menggali paradoks yang muncul dari pelaksanaan bantuan teknis Balai Sakinah ‘Aisyiyah dalam perintisan sistem informasi desa di Kalibening, Dukun, Magelang. Pengumpulan dan analisis data dilakukan sepanjang pelaksanaan program perintisan sistem informasi di desa selama pelaksanaan KKN PPM UGM di Desa Kalibening selama 50 hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa model bantuan teknis yang didorong BSA dalam perintisan SID memang membantu proses inovasi desa. Akan tetapi, muncul berbagai paradoks dalam peran organisasi masyarakat sipil yang terlalu banyak dibandingkan peran warga. Organisasi masyarakat sipil menentukan sendiri metode yang dipakai dalam perintisan SID tanpa terlebih dahulu melibatkan warga lain. Dominasi peran organisasi masyarakat sipil juga membawa masalah kesenjangan pengetahuan dengan warga. Warga semata menjadi objek yang kemudian coba dimediasi oleh mahasiswa KKN untuk dapat memanfaatkan data. Penelitian ini merekomendasikan kepada para pemangku kepentingan di Kalibening untuk melibatkan kelompok sasaran lain seperti kelompok tani, PKK, dan lain-lain dalam pemanfaatan sistem informasi desa.

Vol. 10 / No. 1 - Mei 2019

Penulis: Jerry Indrawan

Abstrak:
Kajian ilmu politik sudah berkembang dari yang bersifat konvensional, yaitu menggunakan sarana kampanye yang bersifat fisik, menuju ke era politik non-konvensional, yaitu penggunaan medium siber. Penggunaan medium siber dalam kajian ilmu politik membuat banyak sektor, seperti demokrasi, keamanan, pertahanan, sosial dan budaya, pendidikan, sampai kampanye politik, dilakukan melalui medium siber. Cyberpolitics menjadi sebuah konsep baru yang sangat menarik untuk dibahas, serta diteliti lebih dalam. Cyberpolitics akan menjadi masa depan kampanye politik bagi setiap stakeholder politik, terutama bagi mereka yang akan berkontestasi dalam kompetisi pemilihan politik. Aktivisme politik sudah mulai digantikan oleh bentuk komunikasi secara virtual. Cyberpolitics dengan demikian dapat membantu demokrasi berjalan sebagaimana mestinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami cyberpolitics secara lebih dalam, sehingga membutuhkan perspektif inter-disipliner, tidak hanya ilmu politik. Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan perspektif yang berbeda kepada khalayak umum tentang perkembangan ilmu politik, yang sekarang mengarah ke arah penggunaan teknologi siber. Makalah ini akan membahas kajian cyberpolitics, yang dilihat sebagai sebuah perspektif baru dalam memahami politik di era siber. Penulis merekomendasikan bahwa kajian-kajian yang membahas tentang konsep cyberpolitics mulai lebih banyak dibahas dan diteliti di kalangan akademisi-akademisi ilmu politik, agar perpaduan antara ilmu politik dengan teknologi informasi ke depannya dapat semakin memperkaya khazanah keilmuan masing-masing.

Penulis: Efriza

Abstrak:
Sebuah negara demokratis membutuhkan adanya partai politik. Partai politik menjadi tulang punggung bagi berjalannya demokrasi di Indonesia, sebab peran penting dalam aneka proses politik di lembaga legislatif, pemerintahan, dan lembaga-lembaga negara lainnya tidak bisa dilepaskan dari partai politik. Mengingat pentingnya posisi partai politik di Indonesia pada era reformasi ini, malah ternyata letak permasalahan ada di partai politik. Penulisan ini memiliki tujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai perkembangan dan peran partai politik di era reformasi berdasarkan persepsi masyarakat atas eksistensi partai politik. Dari tujuan itu diharapkan dapat dihasilkan kegunaan kajian ini, yakni memberikan pemahaman dan masukan terhadap perkembangan dan peran partai politik di era reformasi ini. Penulisan ini menemukan fakta bahwa persepsi publik atas kinerja partai politik sebagai infrastruktur politik masih buruk dan partai politik juga dianggap bertanggung jawab atas masih buruknya kinerja lembaga suprastruktur politik. Oleh karena itu, rekomendasi yang ditawarkan adalah partai politik secara internal perlu melakukan penguatan institusionalisasi partai, di sisi lain perlu adanya upaya penyederhanaan sistem kepartaian di Indonesia.

