Penulis: Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.
Abstrak:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XIX/2021 menyatakan frasa pada Penjelasan Pasal 74 UU
PPTPPU sebagai konstitusional bersyarat. Penjelasan tersebut menafsirkan frasa “penyidik tindak pidana asal”,
harus dimaknai sebagai “pejabat atau instansi yang oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan untuk
melakukan penyidikan”. Artikel ini mengkaji pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam menafsirkan Penjelasan
Pasal 74 UU PPTPPU, dan implikasinya terhadap penegakan hukum TPPU. Selain itu, artikel ini diharapkan dapat
memberi masukan terkait kesiapan PPNS dalam mengemban wewenang penyidikan TPPU. Artikel ini merupakan
penelitian hukum empiris-normatif, dengan metode analisis data yang bersifat kualitatif. Hasil pembahasan bahwa
perumusan terhadap penjelasan Pasal 74 UU PPTPPU memang telah menimbulkan ketidakjelasan norma, yaitu
terjadi ketidakselarasan antara Penjelasan Pasal 74 dengan ketentuan norma pokoknya, hal itu pula yang menjadi
salah satu pertimbangan konstitusional bersyarat oleh MK. Selain itu, Putusan MK berimplikasi pada terbukanya
keran penegakan hukum TPPU yang kini menjadi bersifat multi-investigators. Tugas dan kewenangan penyidikan
TPPU yang diatur dalam UU PPTPPU kini juga diberikan kepada seluruh penyidik tindak pidana asal (termasuk
PPNS). Artikel ini merekomendasikan agar pembenahan PPNS perlu terus diupayakan agar kuantitas, kualitas dan
profesionalitas PPNS terus meningkat, sehingga dapat melaksanakan fungsi penegakan hukum TPPU secara efektif.
Penulis: R. Muhamad Ibnu Mazjah
Abstrak:
Kemudahan masyarakat dalam mengakses dan menjadikan media sosial sebagai alat berkomunikasi termasuk
untuk menyatakan pikiran dan sikap, mengeluarkan pendapat, mengolah dan menyampaikan informasi telah
melahirkan sebuah aktivitas baru di tengah masyarakat yang dikenal dengan istilah pendengungan (buzzing)
informasi elektronik, beserta subjeknya yang disebut buzzer. Pelaksanaan aktivitas buzzing itu berlandaskan pada
pada hak atas kebebasan berekspresi dan menyebarkan informasi yang mendapatkan jaminan perlindungan
hak asasi manusia. Akan tetapi, pada kenyataannya aktivitas tersebut mendapat celaan dari masyarakat karena
dianggap sebagai alat penebar rasa kebencian dan permusuhan, akibat pelanggaran dari sisi kesusilaan karena
menyalahgunakan arti kebebasan itu sendiri. Pada sisi lain, ketentuan hukum tidak secara spesifik dan
komprehensif mengatur aktivitas buzzing. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini membahas mengenai redefinisi
buzzing dari perspektif hukum sebagai sumbangan pemikiran guna mengetahui sejauh mana hukum mengatur
kebebasan dan tanggung jawab dalam melaksanakan aktivitas buzzing tersebut berikut dengan perumusan unsurunsur tindak pidananya. Artikel ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yang pada bagian akhir
merekomendasikan perlunya undang-undang tersendiri yang mengatur aktivitas buzzing sebagai suatu pekerjaan
sesuai dengan kondisi terkini masyarakat hingga mencakup pengaturan tentang pemberlakuan sistem norma
etika kepada buzzer sebagai sarana untuk mencegah kejahatan berbasis pengendalian perilaku.
Penulis: Denico Doly, S.H., M.Kn.
Abstrak:
Aturan pelindungan data pribadi tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan. Hal ini menyebabkan
pengawasan atas pelaksanaan pelindungan data pribadi bersifat sektoral, pemerintah belum optimal melakukan
pelindungan data pribadi masyarakat, dan lembaga yang bertanggung jawab untuk melindungi data pribadi juga
masih belum terintegrasi. Artikel ini mengkaji urgensi pembentukan lembaga pengawas pelindungan data pribadi
dan bagaimana bentuk ideal lembaga tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji urgensi dan bentuk ideal
lembaga pengawas pelindungan data pribadi. Dalam penulisan artikel yang menggunakan metode pendekatan
yuridis normatif dan dianalisis secara kualitatif, disebutkan urgensi pembentukan lembaga pelindungan data
pribadi, yaitu kesatu, untuk memastikan aturan pelindungan data pribadi diimplementasikan; kedua berbagai
negara membentuk lembaga pengawas pelindungan data pribadi; ketiga, pengawasan dan penegakan hukum
pelindungan data pribadi saat ini masih lemah; keempat, banyaknya subjek hukum pelindungan data pribadi;
kelima, pengendali atau prosesor data pribadi yang banyak; dan keenam, masih kurangnya kesadaran masyarakat
akan pelindungan data pribadi. Bentuk ideal lembaga pengawas pelindungan data pribadi sebaiknya berupa
lembaga negara independen yang dibentuk dengan undang-undang dan bersifat auxalari state’s organ, yang
memiliki fungsi, tugas, dan kewenangan yang diatur dalam undang-undang. Pembentukan lembaga pengawas
pelindungan data pribadi ini perlu diatur dalam UU Pelindungan Data Pribadi.
Penulis: Novianti, S.H., M.H.
Abstrak:
Masuknya ratusan orang asing pasca diterbitkannya pemberlakuan pemberian bebas visa kunjungan menimbulkan
kekhawatiran banyak pihak akan terjadi peningkatan penyebaran Covid-19. Penulisan ini bertujuan untuk
mengetahui kebijakan selektif yang dilakukan oleh keimigrasian terkait pembatasan pemberian bebas visa
kunjungan pada masa pandemi Covid-19. Tulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang
dianalisis secara deskriptif-kualitatif dengan menggunakan data kepustakaan. Hasil penelitian mengungkapkan
pengaturan pembatasan pemberian bebas visa kunjungan dan izin tinggal bagi orang asing pada masa pandemi
Covid-19 dilakukan melalui beberapa penerbitan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Permenkumham) yakni Permenkumham Nomor 3, 7, 8, 11, dan 26 Tahun 2020, serta Permenkumham Nomor
27 Tahun 2021. Beberapa Permenkumham tersebut telah dilakukan beberapa kali penggantian dan terakhir
diberlakukan Permenkumham Nomor 34 Tahun 2021. Kebijakan selektif keimigrasian pada masa pandemi
Covid-19 yakni melakukan pembatasan pemberian bebas visa kunjungan dengan beberapa pengecualian
dan memberikan izin masuk kepada orang asing pada saat pemberlakuan pelaksanaan pembatasan kegiatan
masyarakat (PPKM). Untuk itu pemerintah perlu melakukan kebijakan yang ketat dengan melakukan skrining
dan karantina terhadap orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Penulis: Gurnita Ning Kusumawati
Abstrak:
Perlindungan terhadap pemanfaatan kekayaan laut serta peningkatan ekonomi maritim dan perikanan
Indonesia dilakukan melalui pencegahan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUU Fishing) di zona Fishing
ground. Hal ini diejawantahkan dalam berbagai instrumen internasional, salah satunya the 2009 Agreement on
Port State Measures to Prevent, Deter, Eliminate IUU Fishing (PSMA 2009). Ketersediaan sumber daya manusia
dan teknologi dalam menyiapkan sarana dan penegakan hukum di wilayah laut zona ekonomi, menjadi
salah satu tantangan bagi Indonesia dalam upaya mewujudkan instrumen internasional PSMA 2009. Fokus
pembahasan dalam penulisan ini adalah: Pertama, upaya Indonesia dalam memaksimalkan PSMA 2009 dengan
dilakukannya penelitian terutama berkenaan dengan masalah unregulated Fishing di Pelabuhan Samudera Nizam
Zachman. Kedua, kepentingan dilakukannya reformulasi hukum positif Indonesia mengenai PSMA untuk
menanggulangi kegiatan IUU Fishing. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan
pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan perbandingan (comparative approach). Upaya Indonesia
dalam menerapkan PSMA 2009 secara konsisten dan berkelanjutan, sebagaimana yang dilakukan di Pelabuhan
Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta, dinilai dari beberapa indikator seperti fasilitasi Pelabuhan
Perikanan, penegakan hukum, dan sumber daya manusia pra dan pasca diberlakukannya PSMA 2009. Namun,
masih diperlukan adanya reformulasi kebijakan dalam hal penegakan hukum dan strategi optimalisasi sarana
prasarana di Pelabuhan Perikanan Indonesia.
Penulis: Rahmadi Indra Tektona
Abstrak:
Penggunaan sistem artificial intelligence (AI) dalam produksi merupakan hal biasa di era teknologi yang serba canggih.
