Jurnal Kepakaran

Vol. 14 / No. 1 - Mei 2023

Penulis: Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.

Abstrak:
Pemerintah desa merupakan salah satu lembaga yang memiliki peran penting dalam pemerataan pembangunan dan kesejahteraan di Indonesia. Melihat pentingnya peran desa dalam mewujudkan pembangunan serta kesejahteraan, pemerintah pusat membuat undang-undang yang mengakui kewenangan otonomi desa yaitu UU no 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Undang-Undang ini memberikan hak seluas-luasnya pada desa untuk mengatur wilayahnya sendiri. Tulisan ini akan mengkaji tentang pembangunan desa pasca Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Pembangunan terutama dalam hal pembangunan demokrasi di tingkat desa maupun pembangunan infrastruktur dan ekonomi desa. Ditemukan bahwa dalam hal pembangunan desa, Kemendes telah menetapkan beberapa indikator yang memberi kemudahan kepada desa untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemandirian desa. Instrumen tersebut dikenal dengan istilah Indeks Desa Membangun (IDM). Sedangkan untuk menjadi desa maju dan mandiri ada beberapa program dan invovasi yang dapat dikembangkan desa. Kemandirian dan demokrasi Desa merupakan alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat Desa. Keduanya membuka jalan bahwa desa berhak untuk mengelola sumberdaya alam atau alokasi dana bagi perbaikan pelayanan dasar dan pengembangan ekonomi lokal. Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam optimalisasi pembangunan desa sesuai UU Desa ialah terus memperkuat demokrasi desa melalui tingkat partisipasi masyarakat, meningkatkan IDM desa, serta mampu menciptakan produk yang berdaya saing.

Penulis: Melyana Ratana Pugu

Abstrak:
Tulisan ini bertujuan memberikan analisa terkait kesiapan Provinsi Papua Selatan sebagai salah satu provinsi hasil pemekaran Provinsi Papua dalam kesiapannya menuju pemilihan umum 2024 mendatang. Tulisan ini menemukan bahwa perlunya Provinsi Daerah Otonomi Baru salah satunya adalah Provinsi Papua Selatan mempersiapkan berbagai hal menuju suksesnya pemilihan umum serentak tahun 2024. Hal penting yang diperlukan dalam menyongsong pesta demokrasi ini adalah mempersiapkan sumber daya manusia penyelenggara pemilihan umum, peserta pemilihan umum dan juga mempersiapkan masyarakat Papua Selatan untuk mengenal dengan baik wilayah pemilihan dan daerah pemilihan dalam pemilu mendatang. Selain itu masyarakat Papua Selatan juga perlu menyiapkan diri untuk berpartisipasi secara langsung dalam ajang kontestasi pemilihan umum ini sehingga dapat membawa langsung aspirasi dari wilayahnya. Tulisan ini menggunakan metode penelitian Kualitatif eksploratif yaitu menjelaskan data yang didapatkan melalui data sekunder yaitu melalui jurnal, media massa online maupun peraturan pemerintah kemudian data ditriangulasi sehingga mendapatkan kebenaran. Luaran dari tulisan ini adalah pentingnya kesiapan pemerintah Provinsi Papua Selatan sebagai daerah otonomi baru dalam mempersiapkan sumber daya manusia dan perangkat pendukung untuk tertib penyelenggaraan menuju pesta demokrasi tahun 2024. Perlunya tertib administrasi penyelenggara dan sosialisasi aktif kepada masyarakat sebagai partisipan pemilik hak suara dalam pemilu sehingga masyarakat mengenal wakilnya dari setiap daerah pemilihan dan kursi yang diwakili dapat membawa aspirasi masyarakat di wilayah daerah otonomi baru Papua seperti halnya Provinsi Papua Selatan.

Penulis: Veronika Ina Assan Boro

Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk meninjau corak resistensi dalam kebijakan pembangunan ekowisata Hutan Oeluan. Protes tersebut berlatar penghormatan masyarakat terhadap mata air yang disakralkan. Gugus teori 'Politk Satu Dimensi' sebagai pisau analisis mencermati praktik politik yang mengarusutamakan impak ekonomi pariwisata. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan spesifikasi metode deskriptif-eksploratif. Hasil penelitian menunjukan upaya reifikasi Hutan Oeluan ialah strategi politik untuk mendekati masyarakat secara apik dan terencana telah memicu deforestasi dan desakralisasi yang marak terjadi di Nusa Tenggara Timur. Urgensi usaha masyarakat adat terletak pada mengajukan politik multidimensional dalam korpus kebijakan kawasan ekowisata Hutan Oeluan.

Penulis: Muhammad Kamarullah

Abstrak:
Penelitian ini bertujuan menganalisis kebijakan pemerintah Indonesia menolak repatriasi warga negara Indonesia (WNI) eks Islamic State Iraq and Syria (ISIS) dari Suriah tahun 2020. Isu repatriasi ini menjadi dilema bagi pemerintah Indonesia. Di satu sisi pemerintah harus komitmen terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM) WNI eks ISIS. Di sisi lain mempertimbangkan aspek keamanan dan keselamatan warga negaranya dari potensi ancaman WNI eks ISIS. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dalam menganalisis studi kasus kebijakan pemerintah tersebut. Dengan menghimpun berbagai data-data sekunder yang tersebar di jurnal, media, dan dokumen-dokumen legal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kalkulasi untung rugi antara kebijakan memulangkan atau tidak memulangkan telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Dalam proses pengkajian, pemerintah akhirnya menolak WNI eks ISIS karena lebih menguntungkan. Pertimbangan penolakan repatriasi WNI eks ISIS memiliki tujuan untuk kepentingan nasional Indonesia yakni untuk menjaga keamanan jutaan warga negara dari ancaman terorisme.

Penulis: Hilman Mahmud Akmal Ma'arif

Abstrak:
Penelitian ini membahas tentang kepentingan Indonesia dalam MEA sebagai Upaya Regionalisme Pengembangan Modal Dalam Negeri oleh negara-negara besar ASEAN. Dalam pembentukan MEA, Indonesia memiliki posisi yang strategis untuk menjalankan peran politik regionalnya baik domestik maupun regional. Wajar jika hal ini terjadi, karena Indonesia memiliki wilayah yang luas dan memiliki sumber daya yang melimpah. Perekonomian global membuat roda perekonomian terus berputar dan memaksanya untuk terus mengalami perubahan gaya transaksionalnya. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan wujud terwujudnya pasar bebas di kawasan Asia Tenggara yang lahir dari perhimpunan negara-negara lintas kawasan dan pembangunan regionalisme, atau kompleks kawasan yang dibentuk oleh kepentingan modal domestik beberapa negara besar. negara-negara ASEAN. Artikel ini ditelaah dengan menggunakan salah satu konsep hubungan internasional yaitu regionalisme. Dengan pendekatan metodologi penelitian kualitatif yang bersumber dari jurnal ilmiah, karya ilmiah dan sumber berita sebagai sumber referensi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan MEA mampu menjadikannya sebagai media pembangunan ekonomi domestik dan perpaduan multikulturalisme dalam satu klaster tunggal kawasan Asia Tenggara.

Penulis: M. Solahudin Al Ayubi

Abstrak:
ASEAN Youth Volunteer Program (AYVP) adalah program sukarelawan tahunan yang diselenggarakan di bawah naungan Kementerian Pemuda dan Olahraga Malaysia dengan dukungan dari U.S. Agency for International Development (USAID). Sekretariat tetap program ini berkedudukan di Universiti Kebangsaan Malaysia (Universitas Nasional Malaysia - UKM). Program ini telah berjalan dan memberikan dampak terhadap peningkatkan kapabilitas dan pengetahuan pemuda ASEAN, memberikan pemahaman tentang isu-isu di ASEAN, mendukung pertukaran budaya dan pembelajaran, serta memperkuat identitas kawasan ASEAN untuk para pemuda. Pada tahun 2021, AYVP melaksanakan e-AYVP dengan mengangkat tema “Memperkuat Sistem Penyelenggaraan Pendidikan ASEAN di Masa Menantang”. Melalui pendekatan deskriptif-kualitatif, penelitian ini akan menjelaskan bagaimana peran e-AYVP 2021 sebagai diplomasi publik untuk pemuda ASEAN. Penelitian ini menggunakan konsep diplomasi publik dan soft power dari Joseph Nye. Sebagai temuan, e-AYVP 2021 sebagai aktor non-negara dari soft power telah membina pemuda ASEAN untuk mempercepat aktualisasi ASCC 2025 A.1, A.2, B.1, B.2, B.3. Hasil tersebut berdasarkan pengujian program e-AYVP 2021 melalui proses analitis dari konsep, cetak biru ASCC 2025, survei online dan wawancara.

Vol. 13 / No. 2 - Desember 2022

Penulis:

Abstrak:

Vol. 13 / No. 2 - Desember 2022

Penulis: Rizky Ramadini Febrinda

Abstrak:
Revitalisasi pasar rakyat dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan daya saing pasar melalui peningkatan fasilitas dan sarana baik dalam hal kondisi fisik pasar, aspek ekonomi, budaya maupun aspek manajerial. Melihat perkembangan teknologi dan kebiasaan masyarakat, perkembangan dari segi ekonomi dengan melakukan adopsi sistem pembayaran non tunai di pasar rakyat dianggap penting serta berpotensi dalam penguatan pasar dan ekonomi rakyat. Oleh karena itu, kesiapan dari ekosistem pasar rakyat serta upaya yang efektif dari pemerintah diperlukan agar implementasi dapat terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang diperlukan dalam hal kesiapan ekosistem pasar rakyat dalam menerima dan menerapkan sistem pembayaran non tunai. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif diagram fishbone yang disusun berdasarkan data dan informasi dari hasil studi literatur, wawancara mendalam (indepth interview) dan diskusi terbatas dengan stakeholders. Dari hasil analisis diagram fishbone disimpulkan bahwa faktor utama yang memengaruhi penerapan sistem pembayaran non tunai di pasar rakyat adalah kesiapan pedagang. Hal ini berdasarkan persepsi pedagang terhadap biaya dan kemudahan dalam pelaksanaan sistem pembayaran non tunai. Kesiapan pedagang dan pembeli dalam melaksanakan sistem pembayaran saat ini cukup banyak terlihat di kota besar. Hal ini dikarenakan kedua pihak telah memiliki pengalaman dan pemahaman terhadap manfaat dari penggunaan sistem pembayaran non tunai. Hasil studi menyarankan perlunya sosialisasi yang lebih intensif terkait manfaat, cara penggunaan dan jaminan keamanan sistem pembayaran terhadap pedagang dan pembeli. Selain itu perlu adanya pendampingan secara berkesinambungan baik oleh pemerintah, PJSP maupun perbankan.

