Jurnal Kepakaran

Vol. 11 / No. 2 - November 2020

Penulis: Bernhard Ruben Fritz Sumigar

Abstrak:
Semangat perumus Rancangan Undang-Undang KUHP (RUU KUHP) untuk melakukan kodifikasi total semua ketentuan pidana, termasuk yang berkaitan dengan pelanggaran berat HAM, ditandai dengan ketidak-konsistenan antara rumusan yang diatur dengan standar dalam sejumlah instrumen hukum internasional. Berdasarkan hal tersebut, artikel ini disusun untuk mendiskusikan tantangan hukum yang akan timbul dari pengaturan tentang pelanggaran berat HAM dalam RUU KUHP. Dengan menggunakan metode kualitatif dan deskriptif normatif, artikel ini menemukan 3 (tiga) permasalahan antara ketentuan RUU KUHP dan kerangka hukum internasional, yaitu (i) istilah “Tindak Pidana Berat terhadap HAM” yang tidak tepat (ii) kejahatan genosida, dan (iii) kejahatan terhadap kemanusiaan. Berdasarkan pembahasan, artikel ini menyimpulkan bahwa ketentuan pelanggaran berat HAM dalam RUU KUHP bertentangan dengan ketentuan hukum internasional yang mengikat dan berlaku bagi Indonesia. Oleh karena itu, artikel ini memberikan rekomendasi bagi pembuat kebijakan untuk merumuskan kembali ketentuan pelanggaran berat HAM dalam RUU KUHP agar sepadan dengan ketentuan hukum internasional.

Penulis: Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.

Abstrak:
Gagasan mengenai kriminalisasi terhadap perbuatan curang oleh advokat dalam proses peradilan mendapat perhatian masyarakat, terutama dari kalangan advokat. Norma hukum pidana mengenai perbuatan curang oleh advokat dalam RUU KUHP menimbulkan banyak pertanyaan dari sudut pandang kebijakan kriminalisasi. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan kriminalisasi terhadap perbuatan tersebut dalam RUU KUHP. Kajian ini merupakan penelitian yuridis-normatif dengan metode analisis yang bersifat deskriptif analitis. Pembahasan di antaranya menyimpulkan bahwa perbuatan curang oleh advokat dalam bentuk perbuatan “main dua kaki” dan perbuatan “mempengaruhi pihak-pihak dalam proses penegakan hukum dengan atau tanpa imbalan” merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai fundamental yang berlaku dalam masyarakat dan dianggap oleh masyarakat patut untuk dihukum. Pengaturan ini bertujuan untuk melindungi klien yang meminta jasa pendampingan hukum. Rumusan pengaturan ini kemudian menjadi diatur untuk melengkapi norma hukum pidana terkait profesi advokat yang ada selama ini. Namun dari aspek formulasi delik, masih ada yang perlu dibenahi agar tidak menimbulkan multitafsir saat penerapannya,khususnya terkait dengan Pasal 282 RUU KUHP.

Penulis: Yaris Adhial Fajrin

Abstrak:
Homoseksualitas dipandang sebagai penyimpangan perilaku, tidak sedikit homoseksual menjadi latar belakang terjadinya suatu tindak pidana. Menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana yang memiliki latar belakang homoseksualitas, tidak serta merta menjadi solusi penyelesaian suatu kejahatan. Pidana justru memberikan dampak negatif terhadap pelaku, seperti stigmatisasi dan terhambatnya upaya mengembalikan orientasi seksual pelaku. Tujuan pemidanaan dalam pembaruan hukum pidana adalah memperbaiki pelaku menjadi individu yang lebih baik. Berdasarkan latar belakang tersebut, “double track system” menjadi gagasan yang relevan untuk diupayakan, terlebih saat ini Indonesia sedang berada pada periode pembaruan hukum pidana nasional. Permasalahan yang diangkat yakni kedudukan homoseksualitas dalam hukum pidana dan gagasan double track system terhadap pelaku tindak pidana berlatarbelakang homoseksualitas. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Hasil yang didapat bahwa homoseksualitas bukan merupakan tindak pidana menurut hukum pidana positif Indonesia, hanya saja homoseksualitas dapat menjadi penyebab terjadinya tindak pidana. Pelaku tindak pidana tersebut dapat diberikan sanksi tindakan, mengingat dalam ilmu kejiwaan mengenal adanya berbagai terapi pengembalian orientasi seksual. Ide double track system merupakan cerminan pembaruan hukum pidana nasional yang berorientasi kepada nilai-nilai keseimbangan. Manfaat tersebut dapat dijadikan pijakan untuk segera melakukan kebijakan legislasi double track system bagi pelaku tindak pidana yang berlatarbelakang homoseksual dalam sistem pemidanaan di Indonesia.

Penulis: R. Muhamad Ibnu Mazjah

Abstrak:
Perpres Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan RI (KKRI) tidak memuat secara tekstual ketentuan hukum acara tentang tindak lanjut laporan pengaduan masyarakat (lapdumas). Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah KKRI memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan dan pengusutan secara langsung sebagai bagian dari kewenangan menindaklanjuti lapdumas. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 a dan 4 b Perpres No. 18 Tahun 2011 dapat diketahui bahwa setelah KKRI menerima lapdumas, KKRI memiliki dua opsi kewenangan yakni menindaklanjuti secara langsung atau meneruskan lapdumas tersebut kepada Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti pengawas internal. Namun, tidak adanya ketentuan tertulis di dalam Perpres No. 18 Tahun 2011, menimbulkan tafsir KKRI tidak berwenang melakukan pemeriksaan, pengusutan, penyelidikan secara langsung. Hal ini mendorong penulis untuk menafsirkan kewenangan KKRI dalam menindaklanjuti lapdumas berdasarkan perspektif hukum progresif. Penulisan ini menggunakan metode penelitian normatif, yang bertujuan untuk mendapatkan argumentasi hukum tentang dimensi pengawasan sebagai tindak lanjut laporan pengaduan masyarakat. Tulisan ini diharapkan dapat berdaya guna dalam pengembanan tugas pengawasan oleh KKRI. Di bagian akhir, tertuang rekomendasi mengenai perlunya pengaturan kewenangan sebagai penguatan bagi KKRI dalam menjalankan tugas pengawasan serta kewenangan penjatuhan sanksi apabila terjadi ketidakpatuhan. Pada tataran operasional, diperlukan penyamaan persepsi antara KKRI dengan Kejaksaan RI agar tercipta sinergitas dalam menjalankan tugas pengawasan.

Penulis: Dian Agung Wicaksono

Abstrak:
Lampiran UU Pemda 2014 telah membagi secara detail urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dengan pemerintahan daerah. Untuk melaksanakan urusan pemerintahan konkuren tersebut, pemerintahan daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan peraturan daerah. Kehadiran daftar urusan pemerintahan yang spesifik menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana pemerintahan daerah dapat “menjabarkan” urusan pemerintahan yang menjadi domain kewenangannya dalam pembentukan peraturan daerah. Penelitian ini berfokus pada dua permasalahan, yaitu: (1) konstruksi konstitusional kewenangan mengatur pemerintahan daerah; dan (2) penafsiran terhadap kewenangan mengatur urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dalam pembentukan peraturan daerah. Penelitian hukum normatif dilakukan dengan mengkaji data sekunder, dengan sifat penelitian deskriptif, serta berbentuk evaluatif dan preskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya alternatif penafsiran terhadap kewenangan mengatur urusan pemerintahan dalam pembentukan peraturan daerah, yaitu: (1) pelaksanaan kewenangan mengatur secara legalistik-formal, mendasarkan kewenangan dan NSPK yang ditetapkan Pemerintah secara kaku; (2) pelaksanaan kewenangan mengatur secara normatif-ekstensif, yaitu selain mendasarkan pada kewenangan dan NSPK, Daerah juga memperhatikan kebutuhan hukum di Daerah; dan (3) pelaksanaan kewenangan mengatur secara supra-ekstensif, dimana Daerah mengatur melebihi koridor kewenangan dan NSPK. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan dalam perumusan NSPK diperlukan kecermatan Pemerintah Pusat, sehingga dapat menjadi pedoman pelaksanaan urusan pemerintahan yang luwes dan dapat mengakomodasi kebutuhan hukum masyarakat di daerah.

Penulis: Luthvi Febryka Nola, S.H., M.Kn.

Abstrak:
UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) mengamanatkan pembentukan sejumlah aturan pelaksana dalam jangka waktu dua tahun sejak UU tersebut diundangkan. Akan tetapi hanya tiga aturan pelaksana yang berhasil diundangkan dalam jangka waktu tersebut. Sedangkan sisanya, ada yang terlambat dan ada yang belum terbit. Untuk mengatasinya pemerintah melakukan diskresi dengan tetap memberlakukan aturan lama. Tulisan ini membahas mengenai dampak pelanggaran aturan batas waktu pembentukan peraturan pelaksana dari UU PPMI, sehingga dapat diketahui upaya mengatasi dampak tersebut. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif melalui studi perpustakaan untuk menemukan data sekunder yang dianalisis secara deskriptif kualitatif. Adapun dari pembahasan diketahui bahwa penyebab dilanggarnya batas waktu pembentukan aturan pelaksana adalah adanya kendala teknis dan materi peraturan. Pelanggaran tersebut berdampak tidak terlaksananya sebagian besar ketentuan dalam UU PPMI dan berpengaruh pada proses pelindungan pekerja migran Indonesia (PMI), baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja, seperti masih adanya pembebanan biaya penempatan; adanya penampungan PMI yang menjadi sumber penularan Covid-19; dan maraknya praktik perbudakan PMI pelaut. Oleh karena itu, semua peraturan pelaksana dari UU PPMI perlu segera diundangkan. DPR melalui fungsi pengawasan, baik di Komisi maupun Tim Pengawas PMI, perlu terus mendesak pemerintah membentuk aturan pelaksana dari UU PPMI.