Namun, ada keprihatinan yang mendalam bahwa teknologi AI akan menjadi tidak terkendali. Dengan teknologi canggih,
hanya masalah waktu sistem ini mulai menghasilkan penemuan yang luar biasa tanpa campur tangan manusia. Hal ini
menimbulkan pertanyaan terkait hak kekayaan intelektual karena tidak hanya mendisrupsi konsep hak cipta, tetapi juga
mengarah pada munculnya pertanyaan terkait relevansi UU Hak Cipta yang bagaimanapun dinilai tertinggal dalam
merespon perkembangan AI ini. Melalui pendekatan konseptual dan menggunakan metode penelitian hukum normatif,
doktrinal, dan studi perbandingan, serta menggunakan teknik analisis kualitatif, artikel ini berpendapat bahwa dibutuhkan
sebuah konseptualisasi dan redefinisi terhadap regulasi dan kerangka hukum terkait hak cipta serta menghadirkan alat
sosial dan hukum untuk mengontrol fungsi dan hasil sistem AI. Saran dalam artikel ini, Pemerintah harus sadar akan
urgensi besar pemberian insentif yang dibutuhkan oleh pemrogram dan pemilik AI untuk merangsang pengembangan dan
investasi masa depan di bidang AI. Untuk mengakomodasi karya yang dihasilkan AI, Pemerintah perlu mendesain ulang
UU Hak Cipta Indonesia agar mampu mengakomodasi masalah hak cipta, hak moral dan ekonomi, dan jangka waktu
perlindungan terhadap karya kreasi AI; serta mempertimbangkan untuk mengadopsi penggunaan konsep work made for hire.
Penulis: Fajar Sugianto
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk memahami konstelasi perkembangan hermeneutika sebagai metode penafsiran
hukum dalam memberikan hasil interpretasi teks hukum yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Metode yang digunakan ialah yuridis normatif dengan pendekatan filsafat, pendekatan undang-undang,
dan pendekatan perbandingan dengan menggunakan data sekunder. Filsafat hermeneutika tidak hanya
mempersoalkan pemahaman suatu aturan hukum, tetapi apakah yang terjadi dengan memahami suatu aturan
hukum. Proses bagaimana memahami hukum dan proses intepretasi hukum menjadi fokus utama karena
keduanya akan membentuk pemahaman hukum yang menentukan langkah dan tindak lanjut seseorang
setelah memahami hukum. Penafsiran hukum terhadap teks undang-undang berbasis filsafat hermeneutika
memungkinkan hakim menggunakan kewenangannya untuk menambah makna teks undang-undang sebagai
wujud pembentukan dan penciptaan hukum. Hasilnya menunjukkan hermeneutika adalah benar sebagai
metode penafsiran hukum dalam memberikan hasil interpretasi teks hukum yang hakikatnya sebagai sarana dan
cara manusia untuk menafsirkan persoalan; dalam hal ini hakim membangun pemahaman dan memperoleh
hasil yang sahih dalam memeriksa dan memutus suatu perkara. Pengetahuan tentang adanya hermeneutika yang
telah terujui kebenarannya sehingga hasil penafsiran tersebut terukur dan teruji, sementara sebagai penggunaan
hermeneutika sebagai penafsiran sebagai suatu metode penafsiran hukum. Penguasaan hermeneutika sebaiknya
satu jenis dimana hal itu akan menghasilkan hasil yang baik.
Penulis: ARYO WASISTO, M.Si.
Abstrak:
The simultaneous scheme in the 2019 elections in Indonesia caused voter confusion, especially in the legislative elections. Citizens who are confused and disappointed when voting candidates characterize the declining quality of representation in electoral democracy. This study aims to determine the factors of confusion among citizens when they are in the voting booth. The case study research was conducted in Surabaya by interviewing 54
residents after the general election using recalling questions and in-depth interviews. The results show that the voter confusion factor is the effect of the complex design of the 2019 legislative election ballot paper, the lack of socialization about election procedures, and the difficulty of respondents understanding the simultaneous election models. The competency category shows that voter confusion is the respondents' low interest in political discussions and inadequate political knowledge. These two competence issues affect the quality of voters' political participation. Voter confusion in Surabaya generally motivates the phenomena of incorrect and misleading voting.
Penulis: Anggalih Bayu Muh. Kamim
Abstrak:
The Privileged Fund is used to financing five affairs, namely, spatial planning, land, culture, institutions and procedures for filling the positions with governor and vice governor. Various problems such as low participation, institutional problems and the interests of local authorities were identified as the cause of the Privileged Fund not being able to increase welfare. This study looks at the hegemonic perspective to show the consolidation of
the ruling class since the promulgation of the Privileged Law until its implementation has an impact on the inability of the community to control the Privileged Fund. This study is a qualitative research with a case
study approach. Data was collected through documentation techniques, in-depth interviews and Focus Group Discussions. Data analysis was carried out starting from extracting the problem to drawing conclusions. The
results of the study show that the mass action that emerged in support of the Privileged Law did not originate from the aspirations of the citizens, but rather a form of the success of the local ruling class in strengthening
the social base. The hegemony of the ruling class plays important roles in preventing the growth of critical awareness from the grassroots community and inhibits organic intellectuals from overseeing the Privileged Fund. Organic intellectuals have not been able to build alternative education and build movement alliances. The ruling class is able to mobilize resources and government structures to keep up its hegemony in the use of the Privileged Fund in the Special Region of Yogyakarta.
Penulis: Ramdhan Muhaimin
Abstrak:
To fight the Covid-19 pandemic, several countries, through their pharmaceutical companies, conduct research and production of vaccines. Efforts to invent a vaccine are racing with the rapid mutation of Covid-19. The World Health Organization with GAVI (Global Alliance for Vaccines and Immunization) and CEPI (Coalition for Epidemic Preparedness Innovations) initiated a collaborative forum called Covid-19 Vaccine Global Access (COVAX). The goal
there is justice and equity in the distribution of vaccines throughout the world. Although strategic efforts to deal with the Covid-19 pandemic are carried out multilaterally through COVAX, many countries have also taken bilateral steps to get their vaccine needs. On the other hand, the Covid-19 vaccine diplomacy that took place in an anarchic international system showed three different cultural patterns, namely Hobbesian (conflictual), Lockean
(competitive), and Kantian (cooperative). By using a qualitative approach, this study analyzes three cultural patterns of anarchy in vaccine diplomacy. Data collection techniques in this research are based on library research. The theory used in this research is diplomacy and cultures of Anarchy in Constructivism approach. From this research, it was found that the COVAX is a representation of the cooperative pattern carried out by countries in overcoming the Covid-19 pandemic. But apart from that, there is also Hobbesian or conflictual diplomacy between the United States and China. Meanwhile, competitive diplomacy can be seen in the
competition among vaccine-producing countries.
Penulis: Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.
Abstrak:
Pandemi Covid-19 menimbulkan kerugian pada perekonomian nasional yang berimbas pada terpuruknya UMKM, oleh karenanya perlu ada pelindungan hukum terhadap UMKM. Untuk itu tulisan ini akan mengkaji
dan bertujuan untuk mengetahui urgensi pelindungan hukum terhadap UMKM, pelindungan hukum yang diberikan kepada UMKM, dan peran bank dalam pelindungan hukum tersebut. Tulisan ini memiliki kegunaan
teoritis dan praktis. Dengan menggunakan metode yuridis normatif diperoleh hasil UMKM perlu mendapat pelindungan hukum karena memiliki peran penting dalam perekonomian nasional dan sebagai pilar utama ekonomi kerakyatan. Pelindungan hukum dilakukan dengan mengeluarkan berbagai instrumen hukum yang ditujukan untuk membantu UMKM bertahan, bangkit dari Covid-19, dan berkembang dengan baik. Bank memiliki peran penting dalam pelindungan hukum terhadap UMKM yaitu mendukung PEN dan membina/memberdayakan UMKM. Mengingat pentingnya UMKM, pelindungan hukum perlu terus dilakukan pada masa pandemi Covid-19. Bank juga perlu meningkatkan perannya dan menjadi agen pembangunan yang baik agar kesejahteraan rakyat terwujud.
Penulis: Kania Jennifer Wiryadi
Abstrak:
Pandemi Covid-19 menyebabkan pertumbuhan perekonomian dunia mengalami resesi tajam yaitu kisaran 4,4%-5,2%. Pasar kerja menjadi salah satu sektor yang terdampak ditandai dengan tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK). Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi gejala ini adalah dengan pengadopsian skema jaminan kehilangan pekerjaan. Artikel ini membahas latar belakang diadakannya jaminan kehilangan pekerjaan serta sistemnya di Indonesia dan cara skema jaminan kehilangan pekerjaan dapat menanggulangi dampak pemutusan hubungan kerja akibat resesi ekonomi. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis normatif. Dalam menganalisis bahan hukum, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Jaminan kehilangan pekerjaan merupakan bentuk jaminan sosial yang diberikan kepada pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Apabila pekerja mengalami PHK, pekerja akan menerima
manfaat berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja. Ditemukan bahwa skema jaminan kehilangan pekerjaan dapat mempercepat eks pekerja mendapatkan pekerjaan permanen dan mencegah eks pekerja kehilangan motivasinya untuk mencari kerja. Studi pelaksanaan unemployment insurance di negara lain menunjukkan bahwa skema unemployment insurance efektif dalam mengatasi jumlah pengangguran, khususnya dalam masa resesi ekonomi. Sebagai saran dari penelitian ini, skema jaminan kehilangaan pekerjaan perlu disosialisasikan dan pelatihan kerjanya disesuaikan dengan permintaan pasar agar benar-benar memberikan manfaatnya
Penulis: Hetty Hassanah
Abstrak:
Nama domain dapat diperoleh melalui pendaftaran & putusan (Dispute Resolution Service Provider-DRSP).