Penulis: Dwi Setiyo Puryanti

Abstrak:
Moda Raya Terpadu Jakarta, atau MRT Jakarta merupakan transportasi publik berbasis kereta perkotaan pertama di Indonesia dengan beberapa jalur bawah tanah. Sejak 24 Maret 2019, MRT Jakarta Fase 1 (koridor Utara-Selatan) resmi beroperasi dan memiliki panjang jalur sekitar 16 kilometer yang terdiri dari tujuh stasiun layang dan enam stasiun bawah tanah. Motivasi penelitian ini bermula dari kenyataan bahwa pada tahun 2019 Jakarta menduduki peringkat pertama sebagai ibu kota dengan tingkat polusi udara tertinggi di Asia Tenggara, di mana sektor transportasi darat menjadi salah satu sumber utama. Investasi pemerintah cukup besar untuk mengembangkan angkutan umum yang diharapkan dapat mengatasi kegagalan pasar ini. Namun, hasil penelitian untuk membuktikan manfaat pengoperasian MRT terhadap kualitas udara lokal masih terbatas, terutama untuk wilayah perkotaan di negara berkembang seperti Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode Difference-in-Difference dan Indeks Standar Polusi Udara (ISPU) sebagai proksi kualitas udara dengan mengontrol beberapa faktor-faktor, seperti kondisi cuaca, penetapan hari libur nasional, akhir pekan, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di masa pandemi Covid-19 yang melanda seluruh belahan dunia, penetapan tarif MRT secara bertahap, dan dengan memperhitungkan periode pembangunan jalur MRT. Penelitian ini mengungkapkan dua temuan utama. Pertama, beroperasinya MRT Jakarta Fase 1 di koridor 1 berdampak pada penurunan tingkat polusi udara sebesar 27,4 persen di area yang terdekat dengan jalur MRT. Kedua, hasil estimasi menunjukkan bahwa dampaknya terhadap penurunan polusi udara terjadi lebih kecil pada akhir pekan.

Penulis: Rihadatur Rahmah

Abstrak:
Investasi berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Realisasi investasi di Provinsi Aceh pada tahun 2019 mencapai Rp5,8 triliun atau naik sekitar 353,9 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Meskipun mengalami peningkatan yang signifikan, namun investasi tersebut belum terdistribusi secara merata di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Aceh sehingga Pemerintah Aceh perlu melakukan upaya pendampingan dan monitoring terhadap seluruh kabupaten/kota dalam upaya meningkatkan iklim investasi daerah. Langkah awal yang perlu dilakukan Pemerintah Aceh salah satunya adalah melakukan pemetaan investasi di setiap kabupaten/kota. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan wilayah kabupaten/kota di Provinsi Aceh berdasarkan nilai ratarata realisasi investasi Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri selama tahun 2017 hingga 2019. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang bersumber dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Aceh. Data dianalisis dengan menggunakan metode K-means clustering yang membagi data menjadi 3 kelompok yaitu rendah, sedang dan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 23 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Aceh, masing-masing sebanyak 15 (65,2 persen), 6 (26,1 persen) dan 2 (8,7 persen) di antaranya masuk ke dalam kelompok wilayah dengan tingkat investasi kategori rendah, sedang dan tinggi. Pemerintah Aceh perlu melakukan pendampingan dan monitoring terutama terhadap 15 daerah dengan nilai investasi yang rendah tersebut. Penyediaan infrastruktur yang memadai, regulasi hukum dan aturan perizinan yang mudah terkait penanaman modal serta promosi potensi daerah akan membantu peningkatan iklim investasi di Provinsi Aceh.

Penulis: Widya Sari

Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kebijakan pengalihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) terhadap penerimaan BPHTB kabupaten dan kota di Indonesia. Melalui kebijakan yang diatur dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola sendiri BPHTB di daerahnya masing-masing. Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan fixed effect selama periode tahun 2006-2019 (tahun 2007 dikecualikan karena keterbatasan data) pada level kabupaten dan kota di Indonesia. Variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah dummy tahun mulai adanya data realisasi BPHBT pada Laporan Realisasi Pendapatan APBD Kabupaten dan Kota sebagai proksi kebijakan pengalihan BPHTB. Hasil penelitian menunjukkan, kebijakan pengalihan BPHTB terbukti berpengaruh signifikan dalam meningkatkan penerimaan BPHTB kabupaten dan kota di Indonesia. Hal ini disebabkan antusiasme pemerintah daerah, terutama daerah yang memiliki potensi penerimaan BPHTB tinggi untuk menerima pengalihan. Strategi dan langkah pengalihan BPHTB dari pemerintah pusat ke daerah yang ditetapkan secara jelas dan konsisten juga menjadi faktor pendukung kebijakan pengalihan. Selain itu, sifat BPHTB yang self-assesment menyebabkan peran pemerintah daerah dalam pengelolaan BPHTB lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pengelolaan pajak lain seperti misalnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang memerlukan proses administrasi yang lebih rumit.

Penulis: Mahjus Ekananda

Abstrak:
Tingkat keterbukaan keuangan di negara-negara maju dan berkembang di Asia Tenggara cenderung meningkat sejalan dengan melonggarnya peraturan devisa dan arus modal internasional. Aliran modal masuk ke negara-negara berkembang di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura) telah menunjukkan tren yang meningkat relatif terhadap PDB sejak berakhirnya krisis Asia. Sejalan dengan itu, kesadaran para pelaku ekonomi dan pembuat kebijakan di beberapa negara (Association of Southeast Asian Nations) ASEAN terhadap kerentanan kondisi ekonomi domestik terhadap fluktuasi likuiditas global juga semakin meningkat. Kami membangun metode yang mempertimbangkan keberagaman keuangan beberapa negara Asia Tenggara (SEA). Penelitian kami menganalisis response Indeks Harga Saham, inflasi, indeks harga konsumen dan GDP di beberapa negara SEA akibat gangguan dari variabel global seperti VOX, GDP dunia dan likuiditas dunia. Artikel ini menerapkan model PVAR (Panel Vector Autoregression) karena dinamika dan hubungan endogenitas antar variabel. Data panel terdiri dari beberapa negara Asia Tenggara dari tahun 2003 hingga 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa shock pada variabel VOX, GDP dunia, dan likuiditas dunia memengaruhi inflasi dan GDP di beberapa negara SEA. Implikasi penelitian sangat relevan dimana terjadi perubahan yang sangat cepat mengenai likuiditas global dan VOX saat ini. Pemerintah di beberapa negara SEA harus memerhatikan perubahan pada variabel-variabel ini yang akan memengaruhi GDP dan Inflasi di beberapa negara SEA. Sumber-sumber perdagangan dan dukungan faktor input produksi sangat diperlukan untuk mempertahankan GDP dan inflasi di beberapa negara Asia Tenggara tetap terjaga.

Penulis: Suryadi Jaya Purnama

Abstrak:
Pemerintah telah mencanangkan rencana pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Provinsi Kalimantan Timur dan telah disepakati dalam Rapat Paripurna DPR RI pada awal Tahun 2022. Setidaknya terdapat lebih dari 6 pertimbangan utama mengapa pemindahan IKN penting untuk dilakukan. Namun pertimbangan tersebut dirasakan belum cukup untuk memindahkan IKN dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur. Berkaitan dengan hal tersebut, tulisan ini akan mengkaji dan menganalisis aspek-aspek kebijakan publik mengenai pemindahan ibu kota negara dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Oleh karena itu, tulisan ini bukan hanya menganalisis substansi dan implementasi kebijakan saja, tetapi juga mengelaborasi tanggapan dari para pemangku kepentingan. Pro dan kontra dalam persiapan, pembangunan dan pemindahan ibu kota terutama dalam hal pembiayaan/pendanaan serta bagaimana implikasi ekonominya, termasuk potensi kegagalan, dampak sosial-ekologis, dan pembelajaran dari beberapa negara. Penulis mengelompokkan dalam faktor pendorong dan faktor penghambat. Sebagai proyek publik besar dan penting, pembangunan dan pemindahan IKN memiliki potensi aspek ekonomi yang strategis melalui terwujudnya transformasi ekonomi dan Indonesia sentris yang akan melahirkan diversifikasi ekonomi dan multiplier effect. Namun demikian, potensi ekonomi yang besar harus tetap mempertimbangkan aspek sosiologis, aspek geografis, dan aspek geopolitik yang harus dilakukan antisipasi risiko yang mungkin muncul sebagai dampak susulan.

Vol. 13 / No. 2 - November 2022

Penulis: Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.

Abstrak:
Pengaturan pasal di RUU KUHP terkait perbuatan menyerang kehormatan atau harkat dan martabat presiden mendapat kritik. Pasal tersebut dinilai berpotensi mengancam hak atas kebebasan berpendapat dan kebebasan pers yang merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin oleh Konstitusi. Di sisi lain, pembentuk undang-undang juga memiliki raison d’etre yang merupakan urgensi pengaturan pasal. Artikel ini bertujuan untuk mengupas secara mendalam arti penting dari pengaturan substansi pasal tersebut, sekaligus mengkaji bagaimana potensi persinggungan dengan hak atas kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Kajian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, dengan metode analisis data yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif terhadap data sekunder. Hasil analisis menunjukkan bahwa pasal mengenai perbuatan penyerangan harkat dan martabat presiden atau wakil presiden masih tetap diperlukan/urgen untuk diatur kembali dalam RUU KUHP. Namun dengan catatan, perlu penyesuaian terhadap beberapa penjelasan pasal. Selain itu, bahwa secara umum, konstruksi pasal-pasal tersebut tidak dapat dikatakan telah menyalahi prinsip-prinsip HAM terkait hak atas kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Namun demikian, jaminan perlindungan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers masih tetap perlu dipertegas dalam RUU KUHP. Karena kenyataan di lapangan selama ini, menunjukkan masih ada terjadi salah penerapan dalam penegakan hukum terkait pasal-pasal sejenis pasal penghinaan

Penulis: Peter Jeremiah Setiawan

Abstrak:
Salah satu kekhususan dalam tindak pidana KDRT terletak pada ketentuan Pasal 55 UU PKDRT. Pasal tersebut mensyaratkan minimal alat bukti untuk membuktikan kesalahan terdakwa, yaitu cukup dengan keterangan saksi korban ditambah dengan alat bukti lainnya. Dengan demikian, ketika dalam pembuktian dapat menghadirkan seorang saksi selain saksi korban, maka keterangan saksi dan keterangan saksi korban sudah dianggap sebagai alat bukti yang cukup dalam persidangan. Namun pada implementasinya, upaya penguatan alat bukti saksi dalam UU PKDRT belum diimbangi dengan pengaturan yang lengkap terutama berkaitan dengan alat bukti saksi, yaitu berlakunya Pasal 168 KUHAP dalam UU PKDRT. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tulisan ini akan menganalisis kedudukan saksi dalam hukum pidana dan kedudukan saksi dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini bertujuan untuk meninjau peran keterangan saksi dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana KDRT dan bagaimana hukum mengatur hal tersebut. Metode penelitian hukum normatif digunakan untuk menjawab permasalahan tersebut. Dengan banyaknya kasus KDRT yang terjadi tiap harinya dan sulitnya pengumpulan alat bukti untuk membuktikan tindak pidana KDRT, maka perlu memformulasikan pengaturan keterangan saksi dalam tindak pidana KDRT baik melalui PERMA maupun revisi UU PKDRT