Penulis: Cita Yustisia Serfiyani

Abstrak:
Minuman alkohol tradisional telah ada di budaya masyarakat Indonesia dengan berbagai tujuan peruntukan. Perkembangan eksistensinya dipengaruhi oleh minuman beralkohol racikan yang memberi pengaruh buruk ke citra alkohol tradisional. Minuman alkohol tradisional sesungguhnya merupakan produk berbasis kekayaan intelektual di bidang warisan budaya dan indikasi asal yang memiliki karakteristik sehingga tidak dapat disamakan dengan minuman beralkohol lainnya, meskipun regulasi yang ada saat ini masih mengatur sebaliknya. Tulisan ini meneliti mengenai pelindungan hukum minuman alkohol tradisional khas Indonesia yang disesuaikan pula dengan karakteristiknya dan pengaruh budaya hukum masyarakat Indonesia terhadap minuman alkohol tradisional tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, serta pendekatan perbandingan dengan Korea Selatan dan Prancis.Pelindungan hukum yang bijak dan objektif dari sudut pandang Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) terhadap minuman alkohol tradisional diharapkan dapat mengembangkan aspek positif dengan tetap mengantisipasi aspek negatifnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa minuman alkohol tradisional khas Indonesia yang memenuhi 3 karakteristik khusus dapat dilindungi sebagai warisan budaya tak benda (milik publik) ataupun indikasi asal (milik masyarakat lokal) walaupun yang lebih tepat untuk diterapkan saat ini adalah indikasi asal sehingga Pemerintah perlu menyesuaikan perancangan regulasi di tingkat pusat sesuai indikasi asal.

Vol. 11 / No. 1 - Juni 2020

Penulis: Irfan Iryadi

Abstrak:
Pasca berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016, aturan mengenai rangkap jabatan sebagai pegawai negeri menjadi salah satu substansi yang diatur Peraturan Pemerintah itu. Adanya ketentuan itu telah menimbulkan kekaburan norma atas kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara dalam membuat akta otentik dibidang pertanahan. Bertolak dari isu hukum itu, artikel ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui status kekuatan kepastian hukum Camat sebagai PPAT Sementara dan menawarkan konsep yang seharusnya dilaksanakan dalam pemangkuan jabatan PPAT Sementara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 terdapat ketidakpastian hukum dalam rumusan pasalnya sebagai akibat adanya kekaburan norma hukum atas penyelenggaraan jabatan PPAT Sementara. Kekaburan itu terlihat dari penunjukan PPAT Sementara kepada Camat, dimana Camat merupakan Pejabat Tata Usaha Negara yang bertentangan dengan aturan Jabatan PPAT yang melarang PPAT diselenggarakan oleh Pegawai Negeri Sipil. Seharusnya pengembanan PPAT Sementara itu dialihkan kepada kepala desa, dimana keberadaan kepala desa itu juga diakomodasi dalam ketentuan jabatan PPAT sebagai PPAT Sementara. Hal itu dianggap lebih memberikan kepastian hukum dan merupakan solusi ideal dalam pemangkuan PPAT Sementara. Oleh sebab itu, disarankan kepada pemangku kepentingan dibidang pertanahan, khususnya di bidang PPAT agar dapat melakukan pengkajian atas gagasan ini untuk diimplementasikan terhadap pemangkuan jabatan PPAT Sementara di Indonesia.

Penulis: Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.

Abstrak:
Pekerja Migran Indonesia (PMI) seringkali tertimpa kasus, oleh karenanya perlu mendapat pelindungan, termasuk pelindungan ekonomi. Tulisan ini mengkaji dan bertujuan untuk mengetahui pentingnya pelindungan ekonomi terhadap PMI dan peran bank dalam pelindungan ekonomi tersebut. Tulisan memiliki kegunaan teoritis dan praktis. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif dan empiris di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Wonosobo. Berdasarkan UU PPMI, pelindungan ekonomi terhadap PMI dilakukan melalui pengelolaan remitansi, pemberian edukasi keuangan dan kewirausahaan kepada PMI. Sayangnya peraturan pemerintah (PP) pelindungan ekonomi terhadap PMI belum terbentuk. Pentingnya pelindungan ekonomi bagi PMI antara lain: remitansi PMI dapat dikelola dengan baik, literasi dan inklusi keuangan PMI meningkat, PMI memiliki usaha, dan mengurangi pengangguran. Bank memiliki peran penting dalam mendukung pelindungan ekonomi terhadap PMI, diantaranya: memberikan edukasi keuangan dan layanan pengiriman uang, melaksanakan CSR, dan menyalurkan KUR. Namun ada kendala yang dihadapi bank dalam melaksanakan perannya, yaitu rumah edukasi kurang berfungsi jika tidak ada penggeraknya dan banyak koperasi yang tidak dikelola dengan baik. Agar pelindungan ekonomi berjalan dengan baik disarankan PP pelindungan ekonomi terhadap PMI segera dibentuk; edukasi keuangan dilakukan sebelum PMI berangkat ke luar negeri, pendamping desmigratif harus berperan aktif; dan koperasi harus dikelola dengan baik.

Penulis: Bagus Oktafian Abrianto

Abstrak:
Keberadaan gugatan perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad) merupakan salah satu sarana pelindungan hukum masyarakat atas tindakan (handeling) yang dilakukan oleh pemerintah. Adapun konsep mengenai onrechtmatige overheidsdaad berkembang secara dinamis dari waktu ke waktu. Perubahan konsep Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) di dalam Pasal 87 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, menyebabkan gugatan onrechtmatige overheidsdaad yang dahulu merupakan kompetensi absolut Pengadilan Negeri, berubah menjadi kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara. Penelitian ini berusaha memaparkan mengenai perubahan pengaturan dan perubahan konsep onrechtmatige overheidsdaad pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014. Beralihnya kewenangan untuk memeriksa gugatan onrechtmatige overheidsdaad dari lingkungan peradilan umum ke peradilan tata usaha negara memiliki berbagai konsekuensi yuridis, mulai dari perubahan hukum acara, petitum, dan posita. Salah satu konsekuensi yang cukup penting adalah perubahan terkait dengan pelaksanaan putusan atau eksekusi. Dahulu, gugatan onrechtmatige overheidsdaad merupakan kompetensi absolut pengadilan negeri, sehingga pelaksanaan putusan tergantung dari itikad baik (good will) dari pemerintah. Pasca-beralih ke kompetensi absolut PTUN, terdapat mekanisme upaya paksa agar putusan tersebut dapat dijalankan oleh instransi pemerintah terkait (tergugat).

Penulis: Agus Suntoro

Abstrak:
Peningkatan aksi teror pada 2018, mendorong pemerintah dan DPR melakukan revisi terhadap UU No. 15 Tahun 2003 yang dinilai tidak cukup memadai dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Kesadaran semua pihak telah mempercepat proses legislasi dan pada 21 Juni 2018 Presiden Joko Widodo mengesahkan UU No. 5 Tahun 2018. UU hasil revisi ini diharapkan lebih memperkokoh dasar pemberantasan tindak pidana terorisme dan melindungi HAM secara lebih proposional. Bertitik tolak pada hal tersebut, kajian ini akan melihat proses legislasi dalam pembentukan UU No. 5 Tahun 2018 dan meninjau penerapan asas dan norma HAM dalam UU No. 5 Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan penyajian deskriptif normatif. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dengan Ketua Panja RUU Terorisme, aktivis HAM, dan perwakilan pemerintah. Hasil kajian menunjukkan, secara legal formal, proses legislasi UU No. 5 Tahun 2018 memenuhi prosedur yang ditetapkan, namun dari aspek substansial masih belum sepenuhnya selaras dengan asas dan norma HAM, terutama persoalan penangkapan, penahanan, perubahan delik materiil menjadi formil, penyadapan, dan inkonsistensi criminal justice system melalui pelibatan militer. Berdasarkan hal tersebut, revisi terbatas terhadap UU No. 5 Tahun 2018 perlu dilakukan agar penegakan hukum pemberantasan terorisme lebih kuat dan HAM dijunjung tinggi sebagai perwujudan negara hukum demokratis.

Penulis: Marfuatul Latifah, S.H.I., LL.M.

Abstrak:
Artikel ini mengkaji mengenai legalitas penerbitan Perppu, pelindungan HAM bagi Ormas melalui ketersediaan mekanisme pengadilan, dan arah perbaikan ketentuan pembubaran Ormas dimasa yang akan datang. Selain itu artikel ini juga memberikan usulan terkait dengan perbaikan kebijakan mekanisme pembubaran Ormas dimasa yang akan datang. Penulisan artikel ini disusun dengan menggunakan metode yuridis normatif yang diuraikan secara deskriptif. Dalam pembahasan, penerbitan Perppu Ormas tidak memenuhi unsur “kegentingan memaksa” dan “keadaan bahaya” yang terdapat di dalam Pasal 22 dan Pasal 12 UUD NRI Tahun 1945. Penghapusan mekanisme pembubaran ormas melalui sidang pengadilan, merupakan pembatalan terhadap upaya pelindungan HAM bagi Ormas di Indonesia. Selain itu kondisi ini juga tidak mencerminkan prinsip negara hukum yang di dalamnya mengandung unsur due process of law. Disimpulkan bahwa perubahan ketentuan terkait dengan pembubaran ormas harus segera dilakukan. Oleh karena itu, RUU Ormas harus memuat beberapa materi muatan dalam perubahan ketentuan pembubaran ormas, yaitu pengaturan pembubaran ormas secara umum melalui persidangan dengan batas waktu 150 hari, sedangkan dalam “kondisi tertentu” Ormas dapat langsung dibekukan kegiatannya dan pemerintah dapat mengajukan permohonan untuk membubarkan ormas dengan batasan waktu 75 hari. RUU Ormas harus mengatur definisi tentang “kondisi tertentu” dalam dinamika keormasan, agar tidak terjadi pelanggaran dalam pelaksanaannya.