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) baru mengakui eksistensi nama domain hasil
pendaftaran pada registrar asing (Pasal 24 ayat (3)). UU ITE perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam
penyelesaian sengketa nama domain termasuk DRSP, oleh karena itu perlu adanya harmonisasi regulasi
dan praktik global. Permasalahan hukum yang muncul adalah prinsip apa saja yang dapat dipertimbangkan
dalam menyelesaikan sengketa nama domain berdasarkan UU ITE. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis,
menggunakan metode yuridis normatif. Data yang diperoleh dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan dalam penyelesaian sengketa
nama domain termasuk putusan DRSP adalah prinsip kepastian hukum; prinsip “architecture” Lawrence Lessig
yang dapat diterapkan terkait pengakuan dan pelaksanaan putusan penyedia layanan penyelesaian sengketa
nama domain oleh DRSP; serta prinsip pengakuan oleh Undang-Undang ITE. Prinsip-prinsip tersebut perlu
dipertimbangkan agar mampu mengikuti perkembangan best practices pada masyarakat Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) terkait kepemilikan nama domain berikut sistem penyelesaian sengketa secara online
oleh DRSP yang diatur oleh Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) dalam Uniform
Domain Name Dispute Resolution Policy (UDRP), perjanjian registri, dan perjanjian registrar sesuai dengan teori
“code” atau “architecture” dari Lawrence lessig.
Penulis: Marfuatul Latifah, S.H.I., LL.M.
Abstrak:
Perolehan alat bukti secara ilegal masih sering ditemui di Indonesia. Untuk mencegah pengulangan praktik
tersebut, hukum acara pidana mengenal prinsip the exclusionary rules of evidence (exclusionary rules) yang berfungsi
untuk mengeliminasi alat bukti yang diperoleh secara ilegal dalam pemeriksaan persidangan. Penerapan
exclusionary rules telah menjadi praktik yang umum dilakukan secara internasional. Artikel ini mengkaji
pengaturan prinsip exclusionary rules di Amerika Serikat dan Belanda, serta mengkaji apakah prinsip exclusionary
rules perlu diatur dalam hukum acara pidana Indonesia melalui RUU Hukum Acara Pidana (RUU HAP).
Artikel ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang kemudian dianalisis secara kualitatif.
Pengaturan exclusionary rules di Amerika Serikat diatur dalam Putusan Mapp v. Ohio, 367 U.S. 643 (1961),
sedangkan di Belanda diatur dalam Pasal 359a WvSv. Di Indonesia, keberadaan prinsip exclusionary rules
merupakan tafsir dari frasa “alat bukti yang sah” sehingga alat bukti harus sah, baik jenis dan perolehannya.
Untuk meminimalisasi perolehan bukti secara ilegal di Indonesia, prinsip exclusionary rules perlu diatur dalam
batang tubuh RUU HAP agar dapat diberlakukan secara efektif dalam persidangan di seluruh Indonesia.
Selain itu, pengaturan exclusionary rules pada RUU HAP perlu dilengkapi dengan pihak yang berwenang
menguji dan mengesahkan alat bukti, serta menetapkan tindakan apa yang dapat diterapkan terhadap alat
bukti yang tidak sah.
Penulis: Tanto Lailam
Abstrak:
Penelitian ini memfokuskan pada checks and balances antarlembaga negara dalam menjalankan fungsinya.
Problem penelitian terkait lemahnya sistem saling imbang dan saling kontrol dalam pembentukan dan pengujian
undang-undang. Untuk mengungkap problem penelitian tersebut, digunakan penelitian hukum normatif
yang mengutamakan data sekunder, dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa problem checks and
balances, yaitu (1) sistem legislasi dalam sistem presidensial yang banyak melahirkan kompromi/konfrontasi;
(2) checks and balances antarlembaga legislatif yang lemah; (3) teknik legislasi yang kurang dipahami; (4)
penyempitan pemahaman checks and balances dalam putusan MK; (5) problem saling klaim kebenaran dalam
menafsirkan konstitusi; (6) problem tambahan dan pencabutan kewenangan melalui putusan; (7) problem
putusan MK yang menyimpang dari undang-undang; dan (8) problem pemaknaan moralitas konstitusi. Solusi
penataan checks and balances, yaitu (1) pengaturan hak veto dalam konstitusi; (2) rekonstruksi makna “otonomi
daerah” dalam menata hubungan legislasi antara DPR dengan DPD; (3) penguatan kemampuan legal drafting;
(4) meletakkan bangunan prinsip separation of power dan checks and balances secara benar menurut konstitusi;
(5) penting membangun pemahaman kebenaran tafsir konstitusi; (6) perlu membangun marwah MK melalui
konsistensi putusan dan akuntabilitas putusan; (7) meminimalisasi penyimpangan terhadap UU MK; dan (8)
penguatan moralitas/etika hakim.
Penulis: Astriyany
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kembali hubungan antara liberalisasi perdagangan, liberalisasi penanaman modal asing (PMA), dan ketimpangan upah di Indonesia antara pekerja berkemampuan tinggi dan pekerja berkemampuan rendah dengan mempertimbangkan teori perdagangan internasional yaitu Heckscher-Ohlin-Samuelson model dan teori tenaga kerja yaitu teori Human Capital. Panel data berasal dari data terbaru survei angkatan kerja nasional (SAKERNAS) antara tahun 2015 dan 2017 yang digunakan untuk mengestimasi pekerja berdasarkan jenis kelamin, umur, status perkawinan, gaji per jam, tingkat pendidikan dan klasifikasi industri. Ketimpangan upah diukur menggunakan dua tahap metode estimasi. Di metode tahap pertama, dengan menggunakan data SAKERNAS di level individu, data upah diregresi menggunakan karakteristik pekerja untuk mendapatkan estimasi koefisien ketimpangan upah yang diinginkan yaitu untuk pekerja berkemampuan tinggi dan pekerja berkemampuan rendah. Di metode tahap kedua, hasil koefisien dari metode tahap pertama digunakan sebagai variabel terikat untuk kemudian diregresikan dengan nominal tarif sebagai proksi atau representasi dari liberalisasi perdagangan dan PMA inflow sebagai proksi dari liberalisasi PMA. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan dan liberalisasi PMA memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketimpangan upah untuk pekerja yang berkemampuan rendah, sedangkan untuk ketimpangan upah pekerja berkemampuan tinggi terdapat hubungan yang positif dan linier. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan menurunkan ketimpangan upah antara pekerja berkemampuan tinggi dan pekerja berkemampuan rendah yang linier dengan HOS model dan liberalisasi PMA menaikkan upah untuk pekerja berkemampuan tinggi yang linier dengan teori Human Capital.
Penulis: Suhaila Marisa
Abstrak:
Beberapa negara mencoba untuk lebih terlibat dalam perdagangan internasional untuk menjadi bagian dari jaringan global. Investasi asing dipercaya merupakan salah satu cara untuk meningkatkan skala ekonomi
dari suatu negara. Oleh karena itu, negara berkembang seperti Indonesia mencoba untuk menarik lebih banyak penanaman modal asing (PMA). Tujuan utama PMA biasanya adalah berorientasi ekspor dan ingin bersaing di pasar global. Perdagangan intraindustri mengukur ekspor dan impor dalam satu kategori industri. Indeks perdagangan intraindustri yang mempunyai nilai tinggi berarti suatu negara memiliki integrasi yang kuat dengan negara mitra. Kajian ini mencoba menganalisis hubungan antara PMA sektor manufaktur di Indonesia dan bilateral perdagangan intraindustri antara Indonesia dengan masing-masing Jepang, China, dan ASEAN-9, khususnya pada level industri. Metode dari penelitian ini menggunakan Fixed Effect Model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterkaitan antara PMA dan perdagangan intraindustri hanya signifikan pada industri tertentu. Dalam kasus Indonesia dan Jepang, PMA pada industri kendaraan bermotor dan alat transportasi lain memiliki korelasi tertinggi dengan perdagangan intraindustri. Sedangkan untuk kasus Indonesia dan China, PMA pada industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya menunjukkan hubungan yang paling tinggi dengan perdagangan intraindustri. Dalam kasus Indonesia dan ASEAN-9, hubungan tertinggi antara PMA dan perdagangan intraindustri adalah pada industri tekstil. Hubungan PMA dan perdagangan intraindustri berbeda antarlokasi dan industri.