Penulis: Vani Wirawan

Abstrak:
Pertumbuhan investasi dan ekonomi dapat terhambat dengan keberadaan mafia tanah. Hal ini dikarenakan kejahatan tersebut merupakan kasus pertanahan berdimensi luas, sehingga mengakibatkan sengketa, konflik, dan perkara dengan objek tanah dan ruang yang bernilai ekonomis tinggi. Untuk itu, diperlukan pencegahan yang dimulai dari tingkat administratif. Penelitian ini ingin mengkaji rekonstruksi politik hukum sistem pendaftaran tanah yang ideal sebagai upaya pencegahan mafia tanah. Dengan demikian, diharapkan dapat menemukan tujuan dari ius constituendum dalam sistem pendaftaran tanah yang mampu melakukan pencegahan kejahatan mafia tanah dari tingkat administratif. Penelitian ini merupakan penelitian socio-legal research yang bersifat deskriptif analitis. Penelitian ini menghasilkan alternatif konstruksi politik hukum baru bagi sistem pendaftaran tanah sebagai upaya pencegahan mafia tanah pada masa mendatang dari tingkat administratif. Rekonstruksi politik hukum tersebut berupa pembaharuan hukum pendaftaran tanah menjadi sistem publikasi positif. Oleh karena itu, perlu dilakukan revisi terhadap UUPA, terutama pasal-pasal yang berkaitan dengan sistem publikasi negatif. Selain itu, perubahan tersebut perlu diimbangi dengan penerapan sistem pendaftaran tanah secara elektronik, dengan produk hukum berupa sertipikat elektronik dan tetap mengedepankan prinsip good governance. Artikel ini memberi rekomendasi kepada pemerintah segera mungkin melakukan pembentukan peraturan perundang-undangan untuk penyelesaian kasus pertanahan, khususnya tentang pencegahan mafia tanah, dan DPR RI untuk pengesahan RUU Pertanahan

Penulis: Utiyafina Mardhati Hazhin

Abstrak:
Asuransi Jiwa Kresna merupakan perusahaan yang pernah dijatuhkan putusan PKPU oleh hakim pengadilan niaga. Dalam kasus tersebut pemohon PKPU adalah pemegang polis, yang berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan. Meski demikian, PKPU dalam kasus ini berakhir dengan disahkannya perjanjian perdamaian (homologasi) antara Asuransi Jiwa Kresna dengan pemegang polisnya. Sementara itu, kreditor lain yang tidak sepakat dengan perjanjian yang telah dihomologasi mengajukan upaya pembatalan ke tingkat kasasi. Mahkamah Agung pun mengabulkan permohonan kasasi tersebut dan memutus PKPU Asuransi Jiwa Kresna batal demi hukum. Tulisan ini mengkaji bagaimana implikasi hukum putusan kasasi terhadap pemegang polis Asuransi Jiwa Kresna, dan bagaimana efektivitas bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang polis pasca putusan kasasi. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa putusan kasasi telah mengakibatkan perjanjian yang menjadi dasar pemegang polis untuk menuntut pembayaran Asuransi menjadi batal. Hal itu justru merugikan pemegang polis karena tidak mendapatkan kepastian pembayaran utangnya. Untuk mewujudkan efektivitas perlindungan hukum terhadap pemegang polis, diperlukan pembenahan, seperti perlunya memperbaiki aturan terkait asuransi unit link mulai dari tata kelola, transparansi hingga optimalisasi sistem perlindungan hukum terhadap pemegang polis, dan merealisasikan dibentuknya Lembaga Penjamin Polis.

Penulis: Ayon Diniyanto

Abstrak:
Isu penundaan Pemilu menjadi perdebatan di ruang publik. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah penundaan Pemilu dapat diwujudkan di Indonesia? Pertanyaan tersebut muncul karena konstitusi tidak mengatur penundaan Pemilu. Ini menjadi problem bagi Indonesia sebagai negara demokrasi konstitusional dan negara hukum. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian ini, yaitu: (1) bagaimana peluang terjadinya penundaan Pemilu di negara hukum?; (2) bagaimana penundaan Pemilu dalam kacamata demokrasi konstitusional?; dan (3) bagaimana formulasi penundaan Pemilu yang konstitusional dan komprehensif? Penelitian ini menggunakan jenis penelitian doktrinal, dengan pendekatan hukum, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus. Hasil pembahasan menyatakan bahwa peluang penundaan Pemilu di negara hukum dapat dilakukan secara konstitusional dan non-konstitusional. Secara konstitusional dilakukan dengan amandemen konstitusi. Secara non-konstitusional dilakukan dengan mengeluarkan dekrit dan membangun konvensi ketatanegaraan. Jika penundaan Pemilu dilakukan di Indonesia saat ini, akan bertentangan dengan demokrasi konstitusional. Untuk itu, perlu ada formulasi norma dalam konstitusi yang mengatur mengenai penundaan Pemilu dan constitutional deadlock. Simpulan artikel ini menyatakan bahwa peluang penundaan Pemilu di negara hukum dapat dilakukan dengan cara konstitusional dan non-konstitusional; penundaan Pemilu di Indonesia bertentangan dengan demokrasi konstitusional; dan perlu ada formulasi norma yang menyelesaikan constitutional deadlock dalam konstitusi. Untuk itu, MPR disarankan melakukan amandemen konstitusi dalam rangka mencegah constitutional deadlock.

Penulis: Dicky Eko Prasetio

Abstrak:
Pengujian undang-undang (UU) ratifikasi selama ini masih menimbulkan polemik terkait boleh atau tidaknya dilakukan constitutional review di Mahkamah Konstitusi (MK). Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji bagaimana kedudukan UU ratifikasi terkait pengujian konstitusionalitas oleh MK. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari bentuk dan urgensinya maka UU ratifikasi memiliki kedudukan yang sederajat dengan UU biasa sehingga secara hukum UU ratifikasi merupakan bagian dari frasa “undang-undang” yang merupakan objek pengujian dari MK. Dilihat dari konsep judicial activism, keaktifan hakim diperlukan dalam pengujian UU ratifikasi berdasarkan konsep the law is non transferability of law supaya UU ratifikasi yang merupakan hasil perjanjian internasional tidak bersifat “sub-ordinasi” bagi hukum nasional. Oleh karena itu, pengujian UU ratifikasi dapat dilakukan di MK dengan cara penafsiran secara ekstensif atas frasa “undangundang” sehingga bukan hanya meliputi UU biasa, namun juga termasuk UU ratifikasi. Selain itu, pengaturan ke depan mengenai pengujian UU ratifikasi maka MK perlu melakukan judicial activism yaitu upaya progresif dan substantif untuk menguji kesesuaian antara UU ratifikasi dengan konstitusi. Hal ini dalam praktiknya, ke depan dapat dilakukan dengan upaya judicial preview sebagai upaya hukum MK menguji UU ratifikasi.

Vol. 13 / No. 2 - November 2022

Penulis: Halida Nabilla Salfa

Abstrak:
Teori peran sosial menjelaskan bahwa setiap perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan adalah hasil dari stereotype budaya tentang gender. Perempuan diharapkan untuk berperilaku sesuai dengan gendernya, sehingga hal ini menyebabkan perbedaan tugas yang diberikan pada mereka oleh masyarakat. Dewasa ini, perbedaan tersebut dapat ditemui di komisi-komisi legislatif Indonesia. Komisi yang terkait dengan subjek kesehatan, kegiatan sosial, atau komisi-komisi dengan nuansa soft politics, tampak memiliki keterlibatan perempuan yang cukup tinggi apabila dibandingkan dengan komisi-komisi yang terkait dengan urusan militer, dalam negeri, atau komisi-komisi lain dengan nuansa hard politics. Sehingga, riset mengenai perbedaan proposi gender antar komisi perlu untuk dilakukan untuk melihat dampak peran sosial kepada pembagian tugas di DPR RI. Menggunakan data yang dikumpulkan melalui proses wawancara dan studi literatur, riset ini menemukan bahwa peran sosial tidak mempengaruhi institusi legislatif secara system, tetapi lebih berakar pada pengaruh budaya yang membuat perempuan sulit untuk ikut terlibat dalam institusi legislatif. Walaupun masalah ini terus coba untuk diselesaikan oleh pemerintah, perempuan masih mengalami berbagai halangan untuk bergabung dalam institusi legislatif, karena mereka harus memiliki kemauan, kemampuan finansial, dan izin dari keluarga. Halangan-halangan ini tidak terjadi pada laki-laki karena peran laki-laki dalam keluarga masih diharapkan untuk menjadi pencari uang, memimpin, dan tergabung dalam pemerintahan. Sedangkan, perempuan masih diharapkan untuk mengambil peran sosial sebagai pengurus keluarga. Sehingga, peran sosial masih mempengaruhi perempuan untuk tergabung dalam institusi legislatif yang akhirnya membuat jumlah perempuan secara supply lebih sedikit dan tugas komisi yang mereka pilih juga masih dipengaruhi oleh peran sosial sebagai perempuan dalam keluarga.

Penulis: Dinul Qoyimah

Abstrak:
Gunungkidul melaksanakan Pilkada pada tahun 2020 yang diikuti oleh empat pasangan calon Kepala Daerah. Pada saat berlangsungnya pilkada di Gunungkidul, ditemukan berbagai tindakan pelanggaran pilkada yang dilakukan oleh pasangan calon. Bawaslu sebagai pengawas independen berkolaborasi dengan masyarakat guna meningkatkan pengawasan partisipatif dengan membentuk Gerakan Perempuan Mengawasi (GPM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk model kolaborasi antara Bawaslu dengan GPM dalam pengawasan partisipatif Pilkada Kabupaten Gunungkidul. GPM memiliki tugas untuk mengawasi tindakan politik hitam di lingkup kecil yang ada di masyarakat. Berdasarkan data dari Bawaslu saat ini jumlah anggota GPM yang aktif sekitar 175 orang dan diharapkan untuk dapat menjadi kekuatan baru untuk membantu Bawaslu dalam mengawasi Pilkada Gunungkidul. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa adanya partisipasi dan antusiasme perempuan yang tinggi untuk ikut dalam pengawasan partisipatif menjadi sebuah peluang bagi Bawaslu untuk berkolaborasi. Collaborative governance antara Bawaslu dan masyarakat (GPM) telah berhasil dijalankan dan menunjukkan intensitas positif dalam melakukan pengawasan partisipatif Pilkada Kabupaten Gunungkidul. Namun, proses kolaborasi antar stakeholders, masih belum optimal terutama pada aspek planning. Adapun rekomendasi model yang peneliti tawarkan merujuk pada analisis Harvard yang mengidentifikasi data melalui analisis gender. Disimpulkan bahwa pola kolaborasi yang dilakukan antara Bawaslu dan masyarakat (GPM) dalam pengawasan partisipatif, Bawaslu akan mempersiapkan relawan perempuan untuk membantu pengawasan pada pelaksanaan pemilu tahun 2024.