Vol. 11 / No. 1 - Juni 2020

Penulis: Dr. Rohani Budi Prihatin, S.Ag., M.Si.

Abstrak:
Pembangunan dan laju pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan peningkatan jumlah populasi umumnya menimbulkan masalah di daerah perkotaan, yang di antaranya adalah timbulnya sampah. Dua kota yang mengalami pertumbuhan dan menghadapi masalah persampahan adalah Kota Cirebon dan Kota Surakarta. Berdasarkan tipologi perkotaan dilihat dari sisi populasi, kedua kota ini masuk dalam kategori kota sedang. Kedua kota tersebut secara umum, relatif tidak mengalami masalah persampahan yang akut, terutama jika dibandingkan dengan kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta. Studi ini difokuskan pada persiapan kota-kota ini untuk mengantisipasi munculnya masalah sampah di masa depan ketika mereka menuju dan menjadi kota besar (populasi di atas 1.000.000). Menggunakan wawancara mendalam dengan Dinas Lingkungan Hidup dan pelaku bisnis bank sampah di dua kota tersebut, dan melalui pengamatan langsung, penulis menemukan fakta bahwa pengelolaan sampah di kedua kota masih menerapkan pola 3P (pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan). Hal ini berarti bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan mengumpulkan sebanyak mungkin, kemudian diangkut secepat mungkin, dan setelah itu dibuang sejauh mungkin. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, pengolahan sampah di TPA masih dilakukan dengan mekanisme open dumping atau sampah hanya ditumpuk terbuka tanpa ada pengelolaan khusus. Cepat atau lambat, sampah di kota-kota ini akan tumbuh lebih cepat daripada solusi pengelolaannya. Suatu hari nanti, tempat pembuangan sampah di kedua kota tidak lagi dapat menampung sampah yang ada. Kata kunci: Cirebon; pembuangan terbuka; pengelolaan sampah; Surakarta

Penulis: Maria Ulfa

Abstrak:
Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan usaha mikro dapat menjadi sebuah instrumen dalam penanggulangan kemiskinan. Pengembangan usaha mikro tidak dapat berjalan sendiri, karenanya perlu mendapat dukungan pembiayaan dari pemerintah. Salah satu bentuk dukungan pemerintah adalah kredit usaha rakyat (KUR) yang hingga saat ini telah berjalan selama lebih dari sepuluh tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui dampak KUR pada sektor usaha mikro; dan (2) Untuk mengetahui dampak pengembangan usaha mikro terhadap penanggulangan kemiskinan. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan pertimbangan bahwa narasumber atau informan dianggap paling tahu tentang objek permasalahan penelitian ini (key informant). Adapun informannya terdiri dari pejabat pada Dinas Koperasi dan UKM Kota Makassar, pelaku usaha, dan tokoh masyarakat. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa KUR memiliki dampak positif terhadap pengembangan usaha mikro di Kota Makassar dan pengembangan usaha mikro memiliki dampak positif terhadap penanggulangan kemiskinan. Kata kunci: kredit usaha rakyat (KUR); penanggulangan kemiskinan; usaha mikro

Penulis: Sri Nurhayati Qodriyatun, S.Sos., M.Si.

Abstrak:
Banjir hampir terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk di Bengkulu. Penyebab banjir di Bengkulu lebih dikarenakan faktor perilaku manusia, yaitu alih fungsi lahan yang masif. Padahal Undang-Undang tentang Penataan Ruang (UU Penataan Ruang) sudah mengatur bagaimana pemanfaatan ruang seharusnya dilakukan dan bagaimana pengendaliannya. Di sisi lain, saat ini pemerintah berencana akan mengubah aturan mengenai penataan ruang ini untuk mempermudah perizinan dalam investasi melalui RUU tentang Cipta Kerja. RUU mengatur kewenangan penataan ruang merupakan kewenangan pemerintah pusat. Permasalahannya adalah bagaimana pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan di Bengkulu dan bagaimana dengan pengawasan pengendalian pemanfaatan ruang nantinya jika kewenangan penataan ruang dipusatkan di pemerintah pusat? Studi literatur digunakan untuk mengkaji dan hasil kajian menunjukkan bahwa pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah Provinsi Bengkulu belum melakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana yang diatur dalam UU Penataan Ruang. Terbukti hanya melakukan review RTRW Provinsi Bengkulu tanpa melakukan penegakan hukum atas pelanggaran pemanfaatan ruang. Di sisi lain, audit tata ruang yang dilakukan Kementerian ATR/BPN tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jika kewenangan penataan ruang dipusatkan ke pemerintah pusat, sebagaimana disebutkan dalam RUU Cipta Kerja, dikhawatirkan penyalahgunaan pemanfaatan ruang di daerah semakin meningkat. Demikian juga dengan kejadian banjir sebagai dampak dari meningkatnya kerusakanlingkungan akibat pemanfaatan ruang yang tidak sesuai peruntukan dan fungsinya. Oleh karena itu, perlu kiranya ditinjau kembali mengenai rencana mencabut kewenangan penataan ruang di tingkat kabupaten/kota dan di tingkat pemerintah provinsi dalam RUU Cipta Kerja. Kata kunci: bencana banjir; pengendalian pemanfaatan ruang; RUU Cipta Kerja; UU Penataan Ruang

Penulis: Tri Rini Puji Lestari, S.K.M., M.Kes.

Abstrak:
Mengonsumsi pangan yang tidak aman dapat membahayakan kesehatan dan jiwa konsumen. Namun, hingga saat ini peredaran pangan yang tidak aman masih menjadi permasalahan bagi Indonesia. Meskipun ketentuan mengenai keamanan pangan sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) tentang Pangan dan UU tentang Kesehatan. Tulisan ini menggunakan studi pustaka. Analisis menggunakan teori dan konsep pada literatur sebagai objek utama untuk menjawab pertanyaan terkait bagaimana kondisi penyelenggaraan keamanan pangan di Indonesia dan berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan keamanan pangan agar hak masyarakat sebagai konsumen dapat terlindungi. Hasil temuan menunjukkan bahwa saat ini Indonesia menganut multiple agency system di mana penerapan sistem ini melibatkan jalur birokrasi yang panjang dan rawan terjadinya ego sektoral dalam penyelenggaraan keamanan pangan. Ada lima faktor teknis yang direkomendasikan oleh WHO dalam penyediaan pangan yang aman, yaitu: menjaga kebersihan, mencegah terjadinya pencemaran, menyimpan makanan pada suhu yang aman, memanaskan makanan pada suhu yang tepat, serta menggunakan air dan bahan baku yang aman dikonsumsi. Jaminan terselenggaranya perlindungan bagi masyarakat dari pangan yang tidak aman merupakan faktor utama yang harus selalu diupayakan oleh semua pihak terkait. Kata kunci: keamanan pangan; konsumen; pangan; pengawasan

Penulis: Junius Fernando S. Saragih

Abstrak:
Kemiskinan masih tergolong tinggi, khususnya di kalangan perempuan. Sementara kesenjangan partisipasi kerja antara laki-laki dan perempuan masih terjadi. Di sisi lain perempuan memiliki peluang untuk mengatasi masalah kemiskinannya dan keluarganya dengan pekerjaan yang fleksibel dan tidak mengganggu tugas mengurus rumah tangga. Berwirausaha adalah pilihan yang tepat, namun perlu diiringi dengan keuangan inklusif yang mendekatkan modal kepada perempuan. Keuangan inklusif ditandai dengan akses terhadap pembiayaan modal usaha tanpa agunan, transaksi keuangan satu pintu, ketersediaan pembiayaan yang melebihi permintaan, dan peningkatan literasi keuangan, meliputi kebiasaan menabung serta peningkatan kemampuan pengelolaan keuangan. Penelitian ini bertujuan menguraikan dan menganalisis penerapan strategi keuangan inklusif dalam penanggulangan kemiskinan perempuan serta dampaknya terhadap perempuan berpendapatan rendah dan keluarganya. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa pembiayaan mampu meningkatkan minat usaha dan memberi stimulan dalam pengembangan usaha, peningkatan pendapatan, serta memperkuat peran perempuan dalam menyejahterakan keluarganya. Penanggulangan kemiskinan melalui strategi keuangan inklusif efektif meningkatkan ekonomi, kapasitas dan peran perempuan dalam menyejahterakan keluarga. Sistem seleksi dan monitoring yang memadai sangat besar pengaruhnya akan keberhasilan ini. Kata kunci: keuangan inklusif; literasi keuangan; penanggulangan kemiskinan; keberlanjutan; kesejahteraan

Penulis: Agus Widiarto

Abstrak:
Analisis kebijakan ini bertujuan untuk menelaah permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pengelolaan guru di Indonesia dan merumuskan beberapa rekomendasi kebijakan pengelolaan guru yang komprehensif dengan mengacu pada pencapaian tujuan pengelolaan guru sebagai tenaga profesional. Sebagai tenaga profesional, peran guru sangat penting, yaitu melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Fungsi dan tujuan pendidikan yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedudukan guru sebagai tenaga profesional menjadi sangat strategis sebagai salah satu elemen pencapaian tujuan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional tersebut. Analisis kebijakan ini juga menelaah desain pengelolaan guru dari sisi pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kajian ini menggunakan model proses analisis kebijakan yang dimulai dari analisis formulasi atau desain kebijakan, permasalahanpermasalahan dalam implementasi, dan evaluasi kebijakannya. Kata kunci: analisis kebijakan; guru profesional; kualifikasi akademik; kualitas pendidikan; pengelolaan guru; sertifikasi guru