Penulis: Bambang Irawan
Abstrak:
Industri minyak sawit Indonesia memiliki peran penting bagi perekonomian nasional sebagai penghasil devisa dan penyedia lapangan kerja serta sumber pendapatan rumah tangga. Dalam pengembangan industri sawit ini, Indonesia hanya menekankan pada ekspor CPO sehingga nilai tambah yang diperoleh masih rendah. Konsumsi CPO domestik hanya sekitar 30 persen, sedangkan 70 persen lainnya diekspor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak dari kebijakan hilirisasi pemerintah terhadap konsumsi CPO pada industri hilir. Teknik analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model pada data panel dari industri-industri hilir CPO dengan periode tahun penelitian 2000-2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan hilirisasi dan kebijakan bea keluar tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
konsumsi CPO domestik. Sementara jumlah perusahaan dan harga CPO internasional mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan, sedangkan gap harga dan output produksi tahun sebelumnya berpengaruh negatif signifikan terhadap konsumsi CPO pada industri hilir. Industri yang berpengaruh signifikan dalam menyerap CPO domestik adalah industri minyak goreng kelapa sawit, industri ransum makanan hewan,
industri oleokimia dasar dan biodiesel serta industri minyak makan dan lemak nabati lainnya. Sedangkan industri minyak goreng kelapa dan industri sabun dan bahan pembersih keperluan rumah tangga tidak berpengaruh secara signifikan. Dari hasil penelitian ini disarankan kebijakan hilirisasi harus dibarengi oleh percepatan pembangunan infrastruktur dan ketersediaan energi yang memadai sehingga tidak menghambat produksi dan juga kelancaran logistik.
Penulis: Putri Wulansari
Abstrak:
Pasca diterapkannya kebijakan revolusi hijau serta keberadaan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai lembaga yang berperan menjaga kestabilan pangan, lumbung pangan masyarakat telah kehilangan
eksistensinya. Dampak dari berkurangnya eksistensi lumbung pangan masyarakat tersebut dalam jangka panjang justru menyebabkan ketidakstabilan pangan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, di antaranya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan industri, penggunaan pupuk anorganik yang menyebabkan kesuburan lahan menurun sehingga menyebabkan hasil panen berkurang, terjadinya alih fungsi Bulog dari lembaga pemerintah menjadi BUMN/Perum, dan terjadinya peningkatan permintaan pangan yang disebabkan oleh peningkatan penduduk yang tidak sebanding dengan persediaan pangan yang ada. Tulisan ini bertujuan menggali lebih dalam tentang penguatan ketahanan pangan melalui modernisasi lumbung pangan yang bertolak dari kearifan lokal masyarakat Indonesia dan sejauh mana modernisasi lumbung pangan dapat menjadi solusi dalam mengatasi rawan pangan akibat belum tercapainya ketahanan pangan. Tulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif berbasis data literatur, membahas alternatif konsep untuk merevitalisasi lumbung pangan masyarakat dalam
upaya menjaga kestabilan ketahanan pangan masyarakat dan nasional. Konsep yang ditawarkan adalah memodernisasi lumbung pangan masyarakat baik dari segi pengelolaan bahan pangan yang disimpan, maupun aspek manajerial pengelolaan lumbung pangan masyarakat. Selain itu, perlu pengembangan kerja sama untuk bersinergi antar beberapa lumbung pangan masyarakat yang berdekatan dengan masyarakat sehingga cakupan wilayah kerjanya menjadi lebih luas.
Penulis: Siti Rogayah
Abstrak:
Studi ini menganalisis hubungan antara dua aspek penting bagi pembangunan ekonomi, yaitu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan (TPAKP) dan tingkat upah riil per jam di Indonesia. Dengan menggunakan metode regresi data panel GLS-efek acak pada data Sakernas, Susenas, dan PDRB dalam kurun waktu 2002-2018 di 30 provinsi, ditemukan bahwa peningkatan TPAKP di Indonesia justru menyebabkan tingkat upah rill per jam menurun. Hal ini diduga terjadi karena mayoritas pekerja perempuan di Indonesia bekerja pada lapangan usaha yang memiliki tingkat produktivitas rendah sehingga membuat garis pasokan pekerja pada kurva penawaran tenaga kerja dan upah riil bergeser ke arah kanan yang bermakna terjadinya pergeseran titik upah rill ke tingkat yang lebih rendah. Penurunan tingkat upah riil per jam ini dialami baik oleh para pekerja perempuan maupun para pekerja laki-laki. Berdasarkan hasil temuan ini, maka studi ini merekomendasikan agar usaha peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan sebaiknya diikuti dengan ragam pekerjaan yang lebih bermutu bagi mereka. Selain itu, diperlukan suatu kebijakan untuk mendorong terciptanya kesempatan kerja yang lebih luas bagi para perempuan khususnya pada lapangan usaha dengan tingkat produktivitas yang tinggi, dan suatu kebijakan guna menghilangkan pelbagai hambatan kerja, baik berupa hambatan domestik maupun eksternal, yang kiranya dapat menghambat kesempatan masuknya para perempuan ke pasar tenaga kerja.
Penulis: Diana Sartika
Abstrak:
Perbedaan pola migrasi antardaerah menunjukkan adanya kesenjangan pembangunan, salah satunya dari sisi fasilitas serta penyediaan barang dan layanan dasar. Desentralisasi merupakan salah satu upaya Pemerintah Indonesia untuk mengurangi kesenjangan dan mempercepat proses pemerataan pembangunan daerah, di antaranya melalui desentralisasi politik yaitu pemilihan langsung kepala daerah (pilkada). Kepala daerah terpilih diharapkan dapat menghasilkan kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan preferensi masyarakatnya. Oleh karena itu, akan ada perubahan arah kebijakan terkait fasilitas dan penyediaan layanan dasar dari pemerintah daerah. Hal ini akan menyebabkan pola migrasi yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat pola migrasi keluar antardaerah pada saat pelaksanaan pilkada di Indonesia menggunakan data migrasi per semester tahun 2014-2018 dari Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri pada 514 kabupaten/kota. Sepanjang tahun pengamatan, hasil regresi menunjukkan bahwa ada efek antisipasi dan efek lag yang kuat dari pilkada pada arus migrasi keluar. Hasil estimasi menggunakan model panel fixed effect menunjukkan bahwa waktu pelaksanaan pilkada dapat menurunkan arus migrasi keluar pada daerah yang melaksanakan pilkada sebesar 0,01 persen, karena adanya efek antisipasi masyarakat terhadap arah kebijakan baru dari calon kepala daerah dan masyarakat cenderung untuk melakukan wait and see. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa terdapat efek lag yang kuat sebesar 0,02 persen. Hasil ini mengindikasikan bahwa arah kebijakan baru di daerah dapat menjadi insentif untuk menetap atau menunda waktu bermigrasi bagi potensial migran, sehingga menurunkan arus migrasi keluar, setidaknya pada short run.
Penulis: Agung Dwi Laksono
Abstrak:
Beberapa suku di Indonesia memiliki budaya keluarga besar yang sangat kuat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berkorelasi dengan ukuran keluarga di Indonesia. Studi memanfaatkan data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2017. Sampel yang digunakan adalah 34.353 pasangan usia subur. Variabel yang dianalisis meliputi jenis tempat tinggal, kekayaan, perkawinan, lama kohabitasi, kelengkapan jenis kelamin anak, kontrasepsi, umur suami-istri, pendidikan suami-istri, dan pekerjaan suami-istri. Pengujian akhir dengan regresi logistik biner. Hasilnya menunjukkan pasangan di daerah perkotaan lebih kecil kemungkinannya untuk memiliki ukuran keluarga ≤ 4 dibandingkan pasangan yang tinggal di daerah pedesaan. Semakin baik status kekayaannya maka semakin tinggi kemungkinan memiliki ukuran keluarga ≤ 4. Semakin lama kohabitasi maka semakin kecil kemungkinan memiliki ukuran keluarga ≤ 4. Pasangan yang sudah memiliki jenis kelamin anak lengkap kemungkinannya 0,148 kali dibandingkan dengan yang tidak lengkap untuk memiliki ukuran keluarga ≤ 4. Pemakaian alat kontrasepsi memiliki probabilitas 0,727 kali lipat dibandingkan dengan yang tidak menggunakannya untuk memiliki ukuran keluarga ≤ 4. Suami yang berpendidikan dasar 1,242 kali lebih mungkin untuk memiliki ukuran keluarga ≤ 4 dibanding keluarga dengan suami tidak berpendidikan. Usia istri menjadi faktor penentu ukuran keluarga. Pasangan dengan istri yang bekerja 1,273 kali lebih mungkin dibandingkan mereka yang tidak bekerja untuk memiliki ukuran keluarga ≤ 4. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa delapan variabel merupakan faktor-faktor yang memengaruhi ukuran keluarga pada pasangan usia subur di Indonesia. Delapan faktor tersebut adalah jenis tempat tinggal, status kekayaan, lama kohabitasi, jenis kelamin anak lengkap, penggunaan kontrasepsi, pendidikan suami, usia istri, dan status pekerjaan istri.
