Jurnal Kepakaran Ekonomi & Kebijakan Publik

Vol. 5 / No. 1 - Juni 2014

Penulis: Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.

Abstrak:
Struktur perekonomian suatu negara antara lain tercermin dari struktur ketenagakerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur ekonomi dan pergeseran peranan sektor ekonomi terutama dalam penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian lebih besar dibandingkan dengan sektor industri namun tenaga kerja yang terserap ke sektor pertanian semakin berkurang sedangkan penyerapan tenaga kerja sektor industri semakin bertambah selama tahun 2010-2013. Dalam penelitian ini digunakan alat analisis Multidimensional Scaling (MDS) yang merupakan suatu teknik untuk menggali informasi tentang suatu kemiripan (similarity) sehingga terlihat kemampuan masing-masing sektor ekonomi dalam menyerap tenaga. Hasil analisis MDS menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Kepulauan Babel, Bengkulu, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua, sedangkan manufaktur adalah sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang menurun dapat disimpulkan hal tersebut merupakan sinyal kemajuan pembangunan, yang didukung dengan jumlah tenaga kerja di sektor industri dan jasa yang meningkat, serta tren pengangguran menurun selama beberapa tahun terakhir di Indonesia.

Penulis: Rafika Sari, S.E., M.S.E.

Abstrak:
Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia bertujuan untuk memberikan peran dan kemandirian daerah lebih dalam peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah. Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan salah satu instrumen transfer daerah yang mengatasi kesenjangan fiskal daerah. Semakin meningkatnya DAK sebagai tindakan afirmatif bagi daerah tertinggal seyogyanya memberikan pengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengentasan daerah tertinggal. Tujuan dari studi ini adalah mengetahui karakteristik keuangan dan kondisi desentralisasi fiskal daerah tertinggal di Indonesia, serta hubungan DAK terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal pada periode tahun 2010-2012. Dalam studi ini akan digunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Metode kuantitatif yang digunakan adalah rasio kemampuan keuangan daerah, rasio kemandirian keuangan daerah tertinggal, serta membandingkan pertumbuhan alokasi DAK per kapita dan pertumbuhan ekonomi per kapita daerah tertinggal. Populasi yang digunakan dalam studi ini adalah 183 kabupaten daerah tertinggal di Indonesia pada tahun 2010-2012. Hasil studi menunjukkan bahwa derajat desentralisasi fiskal pada daerah tertinggal sangat rendah, dan meningkatnya alokasi DAK pada daerah tertinggal tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Penulis: Dr. Rasbin, S.TP., M.S.E.

Abstrak:
Perekonomian Indonesia terus mengalami pertumbuhan di tengah krisis yang melanda dunia di mana sektor yang tumbuh adalah non-tradable sector. Disamping itu, kredit tahun 2013 mengalami perlambatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya seperti kredit ke sektor pertanian, sektor listrik, air dan gas, dan sektor konstruksi sehingga sumbangan pertumbuhan kredit ke sektor-sektor tersebut mengalami penurunan. Di lain pihak, angka kredit macet atau non-performing loan (NPL) masih menunjukkan peningkatan. Salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah dengan menekan terjadinya NPL di sektor-sektor ekonomi. Tujuan utama tulisan ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi NPL sektor-sektor ekonomi di Indonesia selama periode tahun 2005-2013. Kami menggunakan Dynamic Panel Data (DPD) meliputi estimasi difference generalized method of moments (GMM) dan system GMM. Hasil estimasi menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara NPL periode sekarang dan NPL periode sebelumnya, yang mengindikasikan bahwa NPL tersebut bersifat persisten. Hasil empiris lainnya yang ditemukan dalam studi ini adalah adanya hubungan positif antara NPL dengan suku bunga dan pertumbuhan ekonomi sektoral tetapi efek dari pertumbuhan ekonomi sektoral tidak signifikan. Selain itu, studi ini juga menemukan hubungan negatif antara NPL dan pertumbuhan kredit.

Penulis: Evita H. Legowo -- Adler H. Manurung -- Hermanto Siregar -- Gusti Azis

Abstrak:
Pada tahun 2010 pemerintah merealokasi tujuan pemanfaatan gas bumi Indonesia, dari untuk memenuhi kebutuhan perolehan devisa ekspor menjadi untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri guna mendorong pertumbuhan produksi nasional dan menciptakan efek pengganda yang lebih besar pada pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini menciptakan situasi yang dilematis bagi pemerintah karena keberhasilan realokasi gas bumi belum teruji namun akan terjadi pengurangan devisa. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini untuk (1) menganalisis perkembangan dan dinamika industri gas bumi, (2) menganalisis faktor-faktor ekonomi yang berpengaruh terhadap penawaran, dan permintaan gas bumi, dan (3) menganalisis dampak dari kebijakan ekonomi dan faktor-faktor ekonomi lainnya terhadap pemanfaatan gas bumi. Dalam rangka menjawab tujuan penelitian maka digunakan (1) analisis deskriptif untuk menjawab tujuan pertama dengan hasil berupa gambaran umum kodisi perkembangan dan dinamika pasar gas bumi Indonesia dan rencana pemanfaatan gas bumi ke depan serta kendala-kendala peraturan dan regulasi pemerintah daerah yang dirasakan sekarang, dan (2) pendekatan ekonometrika dalam bentuk persamaan simultan untuk menjawab tujuan penelitian kedua dan ketiga. Pendekatan ekonometrika menggunakan metode Two Stage Least Squares (2SLS) dengan data runtun waktu tahun 2000-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi perilaku produksi gas bumi adalah harga gas bumi Indonesia dan harga gas bumi dunia. Respon ekspor gas bumi Indonesia terhadap produksi gas bumi yang elastis dalam jangka panjang menunjukkan potensi pengembangan sumber daya gas bumi dalam mendorong ekspor gas bumi Indonesia. Di sisi lain faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan gas bumi oleh PLN dan industri pupuk urea berbeda-beda. Namun demikian subsidi menjadi kebijakan yang berpengaruh nyata dalam meningkatkan permintaan gas bumi oleh kedua industri tersebut. Berdasarkan hasil simulasi maka kebijakan realokasi gas bumi Indonesia mampu meningkatkan permintaan gas bumi domestik dan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi dibandingkan kebijakan lainnya, namun demikian kondisi ini menjadi disinsentif bagi pengembangan produksi gas bumi Indonesia.

Vol. 4 / No. 2 - Desember 2013

Penulis: Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E. -- Galuh Prila Dewi

Abstrak:
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke 4 di dunia. Jumlah penduduk yang besar jika tidak diikuti dengan peningkatan kualitas penduduk tentu membawa dampak timbulnya kemiskinan. Berbicara masalah kemiskinan di Indonesia telah mengalami penurunan sejak tahun 1976. Ada dua tujuan dari kajian ini, yang pertama adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap pengurangan kemiskinan di Indonesia. Dan tujuan yang kedua adalah mengetahui pengaruh pertumbuhan sektor keuangan terhadap pengurangan kemiskinan di Indonesia. Kajian ini menggunakan metode VAR dengan estimasi data dari tahun 2000 hingga tahun 2012. Penurunan kemiskinan ini dapat terjadi akibat pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan sektor keuangan yang mengalami peningkatan setiap tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kemiskinan. Dari penelitian juga didapatkan hasil bahwa pertumbuhan sektor keuangan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap pengurangan kemiskinan.

Penulis: Rafika Sari, S.E., M.S.E.