Penulis: Anggalih Bayu Muh. Kamim

Abstrak:
Kajian ini mendalami fenomena ocean grabbing yang muncul akibat proyek reklamasi yang dilakukan untuk memfasilitasi ekspansi modal. Kasus proyek reklamasi di Indonesia dan Malaysia diambil untuk diperbandingkan dengan melihat metode pengurugan dan upaya memfasilitasi investasi perkotaan dalam proyek reklamasi. Kebutuhan lahan baru yang menjadi biang keladi dari proyek reklamasi akan didalami mengenai dampak yang ditimbulkannya pada krisis sosio-ekologis yang harus diderita masyarakat pesisir. Studi ini adalah kajian pustaka yang dilakukan dengan menelusuri laporan penelitian, artikel jurnal, dan pemberitaan media daring yang terkait dengan persoalan yang dikaji. Kajian ini dilakukan dengan meminjam pendefinisian ocean grabbing yang dibuat oleh Bennett, Govan, dan Satterfield serta kriteria yang mereka buat untuk mengidentifikasi krisis sosio-ekologis yang muncul di masyarakat pesisir akibat proyek reklamasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa proyek reklamasi di Indonesia dan Malaysia menimbulkan masalah ocean grabbing secara serius. Pertama, proyek reklamasi di Indonesia dan Malaysia memiliki tata kelola yang buruk. Partisipasi publik yang minim dan perencanaan tidakmemadai menjadi jalan bagi fasilitasi ekspansi modal dalam proyek reklamasi. Kedua, proyek reklamasi telah memperburuk keadaan kehidupan masyarakat pesisir akibat hilangnya daerah tangkapan, penurunan pendapatan, dan mencerabut komunitas dari ruang hidupnya. Ketiga, proyek reklamasi menyebabkan kerusakan ekosistem yang telah merusak keseimbangan lingkungan di perairan laut. Kata kunci: investasi; ocean grabbing; proyek reklamasi

Vol. 11 / No. 1 - Juni 2020

Penulis: Nathania Riris Michico Tambunan

Abstrak:
Sistem demokrasi menjadi salah satu jalan untuk mendukung terjadinya perdagangan antara negara satu dengan lainnya. Peningkatan perdagangan internasional berkontribusi penting terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, beberapa pihak mengklaim bahwa demokrasi dianggap menghambat atau bahkan dapat mengancam suatu aliran perdagangan. Dinamika dari situasi tersebut semakin terlihat jelas ketika melibatkan negara-negara berpendapatan menengah dan tinggi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah demokrasi berdampak pada perdagangan, khususnya di Asia. Dengan menggunakan Model Gravitasi, studi ini difokuskan pada 11 negara yang dibagi berdasarkan pendapatan dari tahun 2009 hingga 2018. Negara berpendapatan tinggi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Jepang, Singapura, Korea Selatan, dan Brunei Darussalam, dan negara berpendapatan menengah adalah Tiongkok, Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Pakistan, dan India. Berdasarkan pendekatan melalui metode regresi data panel, hasil penelitian ini menemukan bahwa interaksi antara demokrasi dan negara-negara di Asia memengaruhi perdagangan secara signifikan. Namun, ditemukan pula bahwa perdagangan di negaranegara berpenghasilan tinggi tidak terpengaruh oleh demokrasi, sedangkan perdagangan di negara-negara berpenghasilan rendah sangat dipengaruhi oleh demokrasi.

Penulis: RAIS AGIL BAHTIAR, S. S., M.Si.

Abstrak:
E-commerce merupakan salah satu bentuk kemajuan yang muncul dari pesatnya perkembangan internet dan menjadi tren di dunia selama sepuluh tahun terakhir. Di Indonesia, angka penggunaan situs belanja online dan transaksi toko online cenderung meningkat meskipun infrastruktur dan regulasinya masih tertinggal. Hal ini merupakan peluang besar dan membutuhkan kebijakan yang komprehensif guna dapat mengembangkan dan memanfaatkan aktivitas digitalisasi ekonomi secara optimal. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis (a) potensi dari penerapan e-commerce terhadap pertumbuhan ekonomi, (b) peran pemerintah dalam mendorong pertumbuhan aktivitas e-commerce, dan (c) tantangan yang perlu diatasi agar mampu memaksimalkan potensi dari aktivitas e-commerce dalam ekonomi nasional. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode tinjauan literatur. Hasil temuan menunjukkan bahwa praktik e-commerce mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena dapat menghemat biaya transaksi, menghilangkan batasan ruang dan waktu, mengurangi biaya pengiriman, meminimalkan hambatan transportasi, memudahkan komunikasi penjual dan pembeli, dan mengurangi biaya periklanan dan transportasi. Di sisi lain, pemerintah berperan penting untuk melaksanakan enam strategi agar mampu mendorong praktik ekonomi digital, yaitu pembangunan pengetahuan, penyebaran pengetahuan, subsidi, mobilisasi, pengarahan inovasi, dan penetapan standar. Sedangkan tantangan dalam rangka pengembangan aktivitas e-commerce adalah keamanan dan perlindungan konsumen, logistik dan infrastruktur, serta perpajakan terkait transaksi e-commerce.

Penulis: Andre Notohamijoyo

Abstrak:
World Bank dan FAO menyatakan bahwa sejak tahun 2006 sebesar 75 persen sumber daya perikanan global mengalami ancaman deplesi atau penurunan stok akibat praktik penangkapan yang berlebihan dan merusak lingkungan. Indonesia juga menghadapi hal serupa di mana kelestarian sumber daya perikanan terancam akibat praktik penangkapan berlebih, merusak, dan ilegal. Kondisi tersebut mendorong dilakukannya mekanisme pengendalian produksi dan konsumsi berkelanjutan melalui ecolabelling. Namun demikian penerapan sistem sertifikasi tersebut di negara berkembang menemui banyak kendala. Minimnya perlindungan terhadap hak nelayan menjadi salah satu masalah utama ekolabel perikanan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bobot kepentingan dan prioritas masing-masing skema ekolabel yang efektif mendorong pengelolaan perikanan yang lestari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed method dengan metode Delphi berbasis purposive sampling serta metode Analytic Hierarcy Process (AHP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa skema ekolabel nasional menjadi prioritas pilihan stakeholder termasuk nelayan kecil di Indonesia. Kepercayaan stakeholder terhadap skema ekolabel perikanan nasional menjadi modal dasar dalam penyusunannya. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, perlu segera melakukan inisiasi skema ekolabel perikanan tersebut. Tantangan lainnya adalah bagaimana mengembangkan ekolabel perikanan nasional sebagai sebuah merek produk perikanan yang berkelanjutan dan mendorong peningkatan kesejahteraan nelayan.

Penulis: Lusia Tri Harjanti

Abstrak:
Konversi lahan sawah di Indonesia yang selalu meningkat setiap tahun bisa mengancam ketahanan pangan nasional dan swasembada pangan. Pemerintah perlu melakukan tindakan yang nyata dan signifikan untuk menanggulangi isu tersebut. Salah satu langkah awal untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan mengidentifikasi faktor-faktor pendorong konversi lahan sawah yang terjadi di Indonesia, terutama di Pulau Jawa dan Sumatera sebagai lumbung padi nasional. Oleh karena itu, dengan menggunakan data panel dari 256 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Sumatera pada periode tahun 2010-2017, penelitian ini menganalisa faktor-faktor penentu konversi lahan sawah di Jawa dan Sumatera. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa faktor-faktor utama yang memengaruhi konversi lahan sawah di Jawa adalah PDRB di sektor pertanian, PDRB di sektor jasa, dan kepadatan penduduk. Sebaliknya, PDRB di sektor jasa tidak berpengaruh terhadap perubahan luas lahan sawah di Sumatera, melainkan PDRB di sektor industri memberikan dampak terhadap konversi lahan sawah di Sumatera. Faktor-faktor lain yang memengaruhi konversi lahan sawah di Sumatera adalah PDRB di sektor pertanian dan kepadatan penduduk. Analisis geospasial juga digunakan di dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis geospasial, perubahan lahan sawah di Pulau Jawa didominasi menjadi area pemukiman, sedangkan sebagian besar perubahan sawah di Sumatera berubah menjadi area tanaman yang diduga adalah kelapa sawit. Kelapa sawit berkembang diduga karena pertumbuhan industri minyak kelapa sawit di Sumatera.

Penulis: Sahrul Paipan

Abstrak:
Beras merupakan kebutuhan pokok utama bagi penduduk Indonesia, namun pemerintah cenderung mencukupi kelebihan kebutuhan permintaan beras dengan impor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan ketergantungan impor beras di Indonesia periode tahun 1992-2017. Model ECM digunakan untuk menjawab tujuan tersebut, baik melihat pengaruhnya dalam jangka pendek maupun jangka panjang antara variabel bebas terhadap impor beras. Data sekunder bersumber dari World Bank, FAO dan BPS. Hasil penelitian menunjukkan dalam jangka panjang produksi beras tidak memengaruhi impor beras, namun dalam jangka pendek menjadi signifikan dan positif. Konsumsi beras, apresiasi rupiah, cadangan devisa, dan harga beras domestik berhubungan positif dan signifikan memengaruhi impor beras dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Di sisi lain, PDB memengaruhi impor beras dan harga relatif tidak signifikan memengaruhi impor beras, baik dalam jangka jangka pendek maupun panjang. Impor beras terjadi disebabkan karena kurang maksimal Bulog menyerap beras petani dan meningkatnya konsumsi beras. Pemerintah diharapkan mampu menyerap surplus beras yang dimiliki petani dengan menjalin kerja sama langsung. Sementara itu, masyarakat juga diharapkan mendukung kebijakan diversifikasi pangan dengan mengkonsumsi aneka ragam pangan dan pangan bergizi.