Penulis: Mutti Anggitta
Abstrak:
This article argues that the most unique characteristic of the ICAN’s activism is its transnational scope, which was made possible by the use of eight strategies by the organization including geostrategic headquarters, internet and technology, government relations, NGOs connection, celebrity spotlight, perfect timing, creativity, and responsiveness. In evaluating the argument, this article provides evidence by employing process-tracing methods and conducting archival analysis to closely examine the historical timeline of important events or moments surrounding the ICAN’s activism since its inception in 2007 to the adoption of the Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons in 2017. This article first provides a literature review on social movements against nuclear weapons to provide some background. It then describes how the eight strategies are employed by the ICAN as they are reflected in its transnational activism. It finally notes the five key milestones that are achieved by the organization.
Penulis: Rafi Damar Bungsadewo
Abstrak:
Saat ini, tajuk mengenai Pam Swakarsa kembali diangkat ke permukaan dan jadikan sebagai program andalan Polri sebagai usaha untuk mengimplementasikan paradigma community policing atau paradigma kemitraan antara polisi dan masyarakat sebagai elemen pengamanan
swakarsa. Akan tetapi, momok dari Pam Swakarsa pada tahun 1998 yang kerap dilekatkan dengan pasukan yang tidak terikat hukum dan sumber dari pelaku-pelaku pelanggaran HAM, menjadi halangan terbesar di dalam badan kepolisian untuk menghidupkan kembali Pam Swakarsa di tengah-tengah masyarakat. Pasukan Pengamanan Swakarsa atau Pam Swakarsa pernah memainkan peran penting di dalam mengamankan Sidang Istimewa MPR RI yang diselenggarakan pada tahun 1998 silam. Secara historis, sebelum terbentuknya Pam Swakarsa, pasukan pengamanan sukarela telah melekat menjadi kultur di dalam masyarakat sebagai bagian dari unsur masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai laskarlaskar
dan barisan-barisan pertahanan. Menjadi tantangan selanjutnya bagi Kepolisian
Republik Indonesia untuk menciptakan konsep pengamanan sukarela Pam Swakarsa yang tidak membuka peluang bagi terjadinya kekerasan sosial dan politik antara unsur-unsur di dalam Pam Swakarsa dengan masyarakat sipil tanpa melalui proses hukum dan bertentangan
dengan nilai-nilai nasionalisme dan kebangsaan serta bertentangan dengan asas Indonesia sebagai negara hukum.
Penulis: Dyah Makutaning Dewi
Abstrak:
Jaminan terhadap kebebasan pers telah menjadi syarat mutlak bagi upaya demokratisasi di
Indonesia. Setelah terjadinya reformasi di Indonesia pada tahun 1998, tidak terjadi lagi tekanan dan
pengendalian oleh negara terhadap pers. Indeks Demokrasi Indonesia merupakan suatu indeks yang
menggambarkan dinamika demokrasi di wilayah Indonesia. Demokratisasi yang semakin berkembang
ini didukung dengan perkembangan teknologi dan informasi yang masif. Dalam menggambarkan
tingkat pembangunan teknologi informasi dan komunikasi, terdapat suatu indeks sebagai ukuran
standar pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi di suatu wilayah yang dinamakan
Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Dari 11 indikator penyusun indeks
tersebut, indikator yang berkembang pesat yaitu persentase rumah tangga yang memiliki akses
internet. Adanya internet yang merupakan media informasi dan komunikasi, mendorong masyarakat
untuk menyuarakan aspirasinya melalui media internet. Metode penelitian yang digunakan di dalam
penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda. Data yang digunakan bersumber dari
Badan Pusat Statistik meliputi 17 provinsi di Kawasan Barat Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan
persentase rumah tangga yang mengakses internet dan persentase penduduk miskin berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Indeks Demokrasi Indonesia di Kawasan Barat Indonesia. Melalui
berbagai langkah seperti meningkatkan pembangunan infrastruktur, pelatihan, dan sebagainya,
sebaiknya pemerintah bekerja sama dengan beberapa pihak untuk mendukung dan meningkatkan
pengguna internet. Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi mengenai demokrasi sehingga masyarakat
turut aktif dalam berdemokrasi di negeri ini.
Penulis: Yuli Ari Sulistyani
Abstrak:
Indonesia mulai “terseret” dalam sengketa Laut China Selatan sejak 2010, setelah Tiongkok
mengklaim Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di wilayah utara Kepulauan Natuna. Klaim
sepihak Tiongkok terus berlanjut dan memuncak pada 2016 ketika kapal penangkap ikan asal
Tiongkok melakukan aktivitas penangkapan ikan ilegal di perairan Natuna. Tindakan asertif
Tiongkok tersebut bersinggungan dengan kepentingan nasional Indonesia, sehingga pemerintah
Indonesia berupaya untuk mengamankan kepentingan nasionalnya di Natuna meskipun
Indonesia bukan merupakan negara yang bersengketa. Studi ini bertujuan untuk menganalisis
kepentingan nasional Indonesia di kawasan Laut China Selatan dan respons Indonesia di
tengah dinamika Laut China Selatan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Metode
kualitatif dan konsep kepentingan nasional, geopolitik dan geostrategi digunakan untuk
menganalisis studi ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepentingan nasional Indonesia
di kawasan Laut China Selatan antara lain mempertahankan kedaulatan wilayah, hak berdaulat
untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam, serta menjaga stabilitas regional
di Laut Natuna Utara. Di bawah pemerintahan Joko Widodo, respons Indonesia dalam
menghadapi dinamika yang terjadi di Laut China Selatan dilakukan melalui upaya diplomasi
dan penyiagaan kekuatan militer.
Penulis: Yulia Indahri, S.Pd., M.A.
Abstrak:
Pendidikan lingkungan hidup (PLH) merupakan pengintegrasian pemahaman lingkungan hidup dengan pendidikan formal atau pendidikan informal. PLH diharapkan dapat membantu siswa memperoleh kesadaran dan pengetahuan mengenai lingkungan hidup untuk selanjutnya dapat membentuk sikap siswa. Dari pemahaman tersebut akan muncul keterampilan dan kecakapan sehingga siswa dapat berpartisipasi aktif dan menjadi agen dalam memecahkan masalah lingkungan. Konsep PLH sendiri dapat ditelusuri sampai abad ke-18, walaupun secara global, mereka yang bergerak di bidang lingkungan hidup mulai berupaya untuk menyusun konsep PLH yang lebih terukur sejak tahun 1970-an. Dasar hukumnya pun beragam, dengan model penerapan yang menyesuaikan dengan lingkungan masing-masing. Adiwiyata merupakan salah satu bentuk PLH yang dikelola pemerintah dengan mengintegrasikan dua kementerian penting, yaitu kementerian yang menangani masalah lingkungan hidup dan kementerian yang menangani pendidikan. Kajian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah Adiwiyata sudah sesuai dengan konsep PLH yang disepakati secara global. Secara khusus, pelaksanaan Program Adiwiyata di Kota Surabaya menjadi fokus dari tulisan ini berdasarkan hasil penelitian tentang lingkungan di tahun 2019 yang telah dibukukan. Kesadaran lingkungan Sekolah Adiwiyata di Kota Surabaya sudah cukup tinggi dan konsep yang dikembangkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya sangat solid dengan melibatkan semua pihak.
Kata kunci: Adiwiyata; pendidikan lingkungan hidup; Surabaya
Penulis: Elga Andina, S.Psi., M.Psi.
Abstrak:
Pemerintah merencanakan mengubah lama pendidikan beberapa SMK menjadi empat tahun dalam rangka mempersiapkan lulusan yang lebih menguasai teknik operasional secara utuh. Tujuan studi ini adalah mengeksplorasi sikap masyarakat terhadap wacana kebijakan program pendidikan kejuruan dari tiga menjadi empat tahun. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari komen pembaca terhadap pemberitaan wacana di media elektronik dari tanggal 11 s.d. 15 Juni 2020, dilengkapi dengan wawancara dengan pemerintah daerah, SMK, dan KADIN Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan analisis konten atas data tersebut ditemukan wacana program pendidikan empat tahun menggugat tiga hal pokok: kebekerjaan, pembiayaan, dan dampaknya terhadap usia lulusan. Ketiga isu tersebut dapat ditata jika pengembangan SMK sesuai dan sejalan dengan kebutuhan dunia usaha dan/atau dunia industri (DUDI). Namun, proses link and match SMK dengan DUDI masih belum optimal, karena kurangnya peran pemerintah provinsi sebagai pemegang kewenangan pendidikan kejuruan di daerah. Penguatan tanggung jawab dan kerja konkret terutama dari dinas pendidikan provinsi merupakan kunci pengembangan pendidikan kejuruan karena tanpa perbaikan kinerja pemerintah maka tujuan peningkatan kualitas pendidikan dengan menambah satu tahun menjadi sia-sia. Pemerintah harus mampu memastikan kebekerjaan lulusan dengan mensyaratkan SMK untuk menjalin kemitraan dengan DUDI, jaminan pembiayaan pendidikan hingga lulus, dan keterampilan yang sepadan dengan usia lulusan.