Abstrak:
Penetapan upah minimum berperan dalam meningkatkan upah para pekerja yang masih berpendapatan di bawah upah minimum. Upah minimum yang ideal akan mampu memenuhi harapan pekerja, pengusaha, dan pencari kerja. Kebijakan upah minimum tidak hanya berdampak pada upah pekerja dengan tingkat upah di sekitar upah minimum, tetapi juga berdampak ke seluruh distribusi upah, harga, iklim usaha, dan penyerapan tenaga kerja. Paper ini bertujuan untuk mengetahui tahapan penetapan upah minimum dan kebijakan yang mempengaruhi penetapan upah minimum di Indonesia. Metode yang digunakan dalam membahas studi ini adalah metode deskriptif dengan memanfaatkan data sekunder dan publikasi yang ada. Penetapan upah minimum masih menghadapi kendala di antaranya mekanisme bersifat adhoc dan tidak pasti sehingga upah minimum sulit diprediksi dan diperhitungkan. Penetapan upah minimum yang ada saat ini hanya memperhatikan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan belum memperhatikan faktor lainnya seperti pertumbuhan ekonomi, produktivitas, dan usaha marjinal. Pemerintah perlu berhati-hati dalam menaikkan upah minimum untuk menghindari sejumlah masalah berupa tingkat ketidakpatuhan yang tinggi dan menghambat ekspansi lapangan kerja. Upah minimum yang ideal akan mampu memenuhi harapan pekerja, pengusaha, dan pencari kerja.

Penulis: A. Arini Putri Sari -- Misdawita

Abstrak:
Permasalahan kemiskinan di Indonesia bukanlah sebuah isu yang baru lagi. Kemiskinan, di samping pengangguran dan ketimpangan sosial merupakan masalah klasik yang besar dan mendasar di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana dampak pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan, kesehatan, serta pengeluaran subsidi terhadap kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode estimasi Error Corection Model (ECM) dan Ordinary Least Square (OLS). Dari penelitian ini ditemukan bahwa pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan efektif dalam mengurangi angka kemiskinan, namun tidak dengan pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan dan subsidi akibat tidak tepat sasarannya pengguna subsidi di lapangan.

Penulis: Rita Helbra Tenrini

Abstrak:
Penelitian ini ingin mengevaluasi perencanaan pembangunan daerah di Provinsi Bangka Belitung menggunakan analisa Tabel Input Output (I-O) Tahun 2005. Metode penelitian menggunakan analisa kuantitatif deskriptif, yang berasal dari data sekunder, dokumen dan literatur yang terkait dengan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan analisis Indeks Daya Penyebaran (IDP) atau forward linkages effect ratio dan Indeks Derajat Kepekaan (IDK) atau backward linkages effect ratio,yang berasal dari pengolahan Tabel I-O. Dari pengolahan Tabel I-O terdapat 4 sektor kunci yang memiliki IDP dan IDK di atas rata-rata (>1) yaitu: (a) bangunan, (b) industri besi dan baja, (c) usaha bangunan dan jasa perusahaan, dan (d) komunikasi. Sementara itu sektor unggulan yang ditetapkan dalam Misi Pembangunan Daerah periode 2007-2012 di Provinsi Bangka Belitung atau yang dikenal sebagai Dasa Bhakti Era EMAS adalah (a) kelautan, (b) pertambangan dan energi, (c) perindustrian dan perdagangan, dan (d) perbankan dan penanaman modal. Implikasi dari penelitian ini diharapkan pemerintah daerah dalam menetapkan perencanaan pembangunan daerah yang terdapat dalam APBD sebaiknya menggunakan informasi yang berasal dari pengolahan Tabel I-O. Jika pemerintah daerah memfokuskan belanja daerah pada sektor-sektor yang menjadi sektor kunci dalam perekonomian sesuai dengan analisa Tabel I-O, maka kualitas belanja daerah akan meningkat dan menciptakan nilai tambah yang lebih dan multiplier effect yang lebih besar dalam perekonomian.

Penulis: T. Ade Surya, S.T., M.M.

Abstrak:
Pengembangan sektor perikanan hanya dapat dirumuskan secara tepat dengan memperhatikan kebutuhan pengguna sumber daya tersebut. Sektor perikanan, baik perikanan budi daya maupun perikanan tangkap, sangat bergantung pada kelestarian ekosistem pesisir, terutama terumbu karang dan hutan mangrove. Saat ini, kondisi ekosistem pesisir sangat menurun. Salah satu bentuk pelestarian ekosistem pesisir dilakukan dengan menetapkan kawasan konservasi laut di wilayah yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Kebijakan pengembangan perikanan yang berkelanjutan tidak bisa dilakukan secara parsial, harus memperhatikan faktor lingkungan, ekonomi, dan sosial secara terintegrasi.

Penulis: Eka Budiyanti, S.Si., M.S.E.

Abstrak:
Penelitian empiris mengenai twin deficit (budget deficit dan current account deficit) telah banyak dilakukan di banyak negara dengan metode dan hasil yang berbeda-beda. Tetapi belum ada yang memasukkan pengaruh keterbukaan ekonomi terhadap current account deficit. Oleh karena itu, tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengestimasi hubungan antara current account deficit dan budget deficit dari perekonomian ASEAN-5 (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Phillipina). Secara spesifik, diuji validitas twin deficit dan mempertimbangkan pengaruh indikator keterbukaan ekonomi antar negara yaitu trade openness terhadap current account deficit. Hasil dari analisis data panel perekonomian ASEAN-5 periode tahun 2006-2012, current account deficit tidak merespon perubahan yang terjadi pada budget deficit. Hasil ini mendukung teori konvensional hubungan positif antara budget deficit dan current account deficit meskipun tidak siginifikan terjadi pada perekonomian ASEAN-5. Selain itu, tabungan dan investasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap current account deficit. Meningkatnya satu persen tabungan dan investasi mendorong current account deficit meningkat/menurun masing-masing sebesar 0,98 dan 0,92 persen. Hasil estimasi juga menunjukkan trade openness tidak mempengaruhi current account deficit pada perekonomian ASEAN-5.

Penulis: Malik Cahyadin -- Deny Dwi Hartomo

Abstrak:
Industri kreatif di Kota Surakarta merupakan salah satu jenis industri yang berkembang cukup baik. Terdapat delapan faktor yang menjadi penentu keberlangsungan usaha di antaranya adalah faktor keluarga, kebijakan pemerintah, kemitraan usaha, dan manajemen usaha. Permasalahannya adalah faktor-faktor tersebut belum diperingkat berdasarkan prioritasnya dalam keberlangsungan usaha. Untuk itu tujuan penelitian ini adalah menganalisis pemeringkatan faktor-faktor penentu keberlangsungan usaha industri kreatif di Kota Surakarta. Metode analisis penelitian adalah analytic hierarchy process (AHP). Metode sampling penelitian adalah purposive sampling dan jumlah responden penelitian adalah dua puluh pelaku usaha industri kreatif di Kota Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prioritas faktor penentu keberlangsungan usaha industri kreatif di Kota Surakarta adalah faktor keluarga, kondisi lingkungan, kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi, kemitraan usaha, manajemen dan keuangan, produksi, pasar dan pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka rekomendasinya adalah (a) langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh para pelaku usaha terkait erat dengan prioritas faktor penentu keberlangsungan usaha, dan (b) langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta terkait erat dengan kebijakan pengembangan usaha kreatif dan integrasi pelaksanaan program dengan berbagai instansi.

Vol. 4 / No. 1 - Juni 2013

Penulis: Dr. Rasbin, S.TP., M.S.E.