Vol. 11 / No. 1 - Mei 2020

Penulis: Dian Herdiana

Abstrak:
Rencana pemindahan ibu kota ditujukan sebagai upaya mewujudkan pusat pemerintahan yang mampu mencerminkan karakter Indonesia dan mampu mengakomodasi pembangunan visioner untuk jangka waktu yang panjang. Dalam prosesnya, pemindahan ibu kota tidak hanya sebatas memindahkan fungsi pemerintahan ke tempat yang baru, melainkan menyangkut banyak hal yang kompleks sehingga diperlukan upaya yang konsisten, sistematis, terukur dan berkelanjutan. Atas dasar permasalahan tersebut maka artikel ini ditujukan untuk menggambarkan syarat seperti apa yang harus terpenuhi agar pemindahan ibu kota berhasil. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data yang digunakan bersumber dari data sekunder baik dalam bentuk buku, jurnal maupun referensi lainnya yang relevan. Hasil penelitian menunjukan setidaknya terdapat 6 (enam) syarat yang harus terpenuhi agar pemindahan ibu kota berhasil, yaitu: 1). Kepemimpinan visioner dan konsistensi komitmen, 2). Aturan hukum yang komprehensif, 3). Proses perencanaan yang partisipatif dan akomodatif, 4). Sumber daya manusia yang profesional, 5). Karakterik budaya dan keterbukaan masyarakat lokal, 6). Budaya organisasi pemerintahan dan nilai-nilai sosial. Keenam unsur tersebut di atas memiliki keterjalinan konstruktif satu dengan yang lainnya, sehingga dalam praktik pemindahan ibu kota yang akan dilaksanakan, pemerintah harus memastikan bahwa unsur tersebut mampu terpenuhi sebagai syarat bagi keberhasilan pemindahan ibu kota. Kata kunci: Ibu Kota; Pembangunan; Pemerintahan; Kebijakan.

Penulis: Ali Abdullah Wibisono

Abstrak:
Respons Indonesia terhadap problematika teroris-kombatan transnasional mengalami perubahan dari masa ke masa. Di era Order Baru hingga awal masa reformasi, sikap toleran diterapkan. Sementara itu, di era reformasi respons Indonesia berubah dari sikap humaniter menjadi kehati-hatian. Artikel ini menerapkan pemetaan teoretik kontra-terorisme dari David Crelinsten dan menjelaskan bahwa perubahan ini tak hanya diakibatkan persepsi terhadap potensi ancaman kombatan yang kembali ke tanah air, tapi juga kesiapan program reintegrasi sosial dan deradikalisasi, kepatuhan kepada rezim internasional, dan proses politik domestik. Selain mendapatkan data tentang dinamika dan jumlah kombatan Indonesia dari media massa dan artikel-artikel jurnal, artikel ini juga mengolah data yang berasal dari prosiding revisi undang-undang anti-terorisme yang disahkan tahun 2018. Sikap Indonesia terhadap problematika teroris-kombatan transnasional saat ini adalah selektivitas tinggi, bukan penolakan total atau pencabutan kewarganegaraan. Kurangnya kemampuan untuk melakukan reintegrasi sosial bagi mantan kombatan, domestik maupun transnasional, menandai pekerjaan rumah yang masih tersisa. Penolakan pemerintah untuk memfasilitasi repatriasi tidak berarti penolakan total terhadap kepulangan semua teroris-kombatan transnasional, sehingga kepulangan individual dengan fasilitasi mandiri masih dimungkinkan. Penolakan ini merefleksikan keterbatasan kemampuan pemerintah dan masyarakat untuk merehabilitasi dan mereintegrasikan para teroris-kombatan, ketimbang reaksi terhadap potensi ancaman teroris-kombatan transnasional. Kata kunci: Teroris-Kombatan Transnasional; Kontra-Terorisme; Rezim Internasional; Politik Domestik.

Penulis: Aryojati Ardipandanto, S.IP., M.Sos

Abstrak:
Berbagai kalangan menyebutkan bahwa populisme dengan politik identitas sangat kuat pengaruhnya dalam kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, dimana hal itu dinilai akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Populisme yang terjadi terutama lebih pada strategi politik pemenangan Pilpres yang bersifat politik identitas berdasarkan agama. Disparitas antara pendukung antar Capres/Cawapres dibuat sedemikian rupa sehingga perbedaannya terkesan pihak yang menjalankan nilai-nilai agama disatu sisi, dan di pihak lainnya adalah yang tidak mengamalkan nilai-nilai agama dengan benar. Dari kondisi tersebut, kajian ini ditulis berdasarkan perumusan masalah terkait apa bahaya populisme yang dipraktekkan dalam Pilpres 2019. Tulisan ini merupakan analisa deskriptif berdasarkan studi pustaka. Tulisan ini menemukan bahwa bahaya populisme dalam Pilpres 2019 adalah karena pengkotakan isu agama dalam persaingan politik diperkuat oleh berbagai pihak termasuk peserta Pilpres, yang mengakibatkan situasi politik yang dihasilkan dari hal itu menjadi rentan untuk ditunggangi dengan agenda politik oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang memang bertujuan untuk memecah-belah bangsa dan merongrong kedaulatan NKRI. Ke depan, baik Pemerintah maupun Lembaga Perwakilan Rakyat harus mengajak para tokoh masyarakat untuk bekerja sama meningkatkan pendidikan politik dan pendidikan berdemokrasi yang lebih baik, dengan berlandaskan pada Demokrasi Pancasila yang dibangun atas kesadaran bahwa NKRI adalah suatu Negara yang bangsanya majemuk namun harus tetap bersatu agar demokrasi substansial dapat terwujud dengan semakin baik. Kata kunci: Populisme; Politik Identitas; Pemilihan Presiden; Pilpres 2019

Penulis: Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.

Abstrak:
Pemberian otonomi khusus atau kewenangan khusus oleh pemerintah pusat kepada Provinsi Aceh melalui konsep desentralisasi asimetris bertujuan untuk merangkul provinsi Aceh agar tetap berada dalam kesatuan NKRI dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh. Meski demikian dalam implementasinya ditemukan berbagai permasalahan. Tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana implementasi Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dilaksanakan. Hal ini karena melalui kebijakan desentralisasi asimetris pemerintah pusat telah memberi konsesi-konsesi yang luas kepada Provinsi Aceh dengan melimpahkan berbagai kewenangan administrasi, politik, mengakomodasi identitas lokal, sampai memberikan sumber-sumber keuangan, sebagaimana yang diatur dalam UU PA. Akan tetapi yang menjadi tantangannya adalah, kebijakan desentralisasi asimetris itu bisa terancam gagal apabila dalam pelaksanaannya kinerja pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Aceh tidak maksimal dalam melaksanakan amanat UU tersebut. Kata kunci: Otonomi Khusus; Pemerintahan Aceh; Desentralisasi Asimetris; Implementasi Kebijakan.

Penulis: Ary Aprianto

Abstrak:
Peran sains dalam pembangunan nasional dan memecahkan beragam masalah global telah diakui banyak pihak. Sudah banyak negara yang memanfaatkan sains sebagai salah satu sumber soft power. Namun demikian, sains sebagai salah satu sumber soft power belum banyak dikenal di Indonesia. Tulisan ilmiah mengenai interaksi antara sains dengan politik luar negeri pun minim. Masih banyaknya hal yang perlu dibenahi dalam dunia sains nasional dapat menjadi latar belakang situasi ini. Tulisan ini mendiskusikan dapat atau tidaknya sains dimanfaatkan sebagai sumber soft power Indonesia, dengan memanfaatkan metode kualitatif dan “resource-based theory of soft power” dari Geun Lee. Disimpulkan bahwa sains dapat dan harus dimanfaatkan sebagai sumber soft power Indonesia untuk mendukung tercapainya tujuan strategis pembangunan, mengingat besarnya kontribusi sains dalam era digital. Kata kunci: Sains; Ilmu Pengetahuan; Soft power; Politik Luar Negeri Indonesia; Diplomasi Indonesia.

Penulis: Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.

Abstrak:
Perumusan dan pembahasan kebijakan digitalisasi penyiaran yang menjadi salah satu materi dari perumusan penggantian UU Penyiaran, sudah dilakukan sejak DPR periode 2009-2014 dan dimulai kembali pada DPR periode 2014-2019. Lamanya perumusan dan pembahasan kebijakan digitalisasi penyiaran, menunjukkan materi ini memang sangat sarat kepentingan. Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini yaitu bagaimana kontestasi perdebatan kepentingan yang terjadi dalam merumuskan kebijakan tentang digitalisasi penyiaran di Indonesia? Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pertanyaan penelitian mengenai kontestasi perdebatan kepentingan yang terjadi dalam merumuskan kebijakan tentang digitalisasi penyiaran di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif studi kasus mengenai perdebatan kepentingan perumusan kebijakan digitalisasi penyiaran yang terjadi pada DPR periode 2009-2014 dan DPR periode 2014-2019. Berdasarkan hasil penelitian, pada DPR periode 2009-2014, perdebatan kepentingan terjadi antara DPR dengan Pemerintah, terkait dengan siapa yang berhak menjadi penyelenggara multipeksing yang berdampak juga pada definisi penyiaran yang berbeda. DPR tetap menyatakan penyelenggara multipleksing diserahkan kepada lembaga penyelenggara penyiaran multipleksing (LPPM). Sedangkan Pemerintah menyerahkan penyelenggara kepada lembaga penyiaran yang telah memiliki IPP. DPR periode 2014-2019 melalui Komisi I DPR, merumuskan secara rinci kebijakan digitalisasi penyiaran terkait kewajiban Pemerintah untuk menyusun peta alokasi frekuensi di setiap wilayah siar, model migrasi, ASO disetiap wilayah siar dan secara nasional, digital deviden, dan tarif penyelanggaraan multipleksing. Model migrasi yang diajukan yaitu model single mux, namun mendapatkan pertentangan dari Baleg DPR yang mengajukan model migrasi hybrid mux. Baleg menilai single mux berpotensi memunculkan praktek monopoli, insfrastruktur penyiaran TVRI sudah berusia tua, dan kurangnya kemampuan kompetensi SDM yang dimiliki TVRI. Kepastian hitungan peta alokasi frekuensi di setiap wilayah siar, digital deviden yang diperoleh, dan prospek lembaga penyiaran, harus menjadi dasar utama dalam menentukan model migrasi digital di Indonesia. Bisa jadi kita memiliki model migrasi yang khas Indonesia. DPR bersama Pemerintah, harus segera membahas RUU Penyiaran agar kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia terkait digitalisasi penyiaran benar-benar dapat terwujud. Kata kunci: Perdebatan Kepentingan; Kebijakan Digitalisasi Penyiaran, RUU Penyiaran.