Penulis: Andriani Florencia Dharmajaya

Abstrak:
Cooperation between cities and states/provinces has gained its attention in contemporary global affairs. Most scholars refer to it as para-diplomacy, which can be defined as cooperation between sub-national actors for the benefit or the interest of the national governments. This research focuses on the practice of para-diplomacy between West Java Province of Indonesia and South Australia. It aims to explain the progress of the sister province cooperation out of the renewal of its agreement in 2015 and their progress of cooperation until 2017. This research utilizes annual reports of the cooperation from both sides of the parties to identify the practices and progress of the cooperation. From the analysis, cooperation in agriculture, fisheries, and tourism, including culture and education are still in the developing progress. Nevertheless, several sectors have shown an improvement on the West Java’s side.

Penulis: Septyanto Galan Prakoso

Abstrak:
Pemanasan global merupakan isu yang penting pada abad ini. Sumber dari terjadinya fenomena ini adalah aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh Negara-negara di dunia tidak memperhatikan aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan. Sebagai akibat dari kurangnya aspek-aspek tersebut menyebabkan meningkatnya temperatur bumi dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini kemudian menyebabkan dampak jangka panjang yaitu naiknya permukaan air laut. Negara-negara pesisir mulai merasakan dampak dan melakukan berbagai usaha untuk menghadapi isu lingkungan ini. Denmark menjadi salah satu negara yang berkeinginan untuk mengatasi masalah ini. Melalui Kementerian Luar Negerinya, Denmark telah melakukan kerja sama dengan negara-negara yang menjadi kontributor penyebab masalah lingkungan ini dengan tujuan untuk memperlambat laju pemanasan global. Melihat situasi ini, Perdana Menteri Denmark, Lars Løkke Rasmussen, melakukan kunjungan ke Indonesia pada November 2017. Kunjungan kenegaraan ini bertujuan untuk membahas kepentingan nasional Denmark terhadap Indonesia, khususnya mengenai isu lingkungan hidup. Pertemuan ini ditandai dengan pemberian hadiah diplomatik antara kedua negara. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui mengapa Denmark ingin bekerja sama dengan Indonesia dalam mengatasi isu lingkungan serta tindakan apa yang pemerintah Denmark lakukan dalam mengurangi tingkat polusi di Indonesia dengan menggunakan konsep National Interest. Bagian terakhir jurnal ini menunjukkan hasil konkrit kerja sama Indonesia-Denmark yaitu dibangunnya fasilitas-fasilitas yang berorientasi Hijau untuk mengurangi polusi yang sebagian dihasilkan oleh Indonesia.

Penulis: Aji Widiatmaja

Abstrak:
Kebijakan luar negeri Indonesia di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kebijakan luar negeri SBY cenderung outward looking dengan mengedepankan soft power dan bercorak high politics serta mencoba meningkatkan pengaruh Indonesia di forum global. Sedangkan kebijakan luar negeri Joko Widodo lebih bersifat inward looking yang berfokus pada penguatan sektor domestik. Permasalahan akan muncul jika suatu negara tidak berimbang dalam menjalankan kebijakan luar negerinya. Perkembangan lingkungan strategis global dan regional membutuhkan respons kolektif yang dicapai dalam forum-foum multilateral. Hal ini membuat kerja sama dan keaktifan suatu negara dalam forum internasional menjadi penting. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan luar negeri Indonesia di era SBY dan Joko Widodo guna mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kemudian, penulis juga memberikan suatu rekomendasi kebijakan luar negeri yang menggabungkan corak inward dan outward looking dalam menjalankan kebijakan luar negeri. Hal tersebut berupa mengembalikan kepemimpinan Indonesia di ASEAN guna membuat ASEAN sebagai zone of peace, freedom, and neutrality (ZOPFAN), mencegah masuknya kekuatan asing, menajaga kedaulatan negara-negara ASEAN, serta mengurangi sikap pragmatis dan unilateralis dalam merespon perubahan lingkungan strategis. Hal tersebut penting dilakukan guna menjamin tercapainya kepentingan nasional Indoensia. Secara sederhana, kebijakan outward looking digunakan sebagai alat untuk mencapai kepentingan nasional yang memberi keuntungan pada rakyat Indonesia (inward looking).

← Sebelumnya 1 2 3 Selanjutnya →