Abstrak:
Kebijakan moneter merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mengendalikan keadaan ekonomi makro. Perubahan yang terjadi pada kebijakan moneter akan mempengaruhi variabel-variabel ekonomi yang lain. Berdasarkan hal tersebut, studi ini bertujuan untuk melakukan analisis shocks kebijakan moneter dalam perekonomian terbuka terhadap variabel-variabel ekonomi dengan menggunakan data Indonesia periode tahun 2000:1 - tahun 2012:2. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode Vector Autoregression (VAR). Hasil yang diperoleh dalam studi ini menunjukkan bahwa (1) shock kebijakan moneter terhadap variabel-variabel ekonomi menunjukkan adanya suatu fenomena puzzle atau tidak sesuai teori dan (2) kontribusi BI rate yang paling besar dirasakan oleh variabel harga (inflasi).

Penulis: Achmad Zanbar Soleh -- Lienda Noviyanti -- Rizki Maulana

Abstrak:
Rata-rata saldo kas harian yang optimal diperlukan untuk mengatasi trade-off antara profitabilitas dan risiko likuiditas dari suatu aktivitas perbankan. Nilai tersebut diperoleh dengan meminimumkan model biaya yang diperoleh dari penjumlahan biaya transfer dan biaya kas menganggur berdasarkan kendala-kendala yang ada. Pendekatan random walk digunakan untuk mendapatkan rata-rata banyaknya transfer yang terjadi dan rata-rata saldo kas harian dirumuskan dengan pendekatan distribusi generalized logistic. Optimasi dari model biaya yang diperoleh dengan pendekatan distribusi generalized logistic ini memberikan nilai saldo kas harian optimal sebesar Rp4.105.000.163,94

Penulis: Dr. Ariesy Tri Mauleny, S.Si., M.E. -- Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.

Abstrak:
Bank memiliki peranan sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat suatu negara, dan bank syariah dapat menjadi alternatif dalam membantu pencapaiannya. Perbankan syariah membutuhkan landasan hukum dalam operasionalisasinya sehingga dapat memberikan kontribusi yang maksimum bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada tanggal 16 Juli 2008. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan kinerja perbankan syariah pra dan pasca Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah serta permasalahan yang dihadapinya dan strateginya dalam mengembangkan perbankan syariah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dengan melakukan review dan sintesis serta analisis tren terhadap perkembangan kinerja perbankan syariah di Indonesia. Keberadaan Undang-Undang tersebut telah mendukung kinerja perbankan syariah di Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan kinerja perbankan syariah dilihat dari sisi aktiva, penghimpunan dana pihak ketiga, penyaluran pembiayaan, jumlah jaringan kantor bank, serta rasio-rasio keuangan. Namun dalam perkembangannya, perbankan syariah tidak luput dari permasalahan yang dihadapi oleh Bank Indonesia sebagai regulator dan pengawas serta pelaku industri dalam mengembangkan industri perbankan syariah. Permasalahan tersebut antara lain, belum adanya fatwa dan peraturan teknis operasionalisasi beberapa produk perbankan syariah yang prospektif untuk dikembangkan, minimnya tenaga profesional di bidang perbankan syariah, dan kebutuhan modal yang tinggi untuk melakukan spin off bagi unit usaha syariah. Strategi yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia dan pelaku industri perbankan syariah antara lain yaitu (a) proaktif mempromosikan sistem perbankan syariah kepada masyarakat luas, dan (b) meningkatkan layanan dan permodalan untuk mewujudkan perbankan syariah yang kuat dan sehat.

Penulis: Achmad Sani Alhusain, S.E., M.A.

Abstrak:
Salah satu keterlibatan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam pengembangan sektor industri, yaitu membangun infrastruktur fisik. Pembangunan ini mempunyai andil besar dalam upaya meningkatkan produktivitas dan mendorong minat investor sektor industri untuk mengembangkan usahanya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi dan perkembangan infrastruktur fisik yang ada, rencana pembangunan, dan kendala yang dihadapi dalam membangun infrastruktur fisik di Provinsi Sumatera Utara. Untuk menjawab tujuan tersebut maka digunakan metode kualitatif dengan mengumpulkan informasi melalui wawancara dan literatur. Hasil yang diperoleh adalah infrastruktur fisik (jalan non tol dan tol, jalan kereta api, pelabuhan, bandar udara, energi listrik) yang dimiliki Provinsi Sumatera Utara belum dapat memenuhi kebutuhan sektor industri. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah memiliki rencana pembangunan infrastruktur dan sebagian sedang dalam proses pembangunan. Namun demikian dalam rangka mewujudkan pembangunan tersebut masih menghadapi kendala keterbatasan pembiayaan, kendala penyediaan lahan, dan kendala koordinasi antar pemerintah daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah perlu mengefektifkan program kemitraan dengan merangkul pihak swasta untuk pendanaan pembangunan infrastruktur, perlu melakukan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat akan manfaat dari pembangunan ini dan yang terpenting adalah melakukan koordinasi antar pemerintah daerah agar tujuan pembangunan dapat terlaksana dengan lancar.

Penulis: Sony Hendra Permana, S.E., M.S.E. -- Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.

Abstrak:
Penelitian ini mengkaji pengaruh produk domestik bruto, infrastruktur, risiko politik, dan inflasi terhadap Foreign Direct Investment (FDI) di Indonesia. Model analisis yang digunakan adalah Johansen Multi Variate Cointegration Analysis untuk estimasi parameter jangka panjang dan Error Correction Model untuk estimasi parameter jangka pendek. Hasil uji kointegrasi membuktikan bahwa terdapat kointegrasi antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam jangka panjang variabel PDB, Infrastruktur, dan Inflasi secara signifikan memiliki pengaruh yang positif terhadap variabel FDI, sementara variabel risiko politik secara signifikan memiliki pengaruh yang negatif. Dalam jangka pendek hanya variabel perubahan inflasi saja yang signifikan berpengaruh terhadap perubahan variabel FDI. Namun kiranya dicatat bahwa hasil dugaan parameter yang bertanda positif untuk inflasi berbeda dari harapan teoritis. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dalam jangka pendek model ini memiliki speed of adjustment yang signifikan dan cepat melakukan koreksi ketika terjadi shock sehingga dapat kembali ke titik keseimbangan jangka panjangnya.

Penulis: Venti Eka Satya, S.E., M.Si., Ak.

Abstrak:
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terbukti mampu bertahan pada masa krisis ekonomi nasional tahun 2009. UMKM bahkan mampu menyediakan lapangan pekerjaan, barang-barang murah, dan melahirkan wirausaha-wirausaha baru. Perkembangan UMKM mengalami beberapa masalah salah satunya adalah masalah pemasaran khususnya terkait branding. Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai permasalahan yang dihadapi oleh UMKM pada saat pengembangan merek sehingga bisa mendapatkan masukan untuk proses pengembangannya. Analisis dilakukan menggunakan pendekatan deskriptif. Hasil kajian menunjukkan bahwa UMKM memang harus melakukan branding sehingga memiliki keunggulan kompetitif untuk bisa bersaing di pasar global.

Penulis: Dewi Wuryandani, S.T., M.M. -- Hilma Meilani, S.T., MBA.

Abstrak:
Keberadaan UMKM di Indonesia berperan penting dalam meningkatkan perekonomian bangsa dan membantu program pemerintah karena merupakan usaha padat karya yang membutuhkan banyak tenaga kerja. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai sumber daya manusia yang potensial dari segi akademis, merupakan sumber calon-calon enterpreneur muda yang kreatif dan inovatif. Namun tanpa dukungan dan dorongan yang maksimal dari pemerintah daerah, hal tersebut akan menjadi kendala. Adapun beberapa kendala yang masih dihadapi oleh UMKM di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah (1) pemasaran, (2) modal atau pendanaan, (3) inovasi dan pemanfaatan teknologi informasi, (4) ketersediaan bahan baku, (5) peralatan produksi, (6) penyerapan dan pemberdayaan tenaga kerja, (7) rencana pengembangan usaha, dan (8) kesiapan menghadapi tantangan eksternal. Masih adanya tumpang tindih kebijakan antar daerah, juga antar daerah dan pusat, sehingga pemerintah daerah perlu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi UMKM untuk menghasilkan produk berkualitas ekspor.