Vol. 10 / No. 2 - Desember 2019

Penulis: Agustina

Abstrak:
Penanaman modal asing (PMA) dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, bahkan di negara-negara berkembang. PMA dapat menyediakan sumber daya keuangan, transfer teknologi, meningkatkan praktik dan keterampilan organisasi dan manajerial, dan memberikan akses ke pasar internasional. Pemerintah Indonesia telah menyadari bahwa PMA dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan ekonomi negara. Paper ini bertujuan untuk mengukur kepentingan relatif dari berbagai jenis aglomerasi untuk penentuan lokasi PMA di sektor manufaktur di Indonesia. Data ini dianalisis dengan model multinomial logit di mana variabel dependen adalah pilihan lokasi. Paper ini meneliti faktor-faktor penentu PMA baru (greenfield) di sektor manufaktur di Pulau Jawa, Indonesia. Penelitian ini menggunakan data tingkat mikro dari izin prinsip yang tidak dipublikasikan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia (BKPM). Penelitian ini menguji dari 23 kabupaten di Pulau Jawa yang menerima PMA di sektor manufaktur dalam lima tahun terakhir. Hasil dari temuan ekonomi agglomerasi (baik milik asing dan perusahaan domestik) menunjukkan dampak yang signifikan dan positif namun kecil. Variabel-variabel lain, termasuk fasilitas, dan kondisi pasar tenaga kerja-secara anomali dengan upah minimum yang lebih tinggi-menunjukan hasil yang lebih penting dibandingkan aglomerasi. Karena efek aglomerasi yang kecil, hal ini berarti bahwa ekonomi aglomerasi bukanlah faktor penentu dalam menarik PMA. Investor asing yang baru tidak hanya mencari kabupaten di mana pabrik asing atau domestik telah berada tetapi juga mempertimbangkan hal-hal lain seperti kepadatan jalan dan ketersediaan tenaga kerja.

Penulis: Heru Santoso

Abstrak:
Studi ini mengeksplorasi pengaruh kepercayaan konsumen terhadap wealth effect dari pasar perumahan dan pasar saham terhadap tingkat konsumsi di 10 negara Asia. Studi ini menggunakan data triwulanan dari kuartal pertama tahun 2010 hingga kuartal keempat tahun 2017 dan menggunakan metode panel Fully Modified Ordinary Least Square (FMOLS) untuk melihat hubungan jangka panjang antar variabel. Hasil studi menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen berpengaruh terhadap wealth effect dari pasar perumahan dan pasar saham terhadap tingkat konsumsi. Secara rinci, interaksi dari kepercayaan konsumen dan wealth effect dari pasar perumahan memiliki dampak positif yang signifikan terhadap tingkat konsumsi, berbeda dengan wealth effect dari pasar perumahan yang sebelumnya tidak signifikan terhadap tingkat konsumsi. Di lain sisi, interaksi antara kepercayaan konsumen dan wealth effect dari pasar saham memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap tingkat konsumsi, berbeda dengan wealth effect dari pasar saham yang sebelumnya positif dan signifikan terhadap tingkat konsumsi. Selain itu, hasil studi ini juga menunjukkan bahwa (1) negara-negara dengan perkembangan sektor keuangan yang lebih tinggi memiliki wealth effect dari pasar perumahan dan pasar saham yang lebih kuat dibandingkan negara-negara dengan perkembangan sektor keuangan yang lebih rendah dan (2) negara-negara dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi memiliki wealth effect dari pasar perumahan dan pasar saham yang lebih kuat dibandingkan negara-negara dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah.

Penulis: Ghina Saarah Nibras

Abstrak:
Indonesia merupakan negara pengekspor minyak sawit terbesar di dunia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, minyak sawit Indonesia dihadapi oleh beberapa hambatan. Oleh karena itu, Indonesia diharapkan mampu melakukan diversifikasi pasar, salah satunya dengan menjadikan negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI) sebagai negara tujuan ekspornya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana daya saing, besarnya ekuivalen tarif, dan faktor-faktor yang memengaruhi permintaan ekspor minyak sawit Indonesia di 28 negara OKI. Metode yang digunakan adalah Export Products Dynamics (EPD) dan regresi data panel. Metode analisis untuk mengestimasi ekuivalen tarif adalah model gravity. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak sawit Indonesia memiliki daya saing yang cukup kuat pada 15 negara OKI. Sedangkan, minyak sawit Indonesia pada 13 negara OKI lainnya menempati posisi falling star, lost opportunity, dan retreat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adanya beberapa negara OKI yang juga merupakan produsen dari minyak sawit, serta adanya kompetitor di negara tujuan. Hasil estimasi menggunakan metode regresi data panel menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita negara importir, jarak ekonomi, harga ekspor, populasi, dan nilai tukar riil berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor minyak sawit Indonesia ke negara OKI. Penelitian ini juga menemukan bahwa negara OKI memberlakukan hambatan nontarif terhadap minyak sawit Indonesia walaupun besarannya relatif rendah. Nilai ekuivalen tarif impor tertinggi dikenakan oleh negara Benin sebesar 19,67.

Penulis: Kadek Aris Prasetya

Abstrak:
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang tinggi, sehingga jumlah angkatan kerjanya juga tinggi. Namun apabila kualitas dari angkatan kerja tersebut rendah, maka hanya akan menimbulkan masalah dalam integrasi struktur ekonomi. Kualitas tenaga kerja daerah dapat diukur dengan nilai produktivitas pekerja. Salah satu faktor yang digunakan untuk melihat produktivitas pekerja adalah tingkat pekerja setengah menganggur khususnya pada sektor primer. Dalam menganalisis pekerja setengah menganggur terdapat kemungkinan adanya keterkaitan antarprovinsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas pekerja setengah menganggur, baik efek langsung maupun tidak langsung serta perbandingannya dengan sektor primer. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif serta analisis inferensial dengan metode regresi spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas pekerja setengah menganggur di seluruh sektor dan sektor primer dipengaruhi oleh efek spasial yang berbeda. Produktivitas pekerja seluruh sektor dipengaruhi oleh spillover effect dari variabel independen, sedangkan pada sektor primer dipengaruhi oleh spillover effect variabel independen dan efek spasial variabel dependen. Produktivitas pekerja di seluruh sektor lebih dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dibandingkan tingkat kesehatan, sedangkan di sektor primer lebih dipengaruhi oleh tingkat kesehatan dibandingkan tingkat pendidikan. Tingkat upah dan tingkat investasi berpengaruh positif baik pada seluruh sektor maupun sektor primer. Penelitian ini merekomendasikan pemerintah untuk merevitalisasi sektor primer demi pengintegrasian perubahan struktur ekonomi serta meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan, dan investasi demi peningkatan produktivitas.

Penulis: Margiyono

Abstrak:
Perkembangan kota-kota di Provinsi Kalimantan Timur dipengaruhi oleh anugerah sumber daya alam yang dimiliki wilayah itu. Saat ini, perkotaan di Kalimantan Timur menghadapi permasalahan pengangguran, lahan kritis, tingginya kriminalitas, dan kecelakaan lalu lintas. Hal itu menunjukkan bahwa perkotaan di Kalimantan Timur menghadapi permasalahan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal ini sangat menarik untuk dilakukan penyelidikan dalam perspektif pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, studi ini menerapkan penilaian pembangunan berkelanjutan yang lebih komprehensif yang disebut Regional Sustainable Account (RSA). RSA adalah teknik perhitungan pembangunan berkelanjutan yang menggabungkan tiga perhitungan sekaligus yaitu perhitungan ekonomi, perhitungan lingkungan, dan perhitungan sosial. Pendekatan ini hasil modifikasi Location Quotient (LQ) yang dikombinasikan dengan Geographical Information System (GIS). Hasil studi menunjukkan bahwa pembangunan di perkotaan Kalimantan Timur mengalami ketidakseimbangan antardimensi; ekonomi, lingkungan, dan sosial. Diketahui pula bahwa perkotaan di Kalimantan Timur termasuk pada klasifikasi almost sustainable sampai dengan chronic unsustainable. Rekomendasi hasil studi untuk para pembuat kebijakan pembangunan daerah hendaknya melaksanakan pembangunan dengan prinsip keseimbangan untuk semua dimensi. Pembangunan kota yang sustainable membutuhkan upaya untuk mengurangi jumlah pengangguran, meningkatnya kriminalitas, banyaknya kecelakaan lalu-lintas, dan tingginya perceraian. Akhirnya, upaya merespons dengan segera berbagai isu unsustainability adalah bagian dari usaha untuk menghindari efek berantai yang lebih serius.