Penulis: Ahmad Bilal Tuhulele

Abstrak:
Elite adat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Buru Tahun 2017 memiliki posisi yang cukup strategis bagi kelangsungan demokrasi lima tahunan. Pengaruh dan kekuasaan yang mereka miliki menjadi kunci dalam proses demokrasi Pilkada 2017 yang dimenangkan oleh pasangan Ramli Umasagi dan Amustofa Besan. Penelitian ini ingin memahami eksistensi elit lokal di Pulau Buru dan perannya dalam Pemilihan Bupati 2019. Dengan menggunakan kerangka teori elit yang dikemukakan oleh Mosca (1939), Pareto (2011) dan Keller (2011) yang disintesakan dengan teori partisipasi politik yang dirumuskan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson (Huntington dan Nelson dalam Budiarjo,1984), penelitian ini menghasilkan temuan berikut ini: Pertama, dalam komunitas Pulau Buru, elit lokal telah terstratifikasi dalam struktur; Mat Gugul, Hinolog dan Soa. Tokoh-tokoh dalam elit ini tidak hanya berperan dalam fungsi –fungsi social, budaya dan ekonomi, namun juga mempunyai peran politik yang semakin signifikan dalam masa reformasi. Kedua, khusus dalam Pilkada 2017, para elit ini telah melakukan partisipasi yang inten antara lain dalam melakukan sosialisasi politik, menjadi panitia Pilkada, melakukan mobilisasi tingkat bawah agar masyarakat berpartisipasi dalam politik dan tidak Golput, menyelesaikan konflik jika terjadi dan memberikan dukungan politik kepada kandidat RAMA yang akhirnya mememangkan Pilkada ini. Penelitian ini secara teoritik memperkuat teori-teori tentang peran elit lokal atau elit yang tidak memerintah dalam proses politik. Oleh karena itu secara teoritik proses demokrasi seharusnya memberikan perhatian kepada peran elit lokal yang sudah terbukti memberikan pengaruh sebagaimana dibuktikan dalam penelitian ini.

Penulis: M. Prakoso Aji

Abstrak:
Sistem keamanan siber dan kedaulatan data merupakan pondasi dalam mewujudkan perlindungan data pribadi. Perkembangan teknologi menempatkan data menjadi sesuatu komoditi yang sangat bernilai. Dalam aspek ekonomi politik, kedaulatan data suatu negara dihadapkan pada posisi negara dengan sektor swasta dalam konteks global. Peran negara utamanya adalah untuk menghasilkan regulasi perlindungan data siber dan keamanan siber. Jaminan perlindungan data pribadi merupakan hak warga negara yang membutuhkan kapasitas dan kapabilitas warga negara. Pendekatan berbasis state centered seringkali digunakan dalam pembangunan keamanan siber. Akan tetapi, tanpa pendekatan yang bersifat people centered akan sulit untuk mewujudkan perlindungan dan proteksi bagi warga negara terkait data pribadinya yang sangat bernilai. Untuk itu, penelitian ini akan melihat bagaimana pembangunan kapasitas dan kapabilitas warga negara diperlukan dalam pembangunan keamanan siber dan kedaulatan data terkait perlindungan data pribadi di Indonesia. Penulis memilih metode penelitian kualitatif untuk mempermudah pengumpulan data yang didapatkan lewat buku, artikel jurnal, media daring, dan sumber-sumber lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dominasi pendekatan negara yang bersifat state centered dalam pembangunan keamanan siber belum mewujudkan kedaulatan data secara nasional, juga proteksi perlindungan data pribadi masing-masing warga negara. Pembangunan kapasitas dan kapabilitas warga negara sangat diperlukan untuk melindungi data-data pribadinya di ruang siber.

Penulis: Angel Damayanti

Abstrak:
Perkembangan terorisme sebagai kejahatan luar biasa dan lintas batas negara telah menjadi perhatian banyak negara. Fenomena Al Qaeda dan ISIS yang mendorong hadirnya foreign terrorist fighters menuntut negara-negara untuk meningkatkan pengawasan terhadap masuk keluarnya orang-orang di wilayah perbatasan, termasuk Indonesia. Salah satu wilayah perbatasan yang menjadi jalur favorit untuk dilalui teroris adalah kepulauan Talaud, Sulawesi Utara. Artikel ini membahas bagaimana Kantor imigrasi Tahuna berperan sebagai penjaga pintu perbatasan wilayah Sulawesi Utara dalam upaya pencegahan masuknya teroris ke wilayah Indonesia. Artikel ini menggunakan konsep keamanan nasional, persepsi ancaman dan tri fungsi imigrasi untuk menganalisa peran kantor imigrasi di Tahuna, Sulawesi Utara dalam mencegah terorisme di wilayah perbatasan. Penelitian ini menggunakan data primer melalui wawancara dan data sekunder melalui berbagai literatur yang ditriangulasi, serta metodologi penelitian kualitatif dengan model studi kasus yang bersifat dekriptif analisis. Penelitian ini menemukan bahwa dalam upaya pencegahan terorisme di wilayah perbatasan, kantor imigrasi Tahuna masih menghadapi sejumlah tantangan termasuk cara kerja yang singuler di antara fungsi-fungsi di dalam kantor imigrasi itu sendiri serta kurangnya kordinasi dengan instansi dan lembaga terkait lainnya. Artikel ini menyimpulkan bahwa pencegahan terorisme di wilayah perbatasan Indonesia, khususnya di Tahuna Sulawesi Utara masih belum terkordinir secara optimal.

Penulis: Surwandono

Abstrak:
Diplomasi perlindungan warga negara Indonesia (WNI) memerlukan perhatian yang serius terkait dengan besarnya jumlah dan kompleksitas perlindungan yang harus diberikan oleh pemerintah Indonesia. Kondisi ini mengharuskan pemerintah Indonesia untuk menyediakan sejumlah suprastruktur sebagai landasan hukum melakukan perlindungan, maupun infrastruktur sebagai sarana mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Artikel ini hendak mengevaluasi tentang tata kelola perlindungan WNI dalam kerangka besar paradigma “Duty of Care” (DoC) sebagai gagasan yang kosmopolitan dalam menjunjung tinggi keamanan manusia di luar yurisdiksi suatu negara. Sumber data yang dianalisis berasal dari dokumen resmi dari Direktorat Perlindungan WNI, Permenlu No. 5 Tahun 2018, dokumen Rencana Strategis Perlindungan WNI, serta berita di sejumlah media massa yang menginformasikan dinamika problem dan perlindungan WNI di luar negeri. Artikel ini menemukan bahwa Indonesia telah mengadopsi struktur gagasan DoC dalam peta jalan perlindungan WNI, baik dalam model social contract of care, intermediaeries of care, dan extension of care model, meskipun masih bersifat artifisial dan belum simultan. Diperlukan terobosan kebijakan dari pemerintah Indonesia untuk membangun suprastruktur kebijakan perlindungan yang lebih substantif dan progresif dalam bentuk peningkatan level kebijakan dari basis Peraturan Menteri Luar Negeri ke Undang-Undang dan peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur perlindungan WNI sehingga daya jangkau perlindungan akan menjadi lebih luas, responsif dan artikulatif dalam memberikan perlindungan yang terbaik bagi WNI di luar negeri.

Penulis: Triani Safira

Abstrak:
Fenomena ekspolitasi ekonomi yang terjadi pada anak merupakan tindakan yang dapat memberikan suatu ancaman multidimensi akibat dari dampak spillover bagi keberlangsungan suatu negara. Sebagai aktor negara, pemerintah berupaya untuk melakukan berbagai upaya untuk dapat mengatasi persoalan ini, salah satunya ialah pemerintah menjalin kerja sama dengan UNICEF. kerja sama yang terjalin antara Indonesia dan UNICEF dilakukan melalui pengimplementasian kebijakan ataupun program Country Program Action Plan. Program CPAP merupakan salah satu bentuk dari Grant Agreement merupakan perjanjian hibah antara kedua pihak, Melalui kerja sama ini, adanya pertukaran Informasi dan data merupakan hal yang sangat signifikan dalam kasus ini. Sehingga penggunaan konsep implementasi kebijakan serta eksploitasi anak ini diperlukan untuk menggambarkan bagaimana kerja sama yang dilakukan Indonesia dan UNICEF dalam mengatasi permasalahan ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analisis.

Penulis: Ferga Aristama

Abstrak:
Di tengah belum maksimalnya peran Indonesia di Asia Tenggara, ambisi Indonesia menjadi negara paling berpengaruh di Asia Pasifik diragukan. Dengan permasalahan tersebut, penelitian ini mengeksplorasi tantangan Indonesia sebagai negara paling berpengaruh di Asia Pasifik dalam kerangka empat sasaran Visi Indonesia 2045. Penelitian terdahulu telah banyak mengidentifikasi tantangan regional Indonesia di Asia Pasifik, namun belum ada penelitian yang mengkategorisasi tantangan tersebut ke dalam empat sasaran Visi Indonesia 2045 dengan merinci pustaka yang digunakan dan bagaimana memperoleh sumber pengetahuan tersebut. Konsep Visi Indonesia 2045: Indonesia sebagai Negara Berpengaruh di Asia Pasifik (Kementerian PPN/Bappenas, 2019) dan Emerging Middle Power pada Tata Pemerintahan Regional dan Global (Öniş & Kutlay, 2017) digunakan sebagai landasan berpikir. Lebih lanjut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui systematic review yang mengacu kepada Preferred Reporting for Systematic Review and Meta-Analyses 2020 (PRISMA 2020) dan metode content analysis dengan Atlas.ti 22. Berdasarkan analisis, penelitian ini menemukan 172 quote yang diinterpretasikan ke dalam 17 faktor internal dan 31 faktor eksternal menjadi tantangan atas sasaran visi Indonesia 2045: maksimalisasi kepentingan nasional di Asia Pasifik, membentuk tatanan regional, menghasilkan gagasan serta tantangan memimpin dan berperan dalam forum kerja sama. Dua faktor internal—kapasitas militer dan infrastruktur nasional—dan dua faktor eksternal—kebangkitan Tiongkok dan kompetisi antar great power—adalah faktor yang mendapatkan banyak highlight. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor-faktor tersebut berdampak luas kepada sasaran atas tercapainya Visi Indonesia 2045 sebagai salah satu negara paling berpengaruh di Asia Pasifik. Sebagai implikasinya, faktor-faktor tersebut penting untuk diperhatikan dalam penyusunan strategi dan kebijakan luar negeri di Indonesia termasuk dalam perumusan peraturan perundang-undangan.