Vol. 3 / No. 2 - Desember 2012

Penulis: Sony Hendra Permana, S.E., M.S.E. -- Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.

Abstrak:
Nasabah debitur yang terkena dampak bencana erupsi Gunung Merapi diperkirakan akan mengalami kesulitan dalam melunasi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit. Beberapa kebijakan dan ketentuan telah diberlakukan untuk menangani permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah penanganan kredit bermasalah yang dilakukan selama ini sudah memberikan hasil.Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis kuantitatif perbedaan rata-rata dengan uji T berpasangan untuk membandingkan rata-rata dari kondisi kredit bermasalah ketika terjadi bencana alam erupsi Gunung Merapi dan pasca erupsi Gunung Merapi, agar diketahui apakah terdapat pengaruh dari kebijakan yang diberlakukan dalam mengatasi kredit bermasalah akibat erupsi Gunung Merapi. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan-kebijakan tersebut masih bisa diterapkan pada kasus pasca erupsi Gunung Merapi ini, paling tidak secara aplikatif dan evaluatif kebijakan Bank Indonesia tersebut mampu mendorong pemulihan ekonomi Usaha Mikro Kecil Menengah. Sebagian besar penurunan tentu juga dipengaruhi oleh upaya-upaya persuasif oleh bank dan debitur yang kooperatif, dengan tetap mempertimbangkan kondisi debitur (business to business).

Penulis: Venti Eka Satya, S.E., M.Si., Ak.

Abstrak:
Obligasi merupakan suatu kontrak utang dari penerbit kepada investor dengan janji akan mengembalikan pokoknya pada waktu yang telah ditentukan. Dan sebagai kompensasinya investor atau bondholder akan memperoleh kupon (bunga obligasi) yang dibayarkan secara periodik. Rating obligasi memberikan informasi dan sinyal mengenai tingkat profitabilitas dan kegagalan utang suatu perusahaan. Pemeringkatan obligasi dilakukan oleh lembaga rating independen, baik yang berskala nasional maupun internasional. Lembaga pemeringkat obligasi memiliki metode tersendiri dalam menentukan peringkat suatu obligasi. Tulisan ini membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemeringkatan obligasi, baik itu obligasi pemerintah maupun perusasahaan privat. Selanjutnya dipaparkan mengenai dampaknya terhadap pengambilan keputusan yang diambil oleh investor. Untuk menjawab tujuan penelitian tersebut penulis melakukan literature review terhadap berbagai artikel, buku, maupun hasi-hasill penelitian. Dari review tersebut penulis menyimpulkan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian obligasi, baik pemerintah maupun perusahaan privat. Rating obligasi pemerintah dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro, fiskal, politik, dan sosial seperti tingkat pengangguran. Sedangkan yang mempengaruhi rating obligasi perusahaan terbagi atas dua faktor yaitu faktor-faktor akuntansi dan nonakuntansi. Faktor-faktor akuntansi yang berpengaruh adalah rasio kas, profitabilitas, likuiditas, leverage, growth, dan size. Sedangkan faktor nonakuntansi adalah tingkat jaminan obligasi, singking fund, reputasi auditor, maturity, dan corporate governance. Dampak dari pemeringkatan obligasi pemerintah terhadap perilaku investor terlihat dari meningkatnya jumlah investasi luar negeri. Akan tetapi hal ini tidak berdampak secara signifikan pada perilaku investor perusahaan. Sedangkan pemeringkatan obligasi perusahaan terlihat berdampak secara signifikan terhadap expected return investor.

Penulis: Rafika Sari, S.E., M.S.E.

Abstrak:
Adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas semakin memperkuat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, bahwa biaya Corporate Sosial Responsibility (CSR) dimasukkan menjadi biaya perseroan. Peraturan Pemerintah ini mengatur perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang SDA dan/atau berkaitan dengan SDA, khususnya sektor pertambangan yang memiliki potensi kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto yang cukup signifikan. Dengan melihat manfaat CSR yang diterima oleh masyarakat sekitar dan biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan maka kebijakan insentif perpajakan merupakan suatu alternatif kebijakan untuk menggenjot perusahaan mengalokasikan anggaran CSR kepada masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui realisasi tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh PT. Semen Baturaja dan PT. Bukit Asam, menganalisis dampak implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 terhadap pelaku usaha, dan mengetahui sisi positif dan negatif kebijakan CSR sebagai pengurangan pajak dan strategi dalam pembuatan wacana pemberian insentif perpajakan yang perlu diterapkan di Indonesia, dengan melakukan perbandingan atas kebijakan pemberian insentif perpajakan di negara lain. Metode penelitian yang dilakukan adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan data primer, wawancara dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Semen Baturaja dan PT. Bukit Asam telah memberikan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar perusahaan pada Provinsi Sumatera Selatan dan telah mengalokasikan besaran CSR sesuai dengan Permen BUMN. Namun masih banyak perusahaan pertambangan yang menggunakan metode perhitungan besaran CSR yang berbeda-beda. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 saat ini telah dilaksanakan, namun implementasinya akan lebih berdampak positif terhadap peningkatan alokasi CSR bagi masyarakat apabila pemerintah mengatur mengenai minimal besaran dana CSR yang seharusnya dianggarkan oleh perusahaan, pemberlakuan reward dan punishment, pedoman tentang sasaran pelaksanaan CSR dan sektor-sektor yang kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk penggunaan dana CSR dengan jelas. Untuk itu dalam mengimplementasikan kebijakan CSR sebagai pengurangan pajak, pemerintah perlu mempertimbangkan sisi positif dan sisi negatif yang akan dirasakan oleh perusahaan sebagai pemberi manfaat, masyarakat sebagai penerima manfaat, dan bahkan oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan, sehingga kebijakan tersebut diharapkan akan mendorong semakin besarnya alokasi CSR di Indonesia.

Penulis: Muhammad Ilham Riyadh

Abstrak:
Ditinjau dari potensi sumber daya wilayah, sumber daya alam Indonesia memiliki potensi ketersediaan pangan yang beragam dari satu wilayah ke wilayah lainnya, baik sebagai sumber karbohidrat maupun protein, vitamin, dan mineral, yang berasal dari kelompok padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, kacang-kacangan, sayur dan buah, dan biji berminyak. Potensi sumber daya pangan tersebut belum seluruhnya dimanfaatkan secara optimal sehingga pola konsumsi pangan rumah tangga masih didominasi beras. Keanekaragaman konsumsi pangan dan gizi yang sesuai dengan kaidah nutrisi yang seimbang belum terwujud. Tujuan dalam penelitian ini adalah (1) menghitung angka kecukupan energi penduduk Kota Medan Provinsi Sumatera Utara tahun 2010, dan (2) menganalisis perencanaan konsumsi pangan ideal bagi Kota Medan tahun 2010-2015 untuk mencapai skor PPH ideal. Angka Kecukupan Energi Rata-Rata Penduduk (AKERP) Kota Medan tahun 2010 adalah Energi sebesar 2.421,94 Kkal dan protein sebesar 74,03 gram di atas kandungan gizi yang dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu energi sebesar 2000 Kkal dan protein sebesar 52 gram kapita/hari. Pola konsumsi penduduk Kota Medan adalah pola pangan pokok beras dengan distribusi kelompok padi-padian sebesar 55,07 persen dari total kalori, sedangkan kelompok pangan dengan distribusi kalori terkecil adalah kelompok gula sebesar 1,37 dari total kalori. Perencanaan konsumsi pangan di Kota Medan menuju ideal mengacu pada kondisi harapan secara nasional yaitu skor pola pangan sebesar 95 diharapkan dapat dicapai pada tahun 2015 dengan peningkatan skor PPH sebesar 3,5 poin/tahun. PPH Kota Medan untuk tahun 2010 sebesar 82,50. Dengan komposisi mutu dan skor PPH tersebut, maka dapat dinyatakan pola konsumsi pangan penduduk Kota Medan menyerupai pola konsumsi nasional.