Kata kunci: link and match; masa pendidikan empat tahun; pendidikan kejuruan; SMK
Penulis: Rojaul Huda
Abstrak:
Penduduk miskin di Indonesia masih didominasi oleh penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan, mencapai 15,15 juta atau 60,26% dari total jumlah penduduk miskin nasional per semester I tahun 2019. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan di wilayah perdesaan adalah dengan pengembangan ekonomi lokal (PEL). PEL merupakan proses partisipatif masyarakat, pemerintah lokal, dan pihak swasta untuk meningkatkan daya saing lokal melalui sumber daya yang tersedia dengan tujuan menciptakan pekerjaan yang layak dan kegiatan ekonomi yang berkelanjutan. Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga melakukan PEL melalui sektor pariwisata. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang implementasi PEL melalui sektor pariwisata di Desa Serang. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif jenis deskriptif. Berdasarkan penelitian ini diperoleh fakta bahwa terdapat enam aspek dalam pengembangan ekonomi lokal di Desa Serang melalui sektor pariwisata, yaitu kelompok sasaran PEL melalui pemanfaatan sumber daya lokal, memiliki aksesibilitas dan lokasi strategis, mendorong pengembangan inovasi dan kerja sama dengan masyarakat, terdapat agenda berkelanjutan dalam menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat lokal, pemerintah desa memberikan fasilitas pengembangan dan kerja sama kepada masyarakat dan pelaku usaha lokal dalam pengembangan pariwisata di Desa Serang. Aspek terakhir, yakni pariwisata desa Serang dikelola melalui tata aturan yang jelas dan manajemen yang baik.
Kata kunci: pariwisata; pengembangan ekonomi lokal (PEL); wilayah perdesaan
Penulis: Vira Amalia Bakti
Abstrak:
Kabupaten Purworejo merupakan daerah rawan bencana tertinggi kedua di Provinsi Jawa Tengah. Dari 494 desa dan kelurahan di Kabupaten Purworejo, sekitar 90% merupakan daerah rawan bencana alam seperti puting beliung, tanah longsor, dan banjir. Salah satu usaha dalam manajemen penanggulangan bencana yakni melakukan koordinasi antarpihak. Atas dasar tersebut, studi ini bertujuan untuk menganalisis koordinasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Purworejo serta mengetahui faktor-faktor pendorong keberhasilan koordinasi antara BPBD dengan instansi/lembaga lainnya dalam penanggulangan bencana. Pendekatan yang digunakan yaitu kualitatif dengan metode pengumpulan data secara wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, dengan jumlah informan sebanyak empat orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koordinasi BPBD Kabupaten Purworejo pada kondisi pra, saat, dan pascabencana sudah cukup baik untuk menanggulangi bencana, yang terlihat melalui mekanisme dasar koordinasi (vertikal dan horizontal). Namun koordinasi masih mengalami hambatan, misalnya: adanya organisasi masyarakat dan pihak swasta yang tidak melakukan koordinasi dengan BPBD saat terjadi bencana. Faktor-faktor pendorong keberhasilan koordinasi di antaranya: adanya forum pertemuan (fisik dan nonfisik), transparansi dalam penciptaan keputusan, evaluasi secara bersama para pihak, dan dukungan desentralisasi penanganan bencana di setiap instansi sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) masing-masing pihak.
Kata kunci: BPBD Kabupaten Purworejo, koordinasi bencana, penanggulangan bencana
Penulis: Sulis Winurini, S.Psi., M.Psi.
Abstrak:
Bencana Covid-19 menjadi stresor bagi pasangan suami istri karena memicu permasalahan ekonomi, psikis, serta bertambahnya beban pekerjaan domestik. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran stres pasangan suami istri di Indonesia menghadapi pandemi Covid-19 dan gambaran strategi mereka untuk mengatasinya. Untuk memenuhi tujuan ini, peneliti menggunakan metode tinjauan pustaka untuk kemudian ditelaah dengan menggunakan teori stres dan bencana. Bencana Covid-19 terbukti membuat pasangan suami istri di Indonesia menjadi stres. Namun demikian, sebagian besar dari mereka tetap berupaya mempertahankan pernikahan. Hal ini sejalan dengan teori Bowlby bahwa orang-orang merespons stres dengan mencari kedekatan bersama orang-orang yang mereka cintai, berkumpul bersama, dan saling mendukung melalui stres, mempertahankan ikatan pernikahan. Rumah disadari menjadi cara paling aman untuk menghindari ancaman sekaligus menjadi tempat untuk memusatkan kebahagiaan bersama keluarga.
Kata kunci: bencana; Covid-19; pernikahan; stress
Penulis: Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.
Abstrak:
Pembangunan sanitasi di Indonesia mengacu pada Sustainable Development Goals di mana pada tahun 2030 ditargetkan dapat menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua. Adanya pandemi Covid-19 menjadikan sektor air bersih dan sanitasi sangatlah penting dalam memutus mata rantai Covid-19. Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan capaian target pembangunan sanitasi di Indonesia dan mengkaji praktik empiris penyelenggaraan sanitasi pada saat pandemi Covid-19. Metoda kualitatif digunakan untuk mengkaji sektor sanitasi sesuai dengan Target SDGs keenam, yaitu: air bersih dan sanitasi layak, baik sebelum pandemi maupun saat pandemi. Hasil kajian menunjukkan bahwa hingga 2019, sebelum pandemi akses terhadap air minum, air limbah dan layanan sanitasi telah tercapai dengan cukup baik. Namun penurunan praktik Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dan peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) belum optimal. Saat pandemi Covid-19 konsumsi air bersih meningkat, perhatian pada pengolahan air limbah meningkat, dan ada perubahan perilaku masyarakat untuk hidup lebih bersih.
Kata kunci: air bersih; air limbah; pandemi Covid-19; sanitasi
Penulis: Jefirstson Richset Riwukore
Abstrak:
Penelitian ini mengidentifikasi perilaku korupsi berdasarkan terminologi, faktor penyebab perilaku, modus yang sering dilakukan untuk melakukan korupsi, dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya. Metode yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah penelitian eksplanatif menggunakan data sekunder. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korupsi adalah tindakan untuk memperkaya diri, keluarga, kelompok, dan korporasinya dengan cara melanggar aturan, melanggar norma, melanggar hak asasi manusia melalui eksploitasi sumber daya ekonomi, politik, sosial budaya, dan lingkungan hidup dengan memaksimalkan potensi sumber daya yang dimiliki (jabatan, jaringan, dan kekuasaan). Faktor penyebab korupsi adalah motivasi individu dan sistem organisasi pemerintah yang buruk, dan akan semakin meningkat pengaruh korupsi jika didukung oleh lingkungan di mana individu dan sistem yang buruk berada. Berdasarkan hal tersebut maka strategi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Kupang adalah segera melakukan Memorandum of Understanding dengan lembaga penegakan hukum; segala transaksi keuangan di pemerintahan menggunakan transaksi elektronik atau online; pemerintah membentuk gugus tugas pemberantasan pungli di pemerintahan; memberlakukan pelaporan keuangan pada pejabat di lingkup pemerintahan; efisiensi anggaran pemerintahan yang ganda fungsi dan tidak bermanfaat; membuka akses pemantauan publik melalui basis data elektronik; dan pengukuran kinerja berbasis pakta integritas.
Kata kunci: korupsi; Kota Kupang; pemberantasan korupsi; pencegahan korupsi
Penulis: Edy Can
Abstrak:
Indonesia dan 15 negara lainnya sedang bernegosiasi tentang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) sejak tahun 2013 hingga penelitian ini ditulis. Ini adalah perjanjian perdagangan bebas yang dianggap berbeda dengan yang telah ada sebelum-sebelumnya di Kawasan Asia Pasifik. RCEP akan menghapus tarif dan hambatan nontarif semua perdagangan barang secara substansial serta menghapus secara substansial pembatasan dana atau tindakan diskriminatif sektor jasa. Penelitian ini menguji faktor-faktor kedekatan pembangunan (development proximity) sebagai strategi untuk meningkatkan ekspor di pasar RCEP dengan Model Gravitasi. Model estimasi yang dipergunakan adalah Random Effect Generalized Least Squared dan Prais-Winsten dengan Panels Standard Corrected Errors. Hasil dari estimasi koefisien kemudian dipakai untuk mengetahui ruang pertumbuhan perdagangan dengan menggunakan rasio potensi perdagangan. Hasil dari model estimasi menunjukkan PDB per kapita, tingkat kesamaan PDB per kapita, jarak geografis dan investasi berpengaruh terhadap ekspor Indonesia. Indonesia mempunyai ruang pertumbuhan ekspor di tujuh dari 14 negara di RCEP. Nilai rasio potensi perdagangan tertinggi di pasar RCEP adalah Selandia Baru, Thailand, Australia, Filipina, Korea Selatan, Kamboja, dan Malaysia. Di sektor pertanian, Indonesia mempunyai potensi ekspor dengan delapan dari 14 negara yang tergabung dalam RCEP. Delapan negara tersebut yakni Australia, Kamboja, Laos, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Korea Selatan, dan Thailand. Sementara di sektor manufaktur, Indonesia mempunyai potensi ekspor dengan enam dari 14 negara. Keenam negara tersebut yakni Australia, Kamboja, Selandia Baru, Singapura, Filipina, dan Thailand. Ini artinya Indonesia mempunyai ruang pertumbuhan ekspor yang lebih baik di sektor pertanian dibandingkan dengan sektor manufaktur.