Vol. 13 / No. 1 - Juni 2022

Penulis: Jemila Rahmi

Abstrak:
Dalam dua dekade terakhir, kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan dari 26,4 persen pada tahun 2000 menjadi 21,7 persen pada tahun 2019. Penurunan kinerja tersebut disebabkan oleh menurunnya produktivitas industri manufaktur. Agar kontribusinya terhadap PDB dan pertumbuhannya kembali meningkat maka produktivitas industri manufaktur harus ditingkatkan. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja industri manufaktur itu sendiri. Menurut teori efisiensi upah dan teori produksi, upah merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi produktivitas tenaga kerja. Melalui mekanisme spillover effect, kenaikan upah minimum akan memengaruhi kenaikan upah pekerja tetap. Sementara kenaikan upah pekerja diduga akan memengaruhi produktivitas tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan menguji adanya spillover effect tersebut dengan kerangka silogisme, yaitu menguji pengaruh kenaikan upah minimum terhadap kenaikan upah, dan menguji pengaruh upah terhadap produktivitas karyawan/pekerja tetap pada industri manufaktur. Dengan menggunakan panel data regression model dan data survei industri besar-sedang BPS dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015, penelitian ini menunjukkan bahwa upah minimum berasosiasi positif dan signifikan terhadap upah, dan upah berasosiasi positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja. Hasil ini membuktikan adanya spillover effect kenaikan upah minimum terhadap kenaikan upah pekerja yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas tenaga kerja pada industri manufaktur. Oleh karena itu, kebijakan upah minimum dapat digunakan sebagai instrumen untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja pada industri manufaktur.

Penulis: Yuni Sudarwati

Abstrak:
Kebutuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk terhubung dengan pelanggan semakin meningkat. Memahami perilaku pelanggan merupakan keniscayaan dalam menjalankan usaha terutama di masa pandemi. Manajemen Hubungan Pelanggan (MHP) membantu UMKM untuk mengelola keterhubungan tersebut. Namun dalam pelaksanaannya, UMKM mengalami kendala seperti belum dipahaminya konsep MHP, belum adanya pemimpin yang kuat, dan terbatasnya dukungan sumber daya. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui bagaimana MHP yang sebaiknya dilakukan oleh UMKM. Kajian yang dilakukan melalui studi literatur ini bertujuan untuk menganalisis penerapan MHP oleh UMKM dan memberikan saran kebijakan kepada pemerintah untuk membantu UMKM dalam masa pandemi. Hasil kajian menunjukkan bahwa yang paling utama harus dilakukan oleh UMKM adalah memahami MHP seperti apa yang sebenarnya dibutuhkan. Hal ini akan memengaruhi pilihan jenis MHP yang paling sesuai untuk dijalankan dan bagaimana upaya UMKM menjalankannya. Keseimbangan antara ketiga unsur utama dalam MHP, yaitu manusia, sistem dan proses, serta teknologi harus terpenuhi. Oleh karena itu, Pemerintah dapat mengambil peran baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang karena pentingnya peran UMKM bagi perekonomian negara. Dalam jangka pendek dengan memberi dukungan pelatihan dan pendampingan bagi UMKM untuk bisa Go Online. Sedangkan untuk jangka panjang dengan memberikan dukungan pada infrastruktur teknologi, pengembangan produk, dan juga dalam hal distribusi. Selain itu, pemerintah dapat berkaca pada Pemerintah Malaysia yang menjadikan UMKM sebagai bagian dari politik.

Penulis: Renny Risqiani

Abstrak:
Perkembangan evolusi perekonomian dimulai dari gelombang pertama hingga masuk revolusi industri membawa perubahan terhadap perekonomian. Salah satu dampak tersebut adalah semakin berkembangnya teknologi. Perkembangan teknologi membawa dampak terhadap peningkatan Financial Technology (Fintech) di Indonesia. Penggunaan fintech di Indonesia mengalami peningkatan khususnya penggunaan fintech di Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi niat untuk terus memanfaatkan layanan fintech. Studi ini mengumpulkan data dari pengguna fintech di Jakarta yang berusia 17 hingga 35 tahun menggunakan metode non-probability sampling dengan periode penelitian dari bulan Maret – Mei tahun 2020. Analisis data menggunakan Structural Equation Model (SEM) dengan program software AMOS. Studi ini menemukan bahwa tekanan persaingan dalam layanan teknologi dan kemudahan teknologi digital menawarkan konsumen berbagai pilihan. Konsumen dengan mudah beralih ke layanan teknologi lain dengan harga yang cukup terjangkau. Penelitian ini juga menemukan bahwa variabel persepsi konsumen terhadap manfaat dan variabel kepercayaan terhadap layanan fintech berpengaruh terhadap sikap konsumen. Namun, kedua variabel tersebut tidak berpengaruh langsung terhadap keinginan untuk terus menggunakan layanan fintech. Variabel persepsi risiko tidak memengaruhi sikap dan keinginan konsumen untuk tetap menggunakan layanan fintech. Variabel sikap memengaruhi keinginan untuk terus menggunakan layanan fintech. Hasil studi menunjukkan bahwa penetrasi fintech meningkat dan konsumen terus menggunakan fintech. Persepsi risiko terhadap fintech yang digunakan konsumen perlu ditingkatkan.

Penulis: Nugrahana Fitria Ruhyana

Abstrak:
Dalam upaya meningkatkan daya saing dan efisiensi usaha Kopi Arabika Java Preanger (KAJP) asal Gunung Manglayang Timur Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, diperlukan informasi mengenai aliran produk dari hulu hingga hilir, berikut permasalahan yang dihadapi oleh setiap pelaku dalam rantai pasok, nilai tambah dari pengolahan kopi, dan rencana selanjutnya untuk mengembangkan usaha KAJP Manglayang Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab berbagai permasalahan tersebut di atas. Metode penelitian menggunakan metode campuran dengan pendekatan kualitatif deskriptif untuk menggambarkan rantai pasok dan rencana pengembangan usaha, serta metode Hayami digunakan untuk analisis nilai tambah. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sumedang sebagai sentra produksi KAJP Manglayang Timur. Peneliti mengumpulkan data melalui wawancara, observasi, dan focus group discussion dengan narasumber yang dipilih secara purposive dan snowball. Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua pola rantai pasok KAJP berdasarkan orientasi pasarnya, yaitu ekspor dan domestik. Pelaku usaha terdiri dari petani, kelompok tani, pedagang besar, industri pengolahan, kafe atau kedai kopi, dan konsumen rumah tangga. Permasalahan yang dihadapi pelaku usaha adalah keterbatasan agro input dan alat pengolahan, serta minimnya integrasi pemasaran antarpelaku usaha dalam rantai pasok. Kopi spesial yang diolah dari KAJP Manglayang Timur, khususnya yang diproses secara fermentasi, dapat memberikan nilai tambah lebih tinggi dibandingkan dengan proses pengolahan secara kering, basah, dan madu. Kapasitas petani kopi perlu terus ditingkatkan agar menghasilkan kopi spesial yang mampu bersaing di pasar global melalui dukungan regulasi pemerintah dan sinergi antar-pemangku kepentingan dari hulu hingga hilir sehingga KAJP dapat menjadi komoditas unggulan Kabupaten Sumedang.

Penulis: Aeda Ernawati

Abstrak:
Kontribusi laba atas penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pati masih rendah (4,23 persen). BUMD tertarik untuk meningkatkan PAD melalui pengelolaan limbah medis karena pengolahan oleh pihak ketiga dianggap kurang optimal. Tujuan penelitian untuk menganalisis kelayakan rencana pendirian usaha pengolahan limbah medis dan menghitung perkiraan kontribusinya terhadap PAD Kabupaten Pati. Metode yang digunakan deskriptif kualitatif dan dianalisis dengan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha pengolahan limbah medis dinyatakan layak untuk dijalankan, baik dari faktor finansial maupun nonfinansial. Berdasarkan penilaian dari faktor finansial, nilai PP (Payback Period) = 3 tahun 10 bulan 9 hari; NPV (Net Present Value) = Rp5.245.526.919,00; dan IRR (Internal Rate of Return) = 28,65 persen. Faktor nonfinansial meliputi faktor pasar yang terbuka lebar karena hanya ada 1 perusahaan pengolahan limbah medis di Jawa Tengah, harga yang ditawarkan lebih murah Rp2.000,00-Rp7.000,00 per kg dibandingkan pihak ketiga; faktor hukum, izin pengelolaan limbah B3 sudah sesuai prosedur Permen LHK No. 56 Tahun 2015; faktor sosial ekonomi, kenyamanan dan kesehatan masyarakat lebih terjamin karena jadwal pengambilan limbah tepat waktu; faktor lingkungan, mengurangi risiko kontaminasi limbah infeksius; faktor manajemen dan sumber daya manusia, membutuhkan 10 orang tenaga kerja dengan kualifikasi tertentu; serta faktor teknis dan operasional, pemilihan lokasi sudah sesuai prosedur, yaitu di TPA Sukoharjo dengan peralatan utama mesin insinerator sesuai spesifikasi. Diestimasikan laba dari Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PDAU) Unit Pengolahan Limbah Medis memberikan kontribusi terhadap PAD Kabupaten Pati pada tahun 2023 sebesar 0,215 persen, lebih tinggi dari pada kontribusi PDAU Unit yang lainnya.

Penulis: Mita Noveria

Abstrak:
Pekerja Migran Indonesia (PMI) merupakan salah satu kelompok penduduk yang terkena dampak negatif dari pandemi Covid-19 karena negara tempat mereka bekerja tidak luput dari penyakit infeksi menular tersebut. Dari sisi ekonomi, dampak yang dirasakan oleh sebagian PMI adalah kehilangan pekerjaan, karena Covid-19 memengaruhi aktivitas ekonomi berbagai negara tempat mereka bekerja. Akibatnya, mereka tidak mempunyai penghasilan yang bisa dikirim untuk keluarga yang ditinggalkan. Tulisan ini bertujuan untuk membahas dampak Covid-19 terhadap kesejahteraan PMI dan keluarga mereka di daerah asal. Analisis tulisan ini berdasarkan pada berbagai data sekunder yang diperoleh melalui kajian pustaka terhadap literatur yang relevan. Hasil analisis memperlihatkan dampak langsung yang dirasakan PMI adalah diberhentikan dari pekerjaan atau tidak adanya perpanjangan kontrak kerja. PMI yang tidak dapat terus bekerja di luar negeri terpaksa harus kembali ke daerah asal. Sebagian PMI yang masih bekerja mengalami pengurangan pendapatan, antara lain karena pemotongan upah dan tidak ada penghasilan tambahan yang diperoleh saat bekerja lembur. Kondisi ini berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan PMI dan keluarganya karena aliran remitansi menjadi berkurang. Remitansi dari PMI ke Indonesia telah mengalami penurunan selama pandemi Covid-19, yaitu mencapai 10,28 persen. Mempertimbangkan kondisi keluarga PMI yang mengalami penurunan remitansi maka kelompok ini perlu mendapat perhatian, terutama terkait dengan jaminan sosial bagi penduduk yang terdampak Covid-19.