Penulis: Hilma Meilani, S.T., MBA. -- Dewi Wuryandani, S.T., M.M.

Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perkembangan ekonomi dan ketimpangan ekonomi regional antardaerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Unit analisis adalah kabupaten/kota di Provinsi NTB dengan menggunakan data sekunder periode 2006-2009. Analisis klasifikasi perkembangan ekonomi dilakukan dengan tipologi Klassen, ketimpangan regional dengan indeks entropi Theil, sektor unggulan dengan Location Quotient, dan spesialisasi regional dengan indeks Krugman. Penelitian ini menunjukkan bahwa Kabupaten Sumbawa Barat dan Kota Mataram tergolong daerah cepat maju dan cepat tumbuh, Kabupaten Sumbawa dan Dompu tergolong daerah maju tapi lamban tumbuh, Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah tergolong daerah berkembang cepat, serta Kabupaten Lombok Timur, Bima, Lombok Utara, dan Kota Bima tergolong daerah relatif tertinggal. Ketimpangan regional tergolong tinggi, ketimpangan terbesar terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat, dan terkecil di Kabupaten Lombok Tengah. Sektor unggulan Kabupaten Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, Bima, dan Lombok Utara adalah sektor tanaman bahan makanan, Kabupaten Sumbawa Barat unggul pada sektor perdagangan, Kota Mataram unggul pada sektor pengangkutan, Kota Bima unggul pada sektor pemerintahan, sedangkan Lombok Barat tidak memiliki sektor unggulan. Kabupaten/kota di NTB tidak memiliki indeks spesialisasi yang tinggi.

Penulis: Dewi Restu Mangeswuri, S.E., M.Si. -- Niken Paramita Purwanto, S.E., M.Ak.

Abstrak:
Rumah dan kelengkapannya merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Sebagai daerah yang sedang membangun, kebutuhan perumahan di Batam cukup tinggi. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan kinerja ketersediaan dan kebutuhan perumahan rakyat, serta kebijakan antisipatif dalam pengembangannya. Pengumpulan data dilakukan melalui diskusi dan wawancara dengan pakar, serta melalui kajian literatur dan Undang-Undang pendukungnya. Hasilnya menunjukkan bahwa pembangunan perumahan di Batam menunjukkan prospek yang baik. Pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan dalam hal kemudahan proses pembiayaan dan suku bunga KPR yang kondusif, sehingga mampu mendorong perkembangan ekonomi perumahan, khususnya perumahan tipe menengah dan sederhana.

Penulis: T. Ade Surya, S.T., M.M.

Abstrak:
Pertumbuhan yang cukup baik dan kontribusi yang cukup besar dari sektor industri manufaktur menunjukkan bahwa sektor ini mempunyai peran yang sangat penting dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi nasional. Namun untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan pertumbuhan industri manufaktur jauh lebih baik lagi sepertinya akan sulit karena terkendala permasalahan ketersediaan dan kualitas infrastruktur yang belum memadai. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui berbagai permasalahan infrastruktur dan upaya seperti apa yang harus dilakukan dalam membangun dan memperbaiki infrastruktur agar kinerja sektor industri manufaktur dapat meningkat, di samping juga untuk mengetahui hambatan-hambatan lainnya. Metode yang digunakan dalam membahas tulisan ini adalah metode deskriptif dengan memanfaatkan data sekunder dan publikasi yang ada. Dari hasil analisis diketahui bahwa pembangunan dan perbaikan infrastruktur tidak hanya sebatas pada infrastruktur fisiknya saja, tetapi juga mencakup keseluruhan sistem. Ketersediaan infrastruktur dengan kualitas yang baik dapat memaksimalkan efisiensi biaya dan efektivitas distribusi, serta dapat meningkatkan arus investasi di sektor industri manufaktur. Selain itu, ketergantungan sektor industri manufaktur terhadap impor bahan baku juga harus diatasi dengan memperkuat struktur industri manufaktur.

Vol. 3 / No. 1 - Juni 2012

Penulis: Eka Budiyanti, S.Si., M.S.E. -- Lisnawati, S.Si., M.S.E.

Abstrak:
Sejak krisis global tahun 2008, perkembangan ekonomi global terutama sektor keuangan menunjukkan perbaikan, termasuk di kawasan ASEAN. Hal ini dapat dilihat dari indikator keuangan beberapa negara ASEAN seperti rasio money supply terhadap PDB, rasio tingkat kredit terhadap PDB, dan rasio investasi terhadap PDB. Peningkatan sektor keuangan juga disertai dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN. Berdasarkan fakta ini, penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pengaruh indikator keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi di lima negara ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura. Indikator keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio money supply terhadap PDB, rasio tingkat kredit terhadap PDB, dan rasio investasi terhadap PDB. Dengan menggunakan data panel untuk periode 1990-2010, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua indikator keuangan yang secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di lima negara ASEAN, yaitu rasio money supply terhadap PDB dan rasio investasi terhadap PDB.

Penulis: Dr. Ariesy Tri Mauleny, S.Si., M.E. -- Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.

Abstrak:
Provinsi Riau dikenal sebagai daerah yang kaya keragaman sumber daya alam namun belum bisa melepaskan diri dari kemiskinan dan ancaman krisis pangan. Penelitian ini menjadi penting untuk dilakukan guna mengetahui pengaruh antara PDRB, harga beras, dan kemiskinan dengan menggunakan data tahun 2005-2009 dan metode estimasi regresi data panel fixed effect untuk setiap kabupaten/kota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara agregat PDRB sektor pertanian dan migas saling bertentangan pengaruhnya terhadap kemiskinan di mana sektor pertanian berpengaruh negatif terhadap kemiskinan, sektor migas berpengaruh positif terhadap kemiskinan, sementara harga beras berpengaruh negatif terhadap prevalensi kemiskinan. Apabila dilihat per daerah, maka kabupaten yang memiliki tanda fixed effect cross positif di mana PDRB sektor pertanian negatif adalah Kuantan Singgigi, Indragiri Hulu, Rokan Hulu, dan Kampar.

Penulis: Dr. Rasbin, S.TP., M.S.E.

Abstrak:
Lahan tebu menjadi salah faktor produksi yang penting bagi kegiatan budidaya tanaman tebu, kesejahteraan petani tebu, dan pencapaian ketahanan pangan. Namun demikian kompetisi penggunaan sumber daya, termasuk lahan, menjadi tidak terhindarkan. Jika kondisi ini tidak dikelola dengan baik, maka akan menganggu capaian sasaran swasembada gula dan swasembada komoditas lainnya, khususnya padi. Bagaimanapun juga padi masih menjadi makanan pokok terpenting bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis penggunaan lahan untuk tebu dan padi terhadap pencapaian sasaran swasembada gula. Pendekatan ekonometrika digunakan untuk menjawab tujuan penelitian tersebut. Hasil temuan menunjukkan bahwa (1) penggunaan luas lahan tebu, salah satu upaya mencapai keberhasilan swasembada gula, dipengaruhi harga gula dan tebu dan harga padi, (2) harga gula dan tebu belum menjadi insentif bagi perluasan pengusahaan tanaman tebu. Oleh sebab itu apabila hal tersebut tidak didukung oleh keberpihakan Pemerintah melalui regulasi dan infrastruktur, dikhawatirkan swasembada gula sulit tercapai, (3) komoditas padi menjadi komoditas yang sangat dominan dalam menentukan pergeseran penggunaan lahan tebu, khususnya di pulau Jawa, dan (4) harga padi lebih menstimulasi penggunaan lahan padi dibandingkan dengan harga gula dan tebu serta harga kedelai.