Penulis: Priyaji Agung Pambudi

Abstrak:
Kemiskinan menjadi isu yang terus diperbincangkan di seluruh belahan dunia, yang harus diselesaikan pada tahun 2030. Kemiskinan bersifat multi dimensi dan membutuhkan partisipasi dari semua pihak untuk menyelesaikannya. Kemiskinan berimplikasi pada terjadinya kerusakan lingkungan akibat akses sumber daya alam yang dilakukan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan prinsip eko-habitat (mengintegrasikan aspek ekonomi dan ekologi) di kawasan pedesaan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekaligus melestarikan lingkungan. Penelitian dilakukan dengan mixed method melalui observasi, wawancara, dan kajian pustaka. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 68 persen responden pernah melakukan tindakan yang mengarah pada perusakan lingkungan; 72 persen mengetahui bahwa tindakannya memiliki konsekuensi terhadap kepunahan organisme. Sementara 57 persen menyatakan hal tersebut dilakukan karena tidak ada pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Di sisi lain, 100 persen responden setuju dengan strategi pelestarian lingkungan dengan memanfaatkan jenis-jenis organisme yang bernilai ekonomi. Pengelolaan lahan berbasis kesesuaian ekologis memberikan nilai produksi yang paling optimal. Pola pengelolaan dan jenis lahan yang justru memberikan nilai produksi yang sangat kecil, karena tingginya biaya tanam, serangan organisme pengganggu tanaman, dan pengendalian yang tidak ramah lingkungan. Perlu diutamakan pengelolaan lahan berbasis kesesuaian ekologis untuk memberikan nilai ekonomi dan ekologi yang tinggi. Tentunya prinsip ini memiliki banyak manfaat di antaranya menyerap CO2, menyerap, dan menyimpan air, menyediakan habitat organisme, dan memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat. Pada akhirnya dengan pola pemanfaatan lahan tersebut masyarakat memiliki rasa kepemilikan terhadap ekosistem alam dan lingkungan, sehingga mereka memiliki kemauan untuk menjaga dan melestarikannya.

Vol. 10 / No. 2 - Desember 2019

Penulis: Venti Eka Satya, S.E., M.Si., Ak.

Abstrak:
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan dan kewenangan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di pemerintah kabupaten/kota, diambil alih oleh pemerintah provinsi. Serah terima ini mulai dilaksanakan pada bulan Maret 2016, dan harus tuntas pada awal tahun 2017. Hasil audit BPK menemukan adanya selisih nilai aset sebesar Rp26 miliar dalam proses serah terima aset ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengalihan aset yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dan provinsi, permasalahan dan kendala yang dihadapi serta perlakuan akuntansi terhadap aset yang dialihkan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan data empiris yang dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Proses ini dimulai dari data catatan aset yang dimiliki oleh dindikbud kabupaten/kota. Data tersebut diserahkan oleh dindikbud kabupaten/kota kepada BPKAD kabupaten/kota. Selanjutnya tanpa melakukan konfirmasi dan pengecekan fisik terlebih dahulu catatan tersebut dijadikan dasar untuk melakukan penghitungan jumlah aset yang akan diserahterimakan kepada pihak BPKAD provinsi pada bulan Oktober 2016. Nilai total aset yang dialihkan sebesar Rp1.738.599.434.341,84., selisih nilai yang ditemukan BPK disebabkan oleh tidak lengkapnya pelaporan hibah ke SMA/SMK yang bersumber dari APBN. Permasalahan yang cukup rumit terdapat pada kepemilikan tanah sekolah, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang kurang memadai, pencatatan aset ganda, kurang lengkapnya pelaporan, serta berbagai permasalahan administratif dan akuntansi lainnya. Kata kunci: aset, pemerintahan daerah, akuntansi pemerintahan, pendidikan menengah, pendidikan

Penulis: Dinar Wahyuni, S.Sos., M.Si.

Abstrak:
Desa wisata merupakan salah satu bentuk wisata yang menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat sehingga partisipasi masyarakat menjadi komponen terpenting dalam pengembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pengembangan Desa Wisata Pentingsari dalam perspektif partisipasi masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan Desa Wisata Pentingsari mendapat dukungan penuh dari masyarakat Pentingsari dan pemerintah daerah melalui partisipasinya dalam kegiatan wisata. Pada tahap perencanaan dan pengambilan keputusan, masyarakat berpartisipasi mulai dari perencanaan, sosialisasi ke masyarakat dan pemerintah desa hingga pengambilan keputusan tentang pembentukan desa wisata. Partisipasi masyarakat dalam tahap implementasi dilakukan dengan memberikan pemikiran, materi, dan terlibat langsung dalam setiap kegiatan pengembangan desa wisata serta berupaya menciptakan desa wisata yang siap bersaing di industri pariwisata. Partisipasi dalam tahap menikmati hasil ditunjukkan dengan peningkatan kondisi kehidupan masyarakat Pentingsari akibat kegiatan wisata. Hal ini berarti bahwa masyarakat menikmati hasil dari kegiatan wisata baik secara ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Selanjutnya partisipasi masyarakat dalam tahap evaluasi ditunjukkan melalui keterlibatannya dalam pertemuan rutin antarpengelola desa wisata, pemerintah desa, dan pemerintah daerah setempat. Kata kunci:partisipasi masyarakat, pengembangan desa, desa wisata

Penulis: Rahmi Yuningsih, S.K.M., M.K.M.

Abstrak:
Perbaikan terhadap sanitasi, lingkungan dan air bersih, secara substansial akan mengurangi tingkat kesakitan dan tingkat keparahan berbagai penyakit sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Namun, Indonesia masih dihadapi masalah sanitasi yaitu perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) yang mencemari lingkungan. Indonesia berada di urutan kedua setelah India (626 juta orang) sebagai negara dengan perilaku BABS terbanyak yaitu 63 juta orang. Begitu pun dengan Kota Serang, masih terdapat 27,2% masyarakat melakukan BABS seperti di sungai, sawah dan lainnya. Penyebab utamanya adalah faktor kebiasaan. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui strategi promosi kesehatan yang terdiri dari upaya advokasi, dukungan sosial dan pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan kualitas sanitasi di Kota Serang. Data dalam tulisan ini merupakan hasil penelitian kelompok bersama Tim Peneliti pada Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. Penelitian kualitatif dilakukan di Kota Serang pada bulan Maret 2019. Selain masalah kebiasaan, penyebab masih banyaknya masyarakat BABS adalah tidak tersedianya sarana jamban sehat di rumah dan tidak efektifnya program jamban komunal. Sulitnya mendapatkan air bersih di Kota Serang membuat masyarakat lebih enggan membuat dan menggunakan jamban sehat. Oleh karena itu, pemerintah daerah setempat melakukan strategi promosi kesehatan yang meliputi advokasi kepada anggota DPR dan DPRD agar memprioritaskan masalah sanitasi lingkungan di Kota Serang; meningkatkan dukungan sosial dari tokoh masyarakat serta melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk tidak BABS. Kata kunci:promosi kesehatan, sanitasi, BABS

Penulis: Elga Andina, S.Psi., M.Psi.

Abstrak:
Surabaya merupakan salah satu kota dengan timbulan sampah terbesar. Pemilahan sampah dari sumber merupakan kunci untuk mengelola sampah dengan efektif. Penelitian kualitatif ini bercorak studi kasus bertujuan mengetahui perilaku pemilahan sampah di Kota Surabaya. Data diperoleh melalui wawancara dengan Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya, LSM Pemerhati Sampah, Bank Sampah Induk Surabaya. Pengamatan dilakukan di Pusat Daur Ulang Jambangan, taman kota dan jalan-jalan untuk mengetahui bagaimana masyarakat memilah sampah di tempat umum. Meskipun Surabaya memiliki program kebersihan yang diakui dunia, tidak serta merta menjadikan masyarakatnya peduli kebersihan dan melakukan pemilahan sampah. Pengetahuan tidak selalu menghasilkan perilaku pemilahan sampah. Perilaku pemilahan sampah masih berkaitan dengan kondisi lingkungan fisik dan sosial masyarakat (faktor eksternal). Oleh karena itu, perilaku pemilahan sampah perlu dibentuk dengan 3 strategi: (1) penguatan kebijakan; (2) penyediaan sarana yang ergonomis; dan (3) pelibatan masyarakat dalam mengubah perilaku. Kata kunci:pemilahan sampah, perilaku, Surabay

Penulis: Sulis Winurini, S.Psi., M.Psi.

Abstrak:
Banyak penelitian membuktikan bahwa religiositas terkait dengan kesehatan mental. Pesantren dianggap mampu memperkuat religiositas pada remaja. Banyak orang tua memasukkan anak-anak mereka ke pesantren dengan harapan anak-anak mereka akan menjadi orang dewasa yang positif. Masalah yang harus dijawab dalam penelitian ini adalah: apakah ada hubungan antara religiositas dan kesehatan mental remaja di pondok pesantren remaja? dan apakah ada hubungan antara dimensi religiositas dan kesehatan mental? Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai korelasi antara skor religiositas dan skor kesehatan mental pada partisipan, yaitu r = 0.31, p < 0.01, two tailed. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara skor religiositas dan skor kesehatan mental pada remaja pesantren dengan 9,61% variansi kesehatan mental dapat dijelaskan oleh religiositas, sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor lain. Sementara hasil lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa di antara dimensi kesehatan mental, religiositas memiliki hubungan positif dan signifikan hanya dengan kesejahteraan sosial, yaitu r = 0.3, p < 0.01, two tailed. Ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat religiositas yang dirasakan oleh remaja pesantren, maka semakin tinggi pula dimensi kesejahteraan sosial mereka, begitu pun sebaliknya. Kata kunci:kesehatan mental, religiositas, pesantren, remaja

Penulis: Asri Christiyani

Abstrak:
Artikel ini membahas mengenai pembangunan sosial oleh masyarakat yang dilakukan oleh Paguyuban Jamu Gendong Lestari di Kelurahan Kuningan Barat Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan melalui budaya dan kearifan lokal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa Paguyuban Jamu Gendong Lestari sebagai komunitas yang menjalankan usaha di bidang ekonomi kreatif yaitu jamu sebagai warisan budaya Indonesia telah berhasil melakukan proses pembangunan sosial berdasarkan tujuh karakteristik pembangunan sosial. Strategi pembangunan sosial yang dijalankan adalah strategi pembangunan sosial oleh masyarakat melalui wadah Paguyuban Jamu Gendong Lestari. Masyarakat yang menjadi anggota saling bekerja sama secara harmonis untuk memenuhi kebutuhan mereka, memecahkan masalah mereka dan berupaya menciptakan kesempatan guna memperbaiki hidup melalui pengelolaan usaha jamu gendong. Kata kunci:pembangunan sosial, kesejahteraan sosial, ekonomi kreatif, jamu

Penulis: Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.