Vol. 13 / No. 1 - Juni 2022

Penulis: Zaki Priambudi

Abstrak:
Komisi Yudisial merupakan produk reformasi yang berfungsi mengawasi dan memantau perilaku hakim. Seiring dengan berjalannya waktu, terdapat penambahan kewenangan diskresional kepada Komisi Yudisial untuk membentuk lembaga penghubung di daerah sesuai dengan kebutuhan. Namun, dalam perjalanannya, Penghubung Komisi Yudisial tidak dapat menjalankan tugasnya dengan optimal sebagai perpanjangan tangan Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan perilaku hakim di daerah. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk menganalisis apa urgensi reformulasi Penghubung Komisi Yudisial dan bagaimana gagasan penguatan Penghubung Komisi Yudisial dapat meningkatkan efektivitas pengawasan perilaku hakim di daerah. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif, artikel ini menemukan bahwa terdapat beberapa kekurangan dalam pengaturan Penghubung Komisi Yudisial seperti tidak adanya kewenangan eksekutorial, kesan sebagai lembaga sub-kesekretariatan, serta sistem rekrutmen, pengembangan SDM, dan karier pegawai yang tidak tepat. Untuk menindaklanjuti permasalahan itu, artikel ini memformulasikan beberapa penguatan Penghubung Komisi Yudisial dengan menambahkan kewenangan eksekutorial, mengalihkan pertanggungjawaban Penghubung Komisi Yudisial kepada Ketua Komisi Yudisial, serta memperbaiki sistem rekrutmen, pengembangan SDM, dan karier pegawai. Penguatan tersebut dilakukan melalui amandemen UUD NRI 1945, revisi UU KY, dan pengaturan Penghubung KY melalui peraturan pemerintah.

Penulis: Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.

Abstrak:
Tanah ulayat sangat berarti bagi masyarakat hukum adat, oleh karenanya penting bagi masyarakat hukum adat untuk tetap menguasai dan mempertahankannya. Namun tanah ulayat juga diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan investasi melalui hak pengelolaan yang berasal dari tanah ulayat. Untuk itu tulisan ini mengkaji dan bertujuan untuk mengetahui pengaturan dan pelaksanaan hak pengelolaan yang berasal dari tanah ulayat untuk kepentingan investasi. Tulisan ini memiliki kegunaan teoritis dan praktis. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, diperoleh hasil hak pengelolaan yang berasal dari tanah ulayat ditetapkan dan wajib didaftarkan. Tanah ulayat dengan hak pengelolaan dapat dikerjasamakan dengan investor dan masyarakat hukum adat tetap menguasai tanah ulayatnya setelah kerja sama berakhir. Beda halnya dengan tanah ulayat yang belum ditetapkan hak pengelolaannya. Tanah ulayat tersebut dapat dikerjasamakan dengan investor, namun menjadi tanah negara setelah hak atas tanahnya berakhir. Sewa menyewa juga tidak dimungkinkan berlaku untuk tanah ulayat. Hak pengelolaan hanya dapat ditetapkan kepada masyarakat hukum adat yang telah diakui keberadaannya. Untuk itu pemerintah daerah sebaiknya beritikad baik dan aktif melakukan upaya memberikan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat di daerahnya. Pemetaan dan pencatatan tanah ulayat perlu terus dilakukan. Untuk memperkuat hak ulayat, rancangan undang-undang tentang pelindungan terhadap hak masyarakat hukum adat juga perlu segera disahkan.

Penulis: Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H.

Abstrak:
Penghapusan Pasal 20 UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten) terkait kewajiban pemegang paten pasca diberlakukannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah menimbulkan perdebatan. Hal ini bukannya tanpa sebab dikarenakan dengan menghapus kewajiban pemegang paten untuk membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia secara tidak langsung akan menghilangkan transfer teknologi, penyerapan investasi dan/atau penyediaan lapangan kerja. Artikel ini menggunakan metode yuridis normatif membahas latar belakang penghapusan Pasal 20 UU Paten dan akibat hukum di dalamnya. Dalam pembahasan disebutkan bahwa latar belakang penghapusan Pasal 20 UU Paten dipengaruhi oleh beberapa sebab di antaranya: fleksibilitas kewajiban membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia, diskriminasi Pasal 27 ayat (1) Perjanjian TRIPS, pelanggaran Pasal 20 UU Paten yang berakibat pada pencabutan paten, serta kesulitan bahan baku. Menghapus Pasal 20 UU Paten dianggap bukan merupakan solusi dikarenakan beragamnya akibat hukum yang ditimbulkan mulai dari aspek kesehatan, bisnis, hingga berpotensi menciptakan ketidakharmonisan aturan. Diperlukan adanya revisi UU Paten guna menciptakan kepastian hukum bagi pemegang hak yang ingin mendaftarkan patennya atau yang ingin melakukan pengalihan hak melalui lisensi baik di Indonesia maupun di luar negeri.

Penulis: Ubaiyana

Abstrak:
Setelah diterbitkannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) yang memuat asas kemudahan berusaha, banyak kalangan yang memberikan respon negatif terhadap peraturan tersebut. Salah satu muatan norma yang paling kontroversial adalah menurunnya kekuatan amdal, hilangnya kekuatan izin lingkungan, serta rumusan pasal lain yang turut melemahkan upaya pelindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup. Dalam rangka memaksimalkan efektivitas dari UU tersebut, penelitian ini berusaha menjawab dan menguraikan secara mendalam apa sebenarnya maksud dari konsep kemudahan berusaha serta bagaimana politik hukum yang terjadi dalam penetapan asas ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsep kemudahan berusaha dikenalkan untuk menunjukkan aspek positif dan negatif kehidupan ekonomi suatu negara yang berpengaruh terhadap perkembangan lingkungan bisnis. Sementara itu, politik hukum dimuatnya kemudahan berusaha dalam UU CK adalah sebagai hukum responsif yang berdiri sesuai kebutuhan bangsa dan negara, mewujudkan transformasi ekonomi, meningkatkan investasi, dan membuka sebesar-besarnya lapangan pekerjaan. Rekomendasi dari penelitian ini adalah pemerintah pusat dan daerah perlu berkoordinasi dalam mengimplementasikan paketpaket kebijakan yang telah diatur dan melakukan monitoring evaluasi secara berkala.

Penulis: Ramsen Marpaung

Abstrak:
Kondisi perpecahan organisasi advokat di Indonesia telah merusak eksistensi sistem single bar terhadap tegaknya rule of law karena bangunan sistem single bar yang lemah tidak dapat lagi menjamin kualitas advokat yang selalu mampu menegakkan prinsip-prinsip negara hukum. Untuk mengatasinya peran eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus lebih dioptimalkan sehingga kebijakan dan keputusan yang ditetapkan tidak lagi berdampak semakin memperuncing perpecahan organisasi advokat. Artikel ini mengkaji signifikansi peran eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam menjaga eksistensi sistem single bar demi tegaknya supremacy of law, equality before the law, human rights. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan undang-undang, kasus, perbandingan, sejarah, dan konsep melalui studi perpustakaan untuk menemukan data sekunder yang dianalisis secara deskriptif kualitatif. Adapun dari pembahasan diketahui bahwa sistem single bar telah teruji eksistensinya di seluruh dunia. Hanya sistem single bar yang dapat mewujudkan cita-cita advokat untuk membentuk advokat yang berkualitas, yang berarti sekaligus menjamin penegakan hukum yang berkeadilan. Untuk itu, demi terealisasinya tujuan pembangunan nasional, khususnya bidang hukum, maka peran eksekutif, legislatif, dan yudikatif secara komprehensif dan terkoordinasi sangat diperlukan dalam upaya menyelesaikan perpecahan organisasi advokat dengan mengembalikan dan memantapkan organisasi advokat Indonesia ke sistem single bar sesuai dengan Undang-Undang Advokat.

Penulis: Muhamad Hasan Rumlus

Abstrak:
Artikel ini menjawab pentingnya penetapan undang-undang yang tegas sekaligus komprehensif dalam memberikan perlindungan hukum kepada ulama. Persoalan ini muncul dari adanya ketidakjelasan dalam regulasi saat ini yaitu mengenai keamanan atas menjalankan ajaran suatu agama khususnya ajaran agama Islam. Sejauh ini, Indonesia belum mempunyai undang-undang yang mengatur secara khusus upaya untuk menanggulangi kejahatan kepada para ulama. Tulisan ini akan membahas tentang urgensi pembentukan Undang-Undang Perlindungan terhadap Ulama dan kebijakan penanggulangan kejahatan kepada para ulama di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat yuridis normatif yaitu penelitian dengan fokus kajian mengenai penerapan norma-norma dalam hukum positif di Indonesia. Pengaturan mengenai perlindungan hukum kepada ulama masih belum jelas atau eksplisit. Aturan yang digunakan berkaitan dengan perlindungan pada ulama masih menggunakan Pasal 156 KUHP dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal tersebut masih dirasakan kurang efektif. Oleh sebab itu, dipandang perlu segera disahkan undang-undang tersendiri yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap para ulama sehingga dapat memberikan jaminan keamanan dan perlindungan kepada para ulama dalam menjalankan ajaran Islam (berdakwah).

Vol. 13 / No. 1 - Juni 2022

Penulis:

Abstrak:

Vol. 13 / No. 1 - Mei 2022

Penulis: Aprilianto Satria Pratama

Abstrak:
Tidak bisa dipungkiri bahwa penanganan pandemi di hampir seluruh negara di dunia banyak dikerangkai oleh konsepsi demokrasi prosedural Joseph Alois Schumpeter, yang menitik beratkan substansinya pada unsur-unsur prosedural dalam perumusan common good. Adapun situasi ini terjadi, salahsatunya karena mayoritas negara di dunia memilih untuk menangani pandemi secara monosentris-prosedural sehingga mengabaikan partisipasi dan inisiatif masyarakat. Padahal, masyarakatlah yang, dalam banyak situasi, memiliki gambaran tentang penanganan pandemi secara lebih praktikal. Oleh karenanya, mengambil praktik penanganan pandemi di Indonesia sebagai contoh, tulisan ini hadir untuk membedah penyelenggaraan konsepsi demokrasi prosedural tersebut di lapangan. Melalui studi pustaka kualitatif dan dipandu oleh pertanyaan penelitian: “bagaimana praktik limitasi demokrasi prosedural dalam penanganan pandemi di Indonesia?”, tulisan ini lantas sampai pada beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pertama, benar bahwa demokrasi prosedural telah menjadi kerangka krusial bagi negara dalam menangani pandemi. Kedua, meski demikian, demokrasi prosedural juga berpotensi memproduksi dampak negatif bagi relasi antara demos dan kratos. Ketiga, oleh karenanya, limitasi atas demokrasi prosedural jadi mendesak untuk diselenggarakan.