Penulis: Dr. Suhartono, S.IP., M.P.P.

Abstrak:
Industri konstruksi telah menjadi sektor ekonomi yang penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Posisinya di tempat ketiga terbesar dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena sektor ini sangat menarik bagi pengusaha jasa konstruksi. Selain itu, produk konstruksi telah menjadi modal aset bagi bangsa, negara, masyarakat, dan menjadi simbol kemajuan bangsa. Besarnya daya tarik sektor ini, mengarah ke kompetisi dan menarik kepentingan antara negara dan masyarakat, antara negara-negara atau antara sekelompok orang di mana hal tersebut pada akhirnya mempengaruhi perkembangan sektor ini. Untuk mengatur hal itu, Indonesia memerlukan penataan sektor, karena perubahan dalam tantangan global, dinamika sosial, dan politik di tingkat nasional harus dikelola dengan baik untuk pertumbuhan sektor konstruksi. Hal ini seharusnya dapat diatur melalui perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kostruksi.

Penulis: Asep Ahmad Saefuloh

Abstrak:
Brain drain merupakan fenomena umum yang terjadi hampir di semua negara, termasuk Indonesia. Masalah ini mendorong Pemerintah untuk melakukan strategi reverse brain yang diimplementasikan ke dalam berbagai kebijakannya sehingga merubah dari brain drain menjadi brain gain. Hal ini diperkuat dengan analisis literatur yang memperlihatkan bahwa memang sedang terjadi gejala brain drain. Untuk itu perlu dikembangkan kebijakan dengan pengembangan sistem inovasi nasional yang didukung dengan peningkatan penelitian dan pengembangan yang dibarengi dengan penciptaan iklim kondusif bagi pengembangan Iptek, dan pendekatan ini perlu disinerjikan dengan perencanaan pembangunan.

Penulis: Abu Huraeroh -- Riyanto

Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis kinerja dan efisiensi dari industri batik di Kota Pekalongan sebelum dan setelah pelaksanaan Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) dan (2) menganalisis faktor yang mempengaruhi efisiensi industri batik di Kota Pekalongan. Penelitian ini menggunakan analisis statistik inferensi untuk menguji perbedaan kinerja dan efisiensi industri batik di Kota Pekalongan sebelum dan setelah pelaksanaan ACFTA. Pendekatan stochastic frontier digunakan untuk menghitung tingkat efisiensi dan analisis multiple regression digunakan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi efisiensi industri batik. Penelitian ini menemukan bahwa setelah pelaksanaan ACFTA, maka (1) profit margin industri batik di Kota Pekalongan turun secara signifikan, (2) efisiensi teknis industri batik di Kota Pekalongan terus melonjak tajam hingga 84 persen (sebelum pelaksanaan ACFTA) menjadi 88 persen, dan (3) faktor yang mempengaruhi efisiensi dari industri batik di Kota Pekalongan adalah paguyuban (mewakili modal sosial), pendidikan (mewakili kualitas sumber daya manusia), dan penggunaan teknologi blower.

Penulis: Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E. -- Galuh Prila Dewi

Abstrak:
Krisis pangan dunia merupakan ancaman bagi semua negara, termasuk Indonesia. Paradigma kebijakan pangan yang diterapkan di Indonesia harus berubah dari ketahanan pangan menjadi kemandirian pangan agar Indonesia tidak tergantung pada negara lain terutama untuk masalah pangan. Salah satu kebijakan yang sesuai untuk untuk diterapkan dalam mencapai kemandirian pangan dan mengantisipasi krisis pangan adalah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan merupakan suatu proses penganekaragaman pangan atau upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang. Salah satu kendala pengembangan pangan lokal adalah belum dikembangkan produk turunan yang mudah diterima dan dijangkau masyarakat. Selain itu diversifikasi pangan juga terhambat oleh pemikiran masyarakat yang beranggapan bahwa hanya beras makanan pokok mereka. Salah satu cara untuk mengembangkan produk pangan lokal adalah dengan diberikannya insentif bagi perusahaan atau industri pangan yang berbahan dasar pangan lokal.

Vol. 2 / No. 2 - Desember 2011

Penulis: Telisa Aulia Falianty

Abstrak:
Krisis global telah menyebar ke seluruh dunia dan menimbulkan pesimisme di berbagai belahan dunia. Krisis di Amerika Serikat dan Eropa telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi dunia secara rata-rata melambat. Krisis global ini harus ditangani dengan menggunakan kebijakan publik yang tepat. Makalah ini akan membahas desain kebijakan publik untuk menangani krisis baik dari kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan sektoral. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dilengkapi dengan metodologi kuantitatif di beberapa bagian. Analisis dari kajian menunjukkan bahwa Indonesia harus mengambil serangkaian kebijakan baik di kebijakan fiskal, moneter, maupun sektoral untuk menangani dan memitigasi krisis.

Penulis: Edmira Rivani, S.Si., M.Stat. -- Rafika Sari, S.E., M.S.E.

Abstrak:
Kebijakan perizinan kepemilikan saham perbankan melalui PP Nomor 29 Tahun 1999 yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia sejak krisis finansial pada tahun 1997-1998 membuka kesempatan pihak asing untuk memiliki saham perbankan hingga 99 persen proporsi saham industri bank. Hingga saat ini, kebijakan tersebut masih terus berjalan dan menyebabkan semakin meningkatnya kepemilikan saham perbankan oleh pihak asing. Hal ini memberikan dampak positif dan dampak negatif terhadap pertumbuhan industri perbankan Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan kepemilikan asing saham perbankan di Indonesia, dan mengetahui pemberlakuan asas kesetaraan kepemilikan saham perbankan terhadap pertumbuhan industri perbankan yang perlu diterapkan di Indonesia, dengan melakukan perbandingan atas kebijakan pembatasan kepemilikan di negara lain.

Penulis: Sony Hendra Permana, S.E., M.S.E.

Abstrak:
Garam memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia sebab garam digunakan untuk konsumsi dan industri setiap hari. Produksi garam nasional masih jauh di bawah kebutuhan masyarakat Indonesia, padahal Indonesia adalah Negara kepulauan yang luas lautnya lebih luas dari daratan. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan Pemerintah dan alternatifnya dalam mendorong peningkatan produksi garam. Hasil kajian menunjukkan bahwa permasalahan industri garam seperti lemahnya institusi kelembagaan, dan posisi tawar petambak garam akibat tidak memadainya infrastruktur dan fasilitas produksi akibat lahan potensial tidak semuanya dimanfaatkan untuk memproduksi garam dan masih dikelola secara tradisional. Selain itu masalah permodalan, regulasi yang menyangkut pengaturan penetapan harga awal dan pengaturan garam impor, isu tata niaga yang terkait dengan impor, serta masih tingginya deviasi harga, serta terjadinya penguasaan kartel perdagangan garam pada tingkat lokal dan regional. Kebijakan penanganan impor garam dan pemberdayaan usaha garam rakyat diharapkan mampu meningkatkan produksi garam nasional. Di samping itu pembentukan buffer stock (stok penyangga) untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan kebutuhan pangan nasional, khususnya garam, sudah mendesak untuk segera direalisasikan.

Penulis: Dewi Restu Mangeswuri, S.E., M.Si. -- Niken Paramita Purwanto, S.E., M.Ak.