Penulis: Warsito
Abstrak:
Indonesia dan 15 negara lainnya sedang bernegosiasi tentang Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) sejak tahun 2013 hingga penelitian ini ditulis. Ini adalah perjanjian perdagangan bebas yang dianggap berbeda dengan yang telah ada sebelum-sebelumnya di Kawasan Asia Pasifik. RCEP akan menghapus tarif dan hambatan nontarif semua perdagangan barang secara substansial serta menghapus secara substansial pembatasan dana atau tindakan diskriminatif sektor jasa. Penelitian ini menguji faktor-faktor kedekatan pembangunan (development proximity) sebagai strategi untuk meningkatkan ekspor di pasar RCEP dengan Model Gravitasi. Model estimasi yang dipergunakan adalah Random Effect Generalized Least Squared dan Prais-Winsten dengan Panels Standard Corrected Errors. Hasil dari estimasi koefisien kemudian dipakai untuk mengetahui ruang pertumbuhan perdagangan dengan menggunakan rasio potensi perdagangan. Hasil dari model estimasi menunjukkan PDB per kapita, tingkat kesamaan PDB per kapita, jarak geografis dan investasi berpengaruh terhadap ekspor Indonesia. Indonesia mempunyai ruang pertumbuhan ekspor di tujuh dari 14 negara di RCEP. Nilai rasio potensi perdagangan tertinggi di pasar RCEP adalah Selandia Baru, Thailand, Australia, Filipina, Korea Selatan, Kamboja, dan Malaysia. Di sektor pertanian, Indonesia mempunyai potensi ekspor dengan delapan dari 14 negara yang tergabung dalam RCEP. Delapan negara tersebut yakni Australia, Kamboja, Laos, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Korea Selatan, dan Thailand. Sementara di sektor manufaktur, Indonesia mempunyai potensi ekspor dengan enam dari 14 negara. Keenam negara tersebut yakni Australia, Kamboja, Selandia Baru, Singapura, Filipina, dan Thailand. Ini artinya Indonesia mempunyai ruang pertumbuhan ekspor yang lebih baik di sektor pertanian dibandingkan dengan sektor manufaktur.
Penulis: Christiana Ari Sabatina
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi pengaruh aglomerasi terhadap produktivitas tenaga kerja industri pengolahan dengan mempertimbangkan adanya dependensi/keterkaitan spasial (spatial dependence) untuk 110 kabupaten/kota di Pulau Jawa pada tahun 2005, 2010, 2015, dan 2005-2010-2015. Estimasi dilakukan pada data cross section dengan menggunakan metode ordinary least square (OLS) dan ekonometrika spasial. Hasil estimasi menunjukkan bahwa terjadi hubungan nonlinier antara produktivitas tenaga kerja industri pengolahan dengan aglomerasi dalam bentuk kurva U terbalik. Peningkatan aglomerasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja industri pengolahan, namun kenaikan produktivitas tersebut semakin lama akan mengecil (increasing but diminishing) seiring dengan peningkatan kepadatan tenaga kerja industri pengolahan sebagai ukuran dari aglomerasi. Ketika disimulasikan nilai titik kritis aglomerasi pada kondisi di mana kenaikan kepadatan tenaga kerja sebesar 1 orang/ha hanya akan meningkatkan sebesar kurang dari (<) Rp1.000/orang maka dapat diketahui bahwa Kota Jakarta Utara pada tahun 2005 sudah melewati titik kritis, sementara wilayah lainnya masih berada di bawah titik kritis. Penggunaan estimator maximum likelihood dalam mengestimasi Model Spasial belum konsisten menunjukkan pengaruh terhadap hubungan dampak aglomerasi dan produktivitas tenaga kerja industri pengolahan. Terjadi pula efek curahan (spillover) spasial antarkabupaten/kota di Pulau Jawa pada tahun 2005 dan gabungan ketiga tahun (2005-2010-2015) berupa efek curahan (spillover) produktivitas tenaga kerja dari wilayah yang bertetangga serta dependensi/keterkaitan spasial (spatial dependence) pada error. Sementara itu, parameter kepadatan outputmenunjukkan hasil yang positif sehingga dapat menunjukkan bahwa aglomerasi menyebabkan eksternalitas positif terhadap outputper luas wilayah di Pulau Jawa.
Penulis: Salafi Nugrahani
Abstrak:
Sejak tahun 2004 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengoperasikan moda transportasi publik Transjakarta dan mulai mengoperasikan moda transportasi publik baru berupa Mass Rapid Transit (MRT) pada tahun 2019. Akan tetapi, keberadaan kedua moda masih menyisakan beberapa tantangan dalam penataannya. Saat ini, sebagian wilayah operasional Transjakarta bersinggungan dengan wilayah operasional MRT dalam lingkup area yang sama. Selain itu, penataan moda Transjakarta juga masih terkendala integrasi fisik dengan moda baru MRT karena hanya dua halte Transjakarta yang memiliki aksesibilitas dan konektivitas langsung dengan stasiun MRT dalam satu kawasan transit. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan jumlah penumpang Transjakarta terhadap keberadaan moda baru MRT meski saat ini Transjakarta masih terkendala integrasi fisik dengan MRT. Penelitian ini juga bertujuan melihat hubungan komplementer ketika terjadi kenaikan harga tiket MRT terhadap penurunan jumlah penumpang Transjakarta melalui pendekatan elastisitas harga silang. Pengujian hubungan tersebut dilakukan menggunakan data harian di tingkat halte melalui metode regresi data panel dengan pendekatan Model Fixed Effect. Hasil estimasi menunjukkan bahwa keberadaan MRT berhubungan dengan peningkatan jumlah penumpang Transjakarta sebesar 36,5 persen pada halte Transjakarta yang berada dalam radius 250 meter terhadap stasiun MRT. Namun, penelitian ini belum menemukan cukup bukti adanya hubungan komplementer terkait kenaikan harga tiket MRT terhadap penurunan jumlah penumpang Transjakarta.
Penulis: Nopitasari
Abstrak:
Koperasi merupakan salah satu lembaga keuangan yang dapat memberikan pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang masih terkendala masalah modal. Banyaknya jumlah UMKM yang terkendala masalah pembiayaan mengindikasikan terdapat banyaknya permintaan akan pembiayaan namun belum diimbangi dengan jumah koperasi yang dapat memberikan pembiayaan kepada UMKM. Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas, saat ini sebaran koperasi belum merata ke setiap wilayah Indonesia sehingga banyak rumah tangga yang terkendala aksesiblitas untuk mengakses pembiayaan koperasi. Pada penelitian ini aksesibilitas koperasi diproksikan dengan kepadatan koperasi. Pada penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan antara kepadatan koperasi terhadap keputusan mengakses pembiayaan koperasi dengan data Susenas Maret 2018 dan sampel sebanyak 283.478 rumah tangga. Dengan mengidentifikasi hubungan tersebut, dapat diketahui apakah koperasi masih menjadi salah satu alternatif pilihan pembiayaan atau bukan. Berdasarkan hasil regresi Multinomial Logit menunjukkan bahwa kepadatan koperasi mempunyai hubungan terhadap keputusan rumah tangga mengakses pembiayaan di koperasi. Kepadatan koperasi meningkatkan keputusan mengakses pembiayaan pada rumah tangga di koperasi. Bertambahnya jumlah koperasi akan meningkatkan inklusi keuangan sehingga dapat membantu masyarakat yang membutuhkan pinjaman. Pemerintah perlu melakukan program penumbuhan koperasi di Indonesia dalam rangka peningkatan inklusi keuangan. Namun kepadatan koperasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan rumah tangga mengakses pembiayaan di selain koperasi, sehingga program penumbuhan koperasi sebaiknya dilakukan pada daerah yang belum terdapat lembaga keuangan pada daerah tersebut.
Penulis: Cornelia Clara Tifany
Abstrak:
Coronavirus disease (COVID-19) yang merupakan penyakit pernapasan menular telah mewabah kurang lebih di 213 negara di dunia berdasarkan pada laporan World Health Organization, salah satu negara yang terkena wabah adalah Indonesia. Sebelum ada konfirmasi atas kasus COVID-19 di Indonesia, terlihat sikap pihak pemerintah yang diwakili oleh pejabat tinggi menunjukkan sikap kurang perhatian. Namun beberapa situasi menjadi “turning point” bagi Pemerintah Indonesia yang kemudian memberikan fokus yang lebih dalam menghadapi wabah COVID-19 di Indonesia. Dari keadaan tersebut melalui penelitian ini, penulis menganalisis sikap Pemerintah Indonesia dalam mengubah isu kesehatan menjadi isu keamanan. Penelitian ini menggunakan teori sekuritisasi sebagai kerangka analisis dengan terfokus pada komponen sekuritisasi oleh Buzan. Di samping itu juga menggunakan tata kelola kesehatan global sebagai penopang pernyataan penulis. Agar mampu menjelaskan sikap Pemerintah Indonesia maka penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan fokus pada pengamatan literasi melalui berita daring yang berkaitan dengan permasalahan yang diangkat. Dalam kesimpulannya, perubahan sikap Pemerintah Indonesia disebabkan oleh adanya tekanan dari tata kelola kesehatan global yang menunjukkan bahwa penyebaran COVID-19 di Indonesia merupakan isu keamanan.