Penulis: Moh. Eddy D. Soeparno

Abstrak:
Artikel ini berusaha memberikan deskripsi dan analisa perbandingan tentang proses interaksi eksekutif-legislatif dalam pembentukan konsensus politik terkaitkebijakan anggaran penanganan Covid-19 di Indonesia dan Singapura, terutama pembahasan penggunaan national reserve (cadangan nasional) di Singapura dan penerbitan Perppu No.1 Tahun 2020 di Indonesia. Artikel ini menggunakan pendekatan Institusionalisme Baru, Teori Politik Anggaran, dan Teori Anggaran Krisis. Artikel ini menemukan bahwa Pandemi Covid-19 telah mengubah prosedur, distribusi kekuasaan, pendekatan inkremental, dan jenis konflik dalam proses kebijakan anggaran penanganan Covid-19. Selain itu, analisa politik anggaran dalam kebijakan anggaran krisis (penarikan national reserves dan penerbitan Perppu) memperlihatkan bahwa kondisi krisis akan mendorong kemunculan kesamaan kepentingan dan kerja sama antara lembaga eksekutif-legislatif untuk melindungi konstituennya dari ancaman Pandemi Covid-19. Namun, terdapat dorongan (insentif) yang berbeda dari kerja sama yang terbentuk antara eksekutif-legislatif di kedua negara tersebut. Singapura memiliki dominasi satu partai politik yang mendorong kerja sama eksekutif-legislatif, sedangkan Indonesia memiliki sistem Presidensialisme multi-partai yang mendorong kerja sama eksekutiflegislatif. Artikel ini menemukan bahwa model sistem politik akan berimplikasi pada pola interaksi eksekutif-legislatif dalam politik anggaran Covid-19.

Penulis: I Nyoman Aji Suadhana Rai

Abstrak:
Artikel ini membahas tentang peran Indonesia di dalam mengamankan ruang siber atau cyberspace di lingkup domestik, bilateral dan multilateral. Sejak dibentuknya Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN pada tahun 2017, Indonesia melaporkan mendapatkan begitu banyak serangan siber baik di lingkungan pemerintahan maupun di lingkup swasta. Artikel ini bertujuan untuk mengetahui peran yang dilakukan oleh Indonesia dalam membentuk keamanan dan ketahanan siber di lingkup domestik, bilateral dan multilateral. Metode riset yang digunakan adalah metode deskriptif melalui kajian literatur dengan menggunakan data sekunder dari kajian literatur yang sudah tersedia. Hasil riset menunjukan bahwa Indonesia berperan sebagai Protected, Mediator, dan Balancer sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan di masing – masing situasi baik domestik, bilateral maupun situasi multilateral yang cenderung dinamis, namun tidak mengganti posisi Indonesia sebagai negara dengan statusnya yang tidak beraliansi dengan negara lainnya yaitu bebas aktif.

Penulis: Annisa Putri Nindya

Abstrak:
Ditengah memanasnya tensi dalam pusaran konflik sengketa Laut Tiongkok Selatan, AUKUS muncul sebagai aliansi baru di bawah kesepakatan trilateral yang dituding sebagai pakta keamanan. Beberapa pengamat berpendapat bahwa aliansi yang terdiri dari Australia, Inggris dan Amerika tersebut adalah manuver baru bagi blok mereka untuk melawan dominasi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang semakin agresif di kawasan Indo-Pasifik. Dengan misi AUKUS untuk menjaga stabilitas keamanan Indo-Pasifik, kemungkinan yang dibayangkan terjadi justru sebaliknya dan menjadi latar belakang dari reaksi beragam negara-negara dalam kawasan salah satunya adalah Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara yang menyatakan kekhawatirannya terhadap perlombaan senjata yang mungkin tidak dapat terhindarkan. Oleh karena itu, tulisan ini akan memaparkan secara analisis dari munculnya AUKUS bagi Indo-Pasifik serta posisi Indonesia mencakup arah kebijakan luar negerinya berkaitan dengan isu yang ada. Topik dalam tulisan ini dianalisis menggunakan Regional Security Complex Theory dan Offense-Defense Theory dan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Setelah elaborasi lebih lanjut, dapat diketahui bahwa dinamika geopolitik Indo-Pasifik memang terus-menerus menciptakan tensi akibat persaingan pihakpihak eksternal. Indonesia sebagai negara non-blok dan penganut politik bebas aktif diharapkan mampu memaknai kembali prinsipnya dan tegas dalam mempelopori keamanan kolektif dengan sikap tegas satu suara bersama negara ASEAN lainnya.

Penulis: Landry Ingabire

Abstrak:
Republik Demokratik Kongo (DRC) adalah negara dengan konflik pemberontakan terpanjang pada abad ke-21. Artikel ini menganalisis penyebab kesulitan PBB dalam mencari solusi atas krisis kelompok pemberontak yang mengancam keamanan di DRC, khususnya yang terjadi di wilayah bagian timurnya. Sebagian besar tulisan yang sudah ada mengenai subjek yang diteliti menyatakan bahwa kegagalan misi penjaga perdamaian di DRC disebabkan oleh berbagai faktor seperti mandat, kekuatan, kompleksitas kekerasan, dll. Namun, penelitian terdahulu belum pernah menganalisis MONUSCO sebagai rezim dan mengapa rezim ini tidak efektif. Dengan pendekatan teori rezim internasional, artikel ini menggunakan faktor internal dan eksternal rezim untuk menganalisis penyebab tidak efektifnya misi pemeliharaan perdamaian di DRC. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari dokumen resmi MONUSCO, buku, jurnal, dan berita online. Artikel ini menunjukkan bahwa krisis pemberontak di DRC disebabkan oleh berbagai masalah internal dan bahwa prinsip dan aturan MONUSCO tidak efektif dalam memberantas kelompok pemberontak yang menyebabkan ketidakamanan sehingga menghalangi perdamaian di DRC.

Penulis: Helmy Yahya Rahma Aji

Abstrak:
ASEAN dan Korea telah mengembangkan kerja sama yang dekat di berbagai bidang. Namun, masih terdapat perception gap antara anak muda ASEAN dan Korea; Korea dikenal secara luas oleh anak muda ASEAN, tetapi tidak dengan sebaliknya. Perception gap antara anak muda ASEAN dan Korea telah diperkuat oleh beberapa studi seperti studi oleh Jin-pyo et al. dan Ji-hyeon. Studi lain oleh Roslan juga menyiratkan bahwa masyarakat Korea kurang tahu mengenai ASEAN. Studi-studi tersebut mengindikasikan perlu adanya kooperasi untuk meningkatkan pemahaman bersama satu sama lain. Namun, studi-studi tersebut tidak menyebut atau mencanangkan langkah konkret untuk menjembatani gap ini. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi persoalan ini, tetapi masih belum efektif. Esai ini menggunakan metode kualitatif dan diarahkan pada studi kasus mengenai studi kasus gap persepsi ini. Data diperoleh dengan pencarian melalui dokumen, seperti buku, artikel jurnal, atau dokumen lainnya yang berhubungan. Esai ini menawarkan sebuah inisiatif yang Bernama SKYFITY (ASEANKorea Youth Fraternity) untuk menjembatani gap tersebut. Inisiatif ini menggunakan pendekatan diplomasi budaya dan public yang menekankan anak muda di ASEAN dan Korea untuk ikut serta dan berpartisipasi dalam inisiatif ini. SKYFITY terdiri dari tiga aktor; pemerintah (pemerintah ASEAN dan Republik Korea), eksternal (swasta dan institusi budaya) dan anak muda. SKYFITY meliputi dimensi sosial, budaya, dan kewirausahaan untuk meningkatkan pemahaman satu sama lain antara anak muda di ASEAN dan Korea.

Penulis: M. Solahudin Al Ayubi

Abstrak:
Kemunculan Women’s March (WM) telah memberikan pengaruh terhadap kebijakan publik di Indonesia dan Amerika Serikat. Sejak awal kemunculannya di Washington pada 2017, WM telah menjangkau 30 negara di dunia termasuk Indonesia. Upaya WM dalam mempromosikan isu-isu dan hak-hak perempuan telah memberikan pengaruh kolektif terhadap pola sosial masyarakat dan kebijakan publik. Tujuannya adalah agar kebijakan publik di AS dan Indonesia dapat memberikan keamanan, perlindungan dan keadilan terhadap perempuan. Meskipun demikian, WM di Indonesia dan AS memiliki beberapa perbedaan dan kesamaan pengaruh terhadap kebijakan publik. Melalui pendekatan deskriptif-kualitatif, penelitian ini akan mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis perbedaan dan kontras pengaruh WM terhadap kebijakan publik di Indonesia dan AS. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang berdasarkan riset kepustakaan (library research) dengan menggunakan sumber kedua (secondary sources). Teori yang digunakan dalam pembandingan dan kontras adalah MSSD (Most similar System Design) serta teori kelompok kepentingan promosi dari Hague dan Harrop. Penelitian ini menghasilkan sebuah perbandingan dan kontras pola dan pengaruh WM di Indonesia dan AS. Hasil tersebut didasarkan pada dasar kekuatan pengaruh kelompok kepentingan promosi di masing-masing negara termasuk respons pemerintah dalam menanggapinya.

Penulis: Ubaity Rosyada

Abstrak:
Kasus suap Garuda Indonesia merupakan kasus penyuapan transnasional di sektor swasta yang melibatkan beberapa negara, termasuk Indonesia. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yang didukung dengan analisis dari teori liberal institusionalisme, konsep interdependensi kompleks serta konsep korupsi dengan tujuan untuk menggambarkan bagaimana kerja sama yang dilakukan KPK dan SFO dalam mengungkap kasus ini. Artikel ini memaparkan data dari hasil wawancara dengan pihak terkait seperti KPK sebagai lembaga yang menjalankan kerja sama dan juga pihak Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai badan penghubung antar negara yang bersifat formal. Kerja sama ini dilakukan berdasarkan instrument hokum internasional yakni United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang merupakan kesepakatan hukum bersama yang berfokus pada pencegahan tindak pidana korupsi tingkat dunia. Melalui kerja sama ini, Informasi dan data merupakan hal yang penting dalam kasus ini dapat diperoleh dengan pertukaran informasi antar kedua pihak, walaupun hasil akhir skema penyelesaian kasus berbeda karena perbedaan system hukum kedua negara. Artikel ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu pendahulan, kerangka teori, metode penelitian, kasus suap garuda Indonesia, kerangka kerja sama UNCAC, kerja sama KPK dan SFO dalam kasus suap Garuda Indonesia dan Tantangan dan Hambatan dalam Kerja sama serta kesimpulan.