Abstrak:
Penanaman modal asing dan hutang luar negeri merupakan indikator ekonomi yang sering menjadi pembicaraan akan pengaruhnya terhadap pertumbuhan suatu negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana pengaruh hutang luar negeri dan penanaman modal langsung terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penelitian ini merupakan analisis terhadap data sekunder. Data yang digunakan adalah data time series dari tahun 1981 sampai tahun 2010. Alat analisis yang digunakan adalah regresi linear. Di mana pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai indikator Produk Domestik Bruto (PDB) riil sebagai variabel dependen dan hutang luar negeri dan penanaman modal asing sebagai variabel independen. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terdapat pengaruh yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dengan hutang luar negeri dan penanaman modal asing. Besarnya pengaruh variabel tersebut sebesar 57,4 persen, sedangkan 42,6 persen lainnya dipengaruhi oleh faktor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Secara lengkap variabel tersebut memiliki pengaruh signifikan dengan probabilitas 5 persen. Untuk variabel hutang luar negeri diperoleh probabilitas sebesar 0,003 dengan arah positif. Ini menunjukan bahwa hutang luar negeri memiliki pengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan probabilitas untuk penanaman modal asing adalah 0,009 dengan arah positif. Ini menunjukan bahwa penanaman modal asing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Penulis: Eka Budiyanti, S.Si., M.S.E. -- Lisnawati, S.Si., M.S.E.

Abstrak:
Hubungan antara sektor finansial dan pertumbuhan ekonomi telah diteliti sejak awal abad ke-20 dan telah menjadi bahan perdebatan diantara para ahli ekonomi. Pasar modal merupakan salah satu dari sektor finansial yang berkembang sangat pesat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana hubungan antara pasar modal dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Data yang digunakan adalah data IHSG dan pertumbuhan ekonomi kuartalan dari tahun 1999 sampai tahun 2011. Teknik analisis yang digunakan adalah Vektor Autoregresi (VAR). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa Pasar modal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia secara signifikan,variabel yang mempengaruhi PDBt secara signifikan yaitu variabel IHSGt-3,PDBt-2,PDBt-3, dan PDBt-4. Namun pertumbuhan ekonomi tidak mempengaruhi perkembangan pasar modal di Indonesia, Variabel yang mempengaruhi IHSGt secara signifikan hanya variabel IHSGt-1.

Penulis: T. Ade Surya, S.T., M.M.

Abstrak:
Mendesaknya kebutuhan infrastruktur untuk menopang pertumbuhan ekonomi sudah tidak bisa terbantahkan lagi. Kendala utamanya adalah pengadaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala kebijakan pengadaan tanah seperti apakah yang menyebabkan lambatnya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Data dan informasi bersumber dari dokumen-dokumen dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala kebijakan berasal dari implementasi kebijakan itu sendiri. Selain itu, masalah nilai ganti rugi tanah yang selama ini seringkali menjadi masalah utama, ternyata disebabkan oleh cara penetapan Panitia Pengadaan Tanah yang tidak independen.

Penulis: Sukarna Wiranta

Abstrak:
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah salah satu pilar penting dalam pemasukan pendapatan negara melalui kinerja atau kontrubusi keuangan yang besar terhadap pembangunan nasional. Lagi pula, peningkatan kontribusinya terhadap PDB dan modalnya harus ditingkatkan supaya BUMN siap untuk meningkatkan pengeluarannya dalam upaya perbaikan sarana dan prasarana BUMN tersebut. Di sini, PT. KAI (Kereta Api Indonesia) sebagai BUMN dibidang transportasi perlu diprivatisasi dalam upaya meningkatkan modalnya tersebut guna menutupi pengeluaranpengeluaran dalam biaya operasional serta perbaikan sarana dan prasarananya melalui skema IPO (Initial Procedure Obligation) atau PSO (Public Service Obligation). Makalah ini akan menginvestigasi kinerja PT. KAI, terutama kinerja atau pengelolaan PT. KCJ melalui skema PSO.

Vol. 2 / No. 1 - Juni 2011

Penulis: Asep Ahmad Saefuloh

Abstrak:
Penulis melihat bahwa hampir setiap negara memiliki sisi penawaran yang selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong produksi dengan tujuan menyerap angkatan kerja. Salah satu kebijakan ketenagakerjaan yang dianggap penting adalah legalisasi penerapan outsourcing. Penulis melihat bahwa praktek penerapan outsourcing menimbulkan banyak permasalahan, terutama masih terjadi praktek outsourcing pada usaha-usaha yang dapat dikategorikan core business-nya.

Penulis: Sukarna Wiranta

Abstrak:
penulis melihat kinerja BUMN seharusnya dinilai berdasarkan tiga tolok ukur yakni profitabilitas, likuiditas, dan sovabilitas. Atas dasar ini, diperoleh 4 kategori BUMN yaitu, sangat sehat, sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Jika kinerja BUMN tidak sehat dan tidak dapat diperbaiki, maka BUMN itu lebih baik diprivatisasi saja. Kebijakan ini bisa ditafsirkan, pertama, menekan pimpinan BUMN untuk memperbaiki kinerjanya dan kedua, peluang untuk melakukan privatisasi tanpa terikat dengan komitmen ideologis.

Penulis: Dewi Wuryandani, S.T., M.M. -- Hilma Meilani, S.T., MBA.

Abstrak:
Peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memperbaiki dan mengawasi mutu baik untuk produk perikanan untuk ekspor dan pasar dalam negeri. Fokus dari penulis adalah pada potensi dan kendala apa saja yang dibutuhkan dalam pengelolaan sumber daya perikanan laut agar dapat mendukung ketahanan pangan di Indonesia yang berkelanjutan dan untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kualitas sumber daya ikan.

Penulis: Galuh Prila Dewi -- Venti Eka Satya, S.E., M.Si., Ak.

Abstrak:
mengkaji persoalan budidaya tanaman merupakan salah satu kegiatan yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas produksi komoditas pertanian terkait dengan rencana perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 yang mengatur tentang Sistem Budidaya Tanaman. Penulis berpandangan bahwa pelaksanaan budidaya tanaman yang efektif seharusnya menghasilkan produksi yang berdaya saing dan mampu meningkatkan peranan pemasukan sektor pertanian terhadap pendapatan negara.

Penulis: Dr. Ariesy Tri Mauleny, S.Si., M.E.

Abstrak:
Tulisan ini mengkaji mengenai struktur beserta kebijakan sektor hulu dan hilir gas bumi pasca pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, terutama dampaknya pada usaha penggunaan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri. Persoalan yang menghambat usaha tersebut serta mengkaji lebih jauh upaya-upaya mengurangi ketergantungan pada sektor industri dan peningktan penggunaan gas kota pada sektor rumah tangga dan Bahan Bakar Gas (BBG) pada sektor transportasi.

Penulis: Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.

Abstrak:
Mengangkat persoalan manajemen pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Persoalannya bersumber dari banyaknya organisasi-organisasi pengelola zakat. Sampai dengan 2010 terdapat 33 BAZ tingkat Provinsi, 429 BAZ tingkat Kota/Kabupaten, 4771 BAZ tingkat Kecamatan, dan 18 LAZ tingkat Nasional. Namun mekanisme kerja dari pengelola zakat ini belum diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999.

Penulis: Dr. Rasbin, S.TP., M.S.E. -- Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E.