Kata kunci: COVID-19; Isu kesehatan; Isu Keamanan; Sekuritisasi; Tata Kelola Kesehatan Global
Penulis: Prawita Meidi Handayani
Abstrak:
COVID-19 telah membawa tantangan baru bagi globalisasi. Tren nasionalisme yang memang telah berkembang di seluruh dunia kemudian diperburuk oleh pandemi COVID-19. Saat dimulainya pandemi, secara otomatis seseorang akan menyalahkan para pelancong lintas batas dan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan pergerakan transnasional yang tinggi. Fenomena ini yang kemudian semakin meningkatkan penyebaran virus yang cepat dalam skala global dan gangguan pada rantai pasokan global. Pada awal merebaknya wabah COVID-19, sebagian besar penyusun kebijakan salah berasumsi bahwa pandemi ini hanya akan memiliki dampak singkat dan terbatas hanya terhadap Cina. Pada kenyataannya, pandemi ini telah mengakibatkan guncangan global dan perlambatan ekonomi yang berpotensi menjadi resesi global. Pandemi ini sangat menyoroti banyak kerugian dari integrasi internasional yang luas dan memicu ketakutan terhadap orang asing. Hal ini kemudian memberikan legitimasi pada pembatasan nasional terhadap perdagangan global dan pergerakan manusia. COVID-19 telah menjadi katalis yang dibutuhkan untuk lebih meningkatkan kebangkitan nasionalisme. Fenomena ini pada akhirnya akan berdampak negatif terhadap ketahanan pangan Indonesia.
Kata kunci: Globalisasi; Nasionalisme; COVID-19; Kepentingan Nasional; Ketahanan Pangan.
Penulis: Lidya Christin Sinaga
Abstrak:
Sebagai negara kepulauan terbesar dan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di dunia, komitmen Indonesia terhadap kebijakan perubahan iklim sangat penting. Pada tahun 2009, Indonesia di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan komitmennya dengan menetapkan target untuk mengurangi deforestasi dengan mengurangi jumlah kebakaran hutan sebesar 20 persen setiap tahun. Namun, target ini tidak sepenuhnya dapat diwujudkan. Pada tahun 2015 untuk yang kesekian kalinya, kabut asap tebal yang disebabkan oleh kebakaran hutan menyelimuti Indonesia dan tetangganya, Malaysia dan Singapura. Kasus ini menimbulkan ketidakpastian atas peran Indonesia dalam memajukan rezim perubahan iklim. Mengingat 85 persen emisi di Indonesia berasal dari deforestasi, kegagalan Indonesia untuk mengatasi masalah ini adalah persoalan serius terkait peran internasionalnya, apalagi dengan melihat implementasi pada tataran domestiknya. Meskipun tidak menampik dampak positif dari komitmen aktifnya, tulisan ini mengevaluasi kebijakan perubahan iklim di Indonesia selama masa kepresidenan Yudhoyono dengan menerapkan konteks tata kelola multi-level, yaitu dampak aktor internasional, pemerintah daerah, dan non-pemerintah dalam kebijakan lingkungan. Seharusnya tidak ada yang meragukan bahwa Yudhoyono telah menangani masalah perubahan iklim dengan lebih serius daripada presiden sebelumnya. Namun, melihat minimnya komitmen dan implementasi di tingkat nasional, peran Indonesia dalam membangun rezim perubahan iklim lebih tampak sebagai upaya membangun citra internasional.
Kata kunci: Kebijakan Perubahan Iklim; Indonesia; Kepresidenan Yudhoyono; Tata Kelola Multi-level; Deforestasi.
Penulis: Taufik Akbar
Abstrak:
Pasca kekalahan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) oleh gempuran pasukan koalisi Amerika Serikat di Baghouz, Foreign Fighter yang tergabung ke dalam ISIS menyerah dan tertangkap oleh pasukan Syria Democratic Force (SDF). Dampaknya ialah muncul gelombang kembalinya (returnees) Foreign Fighter, salah satu tujuannya ialah ke Indonesia. Kembalinya foreign fighter Indonesia dari Suriah akan membawa potensi ancaman asimetris bagi Indonesia seperti aksi teror. Hal tersebut memunculkan pertanyaan bagaimana potensi ancaman yang ditimbulkan dari returnees foreign fighter di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bentuk potensi ancaman pada returnees foreign fighter di Indonesia dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan studi dokumen, selanjutnya dianalisa dengan teknik analisis Miles, Huberman dan Saldana tahun 2014. Penelitian ini menggunakan konsep foreign fighter dan ancaman asimetris yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa potensi ancaman returnees foreign fighter di Indonesia ialah kemampuan militer returnees, kekuatan jaringan internasional, perpindahan wilayah perang (darul harb), taktik serangan lone wolf dan indoktrinasi ekstremisme kekerasan.
Kata kunci: Ancaman; Foreign Fighter; ISIS; Returnees; Indonesia.
Penulis: Andreas Brian Bagaskoro Bayuseno
Abstrak:
Negara-negara Melanesia seperti Vanuatu, Kepulauan Solomon, Tonga, Kaledonia Baru, Tuvalu, Nauru, dan Kepulauan Marshall kerap kali membawa permasalahan HAM Papua dalam forumforum internasional. Meskipun Indonesia sudah menjelaskan dan memberikan clear statement terkait isu di Papua, namun negara-negara Melanesia tetap solid untuk membantu Papua dan membawa isu Papua. Penelitian ini berusaha untuk mencari jawaban mengapa negara-negara Melanesia terus-menerus membawa isu Papua dalam forum-forum internasional dan mengecam Indonesia. Penulis menganalisis studi kasus dengan menggunakan Non-Western International Relations Theory dari Ibn Khaldun, khususnya konsep asabiyyah dengan 3 (tiga) variabel yakni kesukuan, kebutuhan atau apa yang diperjuangkan, dan agama. Penelitian ini menemukan bahwa tindakan negara-negara Melanesia tersebut didasari oleh rasa persatuan dan kesadaran kolektif antara Papua dengan negara-negara Melanesia. Adanya ikatan rasa persaudaraan dan agama antara masyarakat Papua dan Melanesia juga turut berpengaruh. Kebutuhan manusia yang diidentifikasikan sebagai Hak Asasi Manusia bagi orang Papua adalah kebutuhan bersama yang diperjuangkan oleh orang Melanesia.
Kata kunci: Asabiyyah; Melanesia; Non-Western International Relations Theory; Permasalahan HAM Papua.
Penulis: Hendra Manurung
Abstrak:
Artikel ini bertujuan menjelaskan secara analitis bagaimana implementasi kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Korea Utara selama 59 tahun sejak 17 Juni 1961. Argumen yang ingin disampaikan terkait implementasi politik luar negeri Indonesia terhadap Korea Utara adalah kontraproduktif. Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo berpotensi besar untuk mampu memengaruhi perilaku Korea Utara melalui hubungan diplomatik. Persahabatan Indonesia dan Korea Utara dimulai sejak saling kunjung di 1964 dan 1965. Orientasi politik luar negeri Indonesia di masa lalu hingga saat ini, telah sering dilakukan untuk memengaruh keputusan ofensif para pemimpin Korea Utara, khususnya terkait dengan isu pengembangan senjata nuklir. Pertanyaannya adalah apa yang harus dan sebaiknya dilakukan Indonesia selanjutnya untuk membantu menciptakan perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea dengan tetap berpegang pada prinsip politik luar negeri bebas dan aktif? Mengapa hal tersebut perlu dilakukan oleh Indonesia dan bagaimana cara menjalankan kebijakan luar negeri terhadap Korea Utara tersebut? Kim Jong-un, setelah menjadi Presiden sejak 2011, harus melemahkan posisi koalisi pemenang ayahnya untuk konsolidasi stabilitas politik dalam negeri. Bagaimanapun, reformasi pasar domestik Korea Utara telah berdampak pada pengikisan daya tarik ideologis keluarga Kim. Hal ini relevan dengan perluasan pengaruh politik dari Pyongyang memprioritaskan pada keberlangsungan kekuatan otoriter terpusat yang rentan seiring bagaimana dapat mempertahankan pertumbuhan ekonomi dalam negeri berkelanjutan.
Kata kunci: Indonesia; Korea Utara; Kebijakan Luar Negeri; Denuklirisas; Stabilitas Kawasan.