Vol. 12 / No. 2 - Desember 2021

Penulis: Elsya Yunita

Abstrak:
Regulasi usaha yang tidak efisien dapat menghambat pertumbuhan aktivitas usaha. Pada tahun 2009, APEC menetapkan Rencana Aksi Kemudahan Berusaha APEC (Rencana Aksi APEC) sebagai bentuk intervensi untuk mendorong perbaikan regulasi usaha di kawasan anggotanya. Terdapat lima indikator kemudahan berusaha yang menjadi prioritas perbaikan dalam Rencana Aksi APEC, yaitu memulai usaha, perizinan terkait mendirikan bangunan, akses perkreditan, perdagangan lintas negara, dan penegakan kontrak. Penelitian ini menguji bagaimana dampak perbaikan regulasi usaha pada kelima indikator tersebut terhadap pendirian usaha di kawasan APEC, dalam kondisi adanya intervensi berupa penerapan Rencana Aksi APEC. Menggunakan kombinasi fixed effects model, random-effects model, dan random effect – instrumental variable pada data panel 15 ekonomi anggota APEC tahun 2006-2018, hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan perbaikan skor pada lima indikator kemudahan berusaha setelah adanya penerapan Rencana Aksi APEC. Perbaikan regulasi pada indikator memulai usaha memiliki pengaruh paling signifikan terhadap pendirian usaha di kawasan APEC, di mana peningkatan jumlah pendirian usaha di kawasan APEC dipengaruhi secara signifikan oleh penurunan jumlah hari yang dibutuhkan untuk mengurus perizinan memulai usaha. Adapun empat indikator kemudahan berusaha lainnya menunjukkan hubungan yang tidak signifikan terhadap pendirian usaha. Dari hasil penelitian, disarankan agar anggota APEC merancang kebijakan yang memfokuskan pada penyediaan layanan perizinan memulai usaha yang mudah, murah dan cepat. Misalnya dengan mengimplementasikan layanan “one-stop shops” serta mengembangkan layanan berbasis elektronik untuk mempercepat proses perizinan dan meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan.

Penulis: Sri Amanda Fitriani

Abstrak:
Arus globalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi hampir seluruh negara di dunia. Setiap negara saat ini melakukan keterbukaan perdagangan untuk menunjang kebutuhan domestik dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pergerakan rasio keterbukaan perdagangan Indonesia cenderung menurun dan rendah, tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonominya. Studi empiris menganalisis hubungan keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang telah dilakukan memiliki hasil penelitian yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka pendek maupun jangka panjang berdasarkan beberapa indikator keterbukaan perdagangan. Jenis data penelitian adalah data sekunder dalam deret waktu tahunan (time series) dari tahun 1980 sampai tahun 2019. Penelitian ini menggunakan metode Autoregressive Distributed Lag (ARDL). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan antara keterbukaan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka panjang tetapi negatif dalam jangka pendek dari seluruh indikator keterbukaan perdagangan yang digunakan (ekspor ditambah impor dibagi PDB, ekspor dibagi PDB, dan impor dibagi PDB). Dalam jangka panjang terdapat hubungan yang negatif antara Foreign Direct Investment (FDI) dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, sedangkan dalam jangka pendek terdapat hubungan positif. Untuk modal manusia memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam jangka panjang, tetapi tidak signifikan dalam jangka pendek. Rekomendasi dari penelitian ini, perlu adanya peningkatan kinerja perdagangan dalam jangka pendek dengan menghidupkan sektor riil dalam negeri, peningkatan pengawasan serta kerja sama dari seluruh stakeholders yang terkait dalam mendukung FDI, dan memberikan kemudahan akses bagi masyarakat kurang mampu untuk menempuh pendidikan tinggi.

Penulis: Setyo Tri Wahyudi

Abstrak:
Inflasi menjadi salah satu variabel penting dalam ekonomi. Setiap pergerakan inflasi akan menyebabkan beberapa perubahan terhadap variabel fundamental ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi dan pengangguran. Oleh karena itu, inflasi menjadi variabel yang seringkali diamati dan diuji, baik secara teoritis maupun empiris. Pertumbuhan ekonomi dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh angka inflasi yang stabil dan kemudian akan berguna untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk. Menggunakan data inflasi tingkat kabupaten/kota di Jawa Timur, penelitian ini bertujuan untuk mengukur persistensi inflasi di tingkat kabupaten/kota di Jawa Timur. Persistensi inflasi menunjukkan kecepatan tingkat inflasi untuk kembali ke tingkat ekuilibriumnya setelah adanya suatu shock. Selain itu, penelitian ini juga akan menganalisis penyebab persistensi di 8 kabupaten/kota di Jawa Timur. Untuk mengukur derajat persisitensi inflasi, penelitian ini menggunakan model univariate autoregressive (AR). Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh temuan bahwa (1) inflasi di 8 kabupaten/kota di Jawa Timur cenderung berfluktuasi sepanjang periode penelitian ini. Inflasi tertinggi berada di Kota Probolinggo, sedangkan yang terendah adalah Kota Madiun. Komoditas penyumbang inflasi terbesar dari kelompok bahan makanan, contohnya telur ayam ras, beras, ayam ras, tomat sayur, bawang merah, dan daging sapi. Kemudian (2) hasil yang diperoleh adalah derajat persistensi inflasi di 8 kabupaten/kota di Jawa Timur masih terbilang tinggi, sehingga memerlukan perhatian dari regulator. Selain itu, persistensi inflasi ini disebabkan oleh tinggi ekspektasi inflasi atau mengarah ke forward looking. Berdasarkan temuan, pemerintah perlu menyusun strategi yang terukur dalam mengendalikan inflasi supaya stabil, seperti mengoptimalkan peran Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).

Penulis: Iwan Hermawan

Abstrak:
Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) bertujuan untuk membantu masyarakat miskin mengakses sebagian pangannya. Namun sayang, berbagai kendala dan tantangan masih jamak ditemukan dalam pelaksanaannya sehingga berpotensi mengurangi manfaat utuh dari adanya BPNT. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efektivitas pelaksanaan BPNT, khususnya di Kota Yogyakarta sebagai salah satu daerah percontohan BPNT di Indonesia. Untuk menjawabnya, digunakan pendekatan kualitatif dengan dilengkapi data primer dan sekunder. Sumber data primer berasal dari kuesioner berdasarkan perspektif e-Warong dan juga wawancara mendalam dengan narasumber dari Kementerian Sosial, akademisi, dinas sosial, dan lainnya. Sedangkan data sekunder berasal dari publikasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Lembaga Swadaya Masyarakat pemerhati kebijakan publik, Badan Pusat Statistik, Kementerian Sosial, dan Perum Bulog. Selanjutnya secara khusus pendekatan Importance-Performance Analysis (IPA) diaplikasikan guna mengukur karakteristik efektivitas dari pelaksanaan BPNT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan BPNT di Kota Yogyakarta secara umum berjalan efektif namun dengan catatan jika dilihat berdasarkan indikator prinsip 6 T. Dimensi administrasi menjadi dimensi yang belum berperforma baik dibandingkan dimensi lainnya. Apalagi dimensi-dimensi lain yang sudah efektif ternyata masih berpotensi menurun kinerjanya karena berbagai faktor berdasarkan hasil dari wawancara yang dilakukan. Berdasarkan temuan tersebut, berbagai rekomendasi kebijakan disarankan, antara lain penyempurnaan pasokan, perbaikan infrastruktur, dan menyempurnakan mekanisme pendataan. Selain itu, saran lainnya adalah menyempurnakan BPNT sesuai karakteristik masyarakat dan wilayah serta meningkatkan intensitas keterlibatan dan kinerja Bulog untuk mendukung BPNT dan urusan pangan nasional.

Penulis: Almuttaqin

Abstrak:
Otonomi daerah menuntut reformasi birokrasi dalam pengelolaan keuangan dengan menerapkan prinsip tata kelola yang baik untuk meningkatkan kinerja pemerintah dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan daerah. Pada era digitalisasi industri 4.0 saat ini, perkembangan sistem informasi dapat dirancang sebagai media pendukung, seperti e-Budgeting yang digunakan oleh Pemerintah Aceh. Pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh, yang hampir satu dekade sebelumnya selalu terlambat, akhirnya dapat dilakukan tepat waktu pada tahun 2020, dimana e-Budgeting berperan penting terhadap pencapaian tersebut. Namun demikian, Indeks Reformasi Birokrasi yang direalisasikan tidak meningkat dari tahun lalu, sementara Indeks Keterbukaan Informasi Publik bahkan mengalami penurunan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi penerapan e-Budgeting. Populasi penelitian ini merupakan 47 Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) sebagai unit analisis. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner online dan wawancara kepada 67 responden melalui google form. Analisis deskripsi terhadap penerapan e-Budgeting pada SKPA mengindikasikan kinerja yang bagus. Penerapan e-Budgeting dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Aceh mencapai nilai tertinggi pada prinsip efektif dan terendah pada prinsip transparan. Teknik analisis regresi linier berganda digunakan pada tingkat signifikansi 0,05 (α = 5 persen). Hasil uji serempak menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,042 sehingga disimpulkan bahwa setidaknya ada satu variabel bebas memengaruhi variabel terikat. Hasil uji parsial menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,049 dengan nilai konstanta sebesar 3,418 dan koefisien determinasi sebesar 0,437. Hasil penelitian membuktikan bahwa dukungan atasan langsung dan jumlah operator e-Budgeting memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penerapan e-Budgeting, sedangkan pendidikan formal, pengalaman, pelatihan, dan keseimbangan penghasilan dengan beban kerja juga berpengaruh positif namun tidak signifikan.

Penulis: Lukmanul Hakim

Abstrak:
Peraturan Daerah terkait Kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan payung hukum dalam pembangunan suatu daerah, tetapi kebijakan tersebut terkadang tidak sinkron jika diterapkan di lapangan, sehingga muncul kesenjangan antara kebijakan rencana tata ruang dan realisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian dan kesenjangan antara Kebijakan RTRW Kabupaten Garut dengan realisasi, khususnya terkait KPI IPK Sukaregang, Kecamatan Garut Kota. Metode “penelitian kebijakan” (policy research) digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan sinkronisasi antara Kebijakan RTRW dengan kondisi di lapangan dan dengan peraturan perundang-undangan terkait yang dikombinasi dengan pendekatan Importance Performance Analysis (IPA) untuk mengetahui tingkat kesenjangan antara Kebijakan dan realisasi. Berdasarkan hasil analisis, arahan pola ruang RTRW Kabupaten Garut terkait Kawasan Peruntukan Industri di Kecamatan Garut Kota belum didasarkan pada peraturan dan perundangan serta kondisi di lapangan, sehingga terjadi ketidaksinkronan dalam perencanaan. Demikian juga dengan arahan kebijakan rencana tata ruang dengan kondisi aktual dilapangan terjadi kesenjangan sebesar 42 persen. Agar kebijakan rencana tata ruang dapat berjalan efektif, maka Perda RTRW yang ada perlu dilakukan peninjauan kembali (PK) untuk selanjutnya dilakukan revisi yang didasarkan kepada peraturan dan perundangan yang terkait serta kondisi aktual di lapangan.

← Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Selanjutnya →