Abstrak:
Kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk bertahan hidup di tengah globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia sangat penting bagi Indonesia setidaknya untuk dua alasan. Pertama, UKM secara historis telah menjadi salah satu aktor ekonomi utama dalam perekonomian Indonesia, terhitung lebih dari 90 persen dari semua perusahaan di seluruh sektor dan menyediakan peluang kerja untuk lebih dari 90 persen dari total tenaga kerja negara. Kedua, rezim perdagangan Indonesia telah bergeser secara signifikan dari pasar yang sangat dilindungi ke sistem ekonomi yang lebih terbuka. Dengan berfokus pada UKM di Indonesia, makalah ini menganalisis bagaimana meningkatkan daya beli permintaan dari negara lain, dan upaya pemerintah untuk infra-struktur yang lebih baik, standarisasi produk, dan tata kelola yang baik untuk UKM yang sangat penting untuk dilaksanakan. Pemerintah juga, terutama di tingkat kabupaten (misalnya provinsi atau kotamadya), memiliki peran terbaik untuk dimainkan, seperti dengan memberikan bantuan teknis, informasi, pinjaman lunak, serta memfasilitasi kerja sama antara UKM dan universitas lokal. , R & D institutes, dan asosiasi bisnis.

Vol. 1 / No. 2 - Desember 2010

Penulis: Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E. -- Dr. Rasbin, S.TP., M.S.E.

Abstrak:
Dalam analisis regresi metode time series pada tahun 1990 hingga 2008, penelitian ini mencoba untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi dan pendukung lain dari variabel‐variabel, yakni, pengeluaran pemerintah dan jumlah pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia. Dalam penelitian ini penulis menemukan hasil yang cukup menarik. Berdasarkan hasil estimasi tahun lalu menemukan bahwa hubungan positif yang signifikan antara PDB dan angka kemiskinan di Indonesia terdapat hubungan negatif dan signifikan antara pengeluaran pemerintah (GE) dengan tingkat kemiskinan di Indonesia. Oleh karena itu, pengeluaran pemerintah (GE) harus ditingkatkan karena terkait dengan pengurangan tingkat kemiskinan di Indonesia.

Penulis: Dr. Ariesy Tri Mauleny, S.Si., M.E. -- Achmad Sani Alhusain, S.E., M.A.

Abstrak:
Studi ini menunjukkan bahwa pada dasarnya negara memiliki kesanggupan dalam mengalokasikan dua puluh persen untuk pendidikan dilihat dari tren penerimaan negara yang terus meningkat, hanya saja peningkatan penerimaan tersebut selalu dibarengi dengan peningkatan belanja negara sehingga menimbulkan kebijakan anggaran defisit. Oleh karena itu DPR bersama pemerintah perlu komitmen untuk memprioritaskan anggaran tersebut setiap tahun melalui perencanaan anggaran, pengawasan dalam penggunaan anggaran maupun pertanggungjawaban anggaran pendidikan tersebut dalam memenuhi hak publik atas pendidikan.

Penulis: T. Ade Surya, S.T., M.M.

Abstrak:
Terhambatnya pembangunan sektor infrastruktur selama ini disebabkan keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah. Dana yang dibutuhkan untuk membangun sektor ini cukup besar sedangkan pemerintah juga harus mengalokasikan dana tersebut untuk kepentingan pembangunan dibidang‐bidang lainnya. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah harus merangkul pihak‐pihak lain yang mempunyai kepentingan dalam pembangunan infrastruktur. Skema kemitraan publikswasta yang telah dikembangkan oleh pemerintah selama ini harus dilaksanakan secara lebih serius, mengingat skema ini merupakan salah satu jalan keluar bagi pemerintah untuk mengatasi keterbatasan anggaran

Penulis: Dewi Restu Mangeswuri, S.E., M.Si. -- Niken Paramita Purwanto, S.E., M.Ak.

Abstrak:
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pasar moderen berkembang sangat pesat sementara pasar tradisional tetap pada kondisi yang sama dan cenderung tidak ada perbaikan. Yang dibutuhkan pasar tradisional saat ini adalah peraturan pemerintah yang tegas dan jelas agar dapat mendorong pasar tradisional agar dapat perkembang sejalan dengan perkembangan pasar moderen dalam kebersamaan, saling melengkapi, saling menguatkan dan juga saling menguntungkan.

Penulis: Edmira Rivani, S.Si., M.Stat. -- Rafika Sari, S.E., M.S.E.

Abstrak:
Kementerian pertanian telah mencanangkan Rancangan Rencana Strategis (Renstra) tahun 2010‐2014 dengan menargetkan tercapainya swasembada pangan. Salah satu target swasembada tersebut ditujukan pada upaya peningkatan target swasembada daging sapi mencapai produksi 550 ribu ton pada tahun 2014. Upaya ini dilakukan dalam rangka memenuhi permintaan daging sapi yang terus meningkat dan menyaingi ketersediaan daging sapi. Namun demikian, upaya pencapaian target swasembada daging sapi perlu didukung oleh peningkatan jumlah ternak. Tulisan ini membahas lebih jauh tentang kebijakan untuk mencapai swasembada daging sapi.

Penulis: Sony Hendra Permana, S.E., M.S.E.

Abstrak:
Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan permintaan karet dunia dan luas areal tanam yang dimiliki, Indonesia berpotensi untuk menjadi negara penghasil karet terbesar di dunia. Meskipun Indonesia memiliki areal kebun karet terbesar di dunia, mutu dan produktivitas karet Indonesia masih berada di bawah kedua negara produsen utama lainnya. Dalam analisis menggunakan metode perhitungan Revealed Comparative Advantage (RCA), Acceleration Ratio (AR), dan Trade Specialization Index (TSI) ditemukan bahwa karet Indonesia yang memiliki daya saing dan spesialisasi ekspor hanyalah merupakan karet alam yang masih mentah (kode HS 4001 dan 4003), sementara produk barang‐barang dari karet lainnya belum memiliki daya saing.

Vol. 1 / No. 1 - Juni 2010

Penulis: Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.

Abstrak:
Transformasi pada BUMN Penyelenggara Jaminan Sosial diulas tentang persoalan lembaga-lembaga penyelenggara jaminan sosial selama ini yang ternyata memiliki karakteristik yang sangat berbeda sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Penulis: Dewi Wuryandani, S.T., M.M. -- Hilma Meilani, S.T., MBA.

Abstrak:
Tulisan ini mengulas potensi panas bumi sebagai energi alternatif pembangkit tenaga listrik di Indonesia dalam rangka menopang kebijakan ekologis dan penghematan subsidi listrik ke depan. Hasil kajiannya menunjukkan potensi energi panas bumi Indonesia mencapai 28.000 MW (sekitar 40% dari cadangan dunia). Untuk itu, pemerintah untuk mengambil kebijakan yang kondusif untuk menindaklanjuti UU No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi dan roadmap pengembangan panas bumi tahun 2004-2025.

Penulis: Galuh Prila Dewi -- Venti Eka Satya, S.E., M.Si., Ak.

Abstrak:
Tulisan ini mengulas politik pajak negara, khususnya pajak penghasilan (PPh). Dari serangkaian revisi UU terkait, penulis menemukan tidak adanya peningkatan yang signifikan dalam jumlah penerimaan PPh sebagai akibat masih kuatnya berbagai faktor dan kepentingan yang mendasarinya.

Penulis: Eka Budiyanti, S.Si., M.S.E. -- Lisnawati, S.Si., M.S.E.

Abstrak:
Tulisan ini mengulas faktor fundamental ekonomi yang mempengaruhi resiko pinjaman luar negeri. Dalam kajiannya, penulis mengajukan argumen rekomendatif bahwa pemerintah harus senantiasa meningkatkan kemampuan untuk membayar utang dalam jangka pendek dalam rangka menurunkan resiko gagal bayar (default) dan menjaga stabilitas variabel-variabel makroekonomi

← Sebelumnya 1 2 3 Selanjutnya →