Abstrak:
Pengelolaan pesisir dan pantai sangat penting di Indonesia yang merupakan daerah kepulauan dengan garis pantai terpanjang di dunia. Terlebih kondisi di sebagian pesisir di Indonesia kualitas lingkungannya menurun seperti di Kawasan Benoa Badung Bali. Tulisan ini bertujuan untuk menghitung pengaruh kebijakan pemerintah dan peran serta masyarakat terhadap kualitas lingkungan pesisir di Kawasan Benoa Badung Bali. Metode kuantitatif dengan instrumen kuesioner dilakukan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukan bahwa besaran indeks untuk kebijakan pemerintah di Kawasan Benoa adalah 67,45 (cukup), indeks peran serta masyarakat 78,06 (baik), indeks kondisi perairan 72,78 (baik) dan indeks kondisi daratan 74,62 (baik). Analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kebijakan pemerintah dan peran serta masyarakat terhadap kualitas lingkungan pesisir dan pantai (r=0,541). Kebijakan pemerintah dan peran serta masyarakat berpengaruh positif terhadap kondisi kualitas lingkungan pesisir dan pantai. Berbagai kegiatan dan program pemberdayaan masyarakat dan kebijakan pemerintah di Kawasan Benoa misalnya adanya kelompok Pokmaswas Yasa Segara, pengembangan wisata konservasi di Badung, pengembangan usaha perikanan telah memenuhi prinsip-prinsip pembangunan pesisir secara terpadu dan berkelanjutan. Kata kunci:kebijakan pemerintah, peran serta masyarakat, Kawasan Benoa, kualitas lingkungan, pembangunan pesisir terpadu dan berkelanjutan

Vol. 10 / No. 2 - November 2019

Penulis: Luthvi Febryka Nola, S.H., M.Kn.

Abstrak:
Kedudukan kreditor memegang peranan penting dalam kepailitan. Kedudukan akan membuat kreditor mendapatkan pembayaran terlebih dahulu namun juga dapat membuat kreditor tidak mendapatkan perlunasan hutang. Sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU-XI/2013, kedudukan kreditor adalah kreditor separatis, preferen dan konkuren. Upah pekerja termasuk dalam kreditor preferen. Putusan MK Nomor 67/PUU-XI/2013 telah mengubah posisi tersebut dan meletakkan posisi upah buruh di atas kreditor lainnya. Putusan ini juga memposisikan hak pekerja lain pada posisi utama dibandingkan kreditor preferen lainnya. Oleh karena itu tulisan ini membahas Putusan MK Nomor 67/PUU-XI/2013 dari perspektif kekuatan mengikat putusan dan implementasinya terhadap stakeholders terkait. Adapun dari hasil pembahasan dapat diketahui putusan MK memiliki kekuatan mengikat begitu diputuskan hanya saja karena Putusan MK Nomor 67/PUU-XI/2013 berpengaruh terhadap sejumlah undang-undang (UU) membuat UU terkait tersebut perlu disesuaikan. Saat ini penyesuaian belum dilakukan dan akibatnya dalam implementasi putusan terjadi ketidakpastian, ketidakadilan, ketidakefektifan, ketidakmanfaatan, dan penyelundupan hukum.

Penulis: Irna Nurhayati S.H., M.Hum., LL.M., Ph.D.

Abstrak:
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik/Online Single Submission (PP OSS) menandai babak baru kemudahan berusaha di Indonesia. Artikel ini mengkaji, tepat atau tidaknya pendaftaran badan usaha diintegrasikan pada Kemenkumham untuk mendukung kemudahan berusaha di Indonesia; dan legalitas PP OSS. Dari hasil pembahasan disimpulkan bahwa, pendaftaran badan usaha yang diintegrasikan pada Kemenkumham untuk mendukung kemudahan berusaha di Indonesia sudah tepat mengingat bahwa Kemenkumham merupakan lembaga eksekutif, dan proses pendaftaran merupakan proses administrasi pemerintahan yang seyogianya dilakukan oleh eksekutif. Dari perspektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, khususnya terkait hierarki peraturan perundang-undangan, PP OSS yang juga mengatur pendaftaran badan usaha merupakan materi muatan yang bertentangan dengan ketentuan pendaftaran perusahaan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan. Namun, pengaturan melalui PP merupakan alasan logis atas dasar asas kemanfaatan, mengingat PP OSS ini digunakan sebagai langkah strategis untuk mempercepat perolehan data badan usaha dan percepatan peningkatan kemudahan berusaha. Penulis Lengkap: Irna Nurhayati S.H., M.Hum., LL.M., Ph.D. Karina Dwi Nugrahati Putri S.H., M.Sc., LL.M. Veri Antoni S.H., M.Hum. Prof. Dr. Sulistiowati S.H., M.Hum. Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.

Penulis: Harris Yonatan Parmahan Sibuea, S.H., M.Kn.

Abstrak:
Negara menghadapi sejumlah permasalahan dalam pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata. Permasalahan tersebut menyangkut pelaksanaan proses pengadaan tanah dan belum adanya solusi untuk meredam konflik. Fokus permasalahan dari tulisan ini adalah bagaimanakah aspek hukum pelaksanaan pengadaan tanah pada KEK pariwisata. Tulisan ini merupakan hasil penelitian yuridis normatif pada KEK Mandalika dan KEK Tanjung Kelayang. Hasil penelitian menemukan bahwa KEK Pariwisata atas dasar Peraturan Presiden termasuk proyek strategis nasional yang disesuaikan secara legislasi menjadi objek kepentingan umum sesuai dengan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dari hasil penelitian diketahui pula bahwa proses dan mekanisme pelaksanaan pengadaan tanah di KEK Mandalika dan KEK Tanjung Kelayang mengakibatkan timbulnya konflik pertanahan. Pemerintah berupaya untuk tetap melaksanakan pembangunan KEK pariwisata meskipun penyelesaian konflik pertanahan memakan waktu panjang dan harus melewati proses negosisasi ganti rugi dengan masyarakat.

Penulis: Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.

Abstrak:
Salah satu norma dalam RUU KUHP yang mendapat perhatian publik adalah pengaturan perbuatan pidana mempertunjukkan suatu alat untuk mencegah kehamilan atau alat kontrasepsi. Norma ini sesungguhnya merupakan pengaturan kembali, karena secara substansi perbuatan ini sudah diatur dalam Pasal 534 KUHP yang saat ini masih berlaku. Kedua ketentuan tersebut jika dibandingkan konstruksi pasalnya sudah sangat berbeda satu sama lainnya. Pencantuman kembali norma tersebut, saat ini mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat, diantaranya lembaga-lembaga swadaya dan advokasi masyarakat yang bergerak dalam bidang penyuluhan pencegahan penyakit menular seksual. Kajian ini menyimpulkan bahwa kebijakan pengaturan kembali perbuatan tersebut sebenarnya bukan ditujukan untuk menjerat mereka yang bekerja di bidang keluarga berencana dan penyuluhan kesehatan, melainkan karena pertimbangan nilai dan moral keagamaan yang menjadikan pasal terkait alat pencegah kehamilan itu menjadi penting untuk tetap diatur kembali. Konstruksi pasal juga menunjukkan semangat perumus RUU KUHP dalam rangka perlindungan anak.

Penulis: Novianti, S.H., M.H.

Abstrak:
Keberadaan pencari suaka dan pengungsi dari luar negeri menjadi persoalan di Indonesia. Sampai saat ini, Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967. Meskipun belum meratifikasi kedua ketentuan internasional tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri sebagai amanat dari Pasal 27 UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Sehubungan dengan itu, permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana pengaturan penanganan pengungsi luar negeri dan bagaimana implementasi Perpres No. 125 Tahun 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan terkait penanganan pengungsi dari luar negeri tidak sesuai dengan ketentuan hukum internasional dan hukum nasional yaitu UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Berdasarkan Perpres tersebut, proses pemulangan pengungsi dilakukan pilihan secara sukarela atau deportasi. Hal ini tidak bertentangan dengan kewajiban Indonesia untuk menjunjung tinggi standar pelindungan pengungsi dan prinsip non-refoulement. Oleh karena itu, perlu harmonisasi antara Perpres tersebut dan UU Keimigrasian.

Vol. 10 / No. 2 - November 2019

Penulis: Aditya Dwinda Pratama

Abstrak:
Perseteruan antara Uni Eropa (UE) dan Indonesia tentang kelapa sawit dipicu oleh pemboikotan UE terhadap komoditas kelapa sawit. Indonesia sebagai produsen terbesar kelapa sawit tentu merasa dirugikan oleh sikap UE tersebut karena kehilangan pasar. UE memboikot kelapa sawit karena tidak sesuai dengan komitmen UE dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang berfokus pada lingkungan. Kelapa sawit dinilai sebagai komoditas yang menimbulkan banyak kerusakan lingkungan. Indonesia menggugat perlakuan UE ke World Trade Centre (WTO) akibat diskriminasi UE terhadap kelapa sawit di pasar Eropa. Indonesia juga mempertanyakan komitmen UE terhadap SDGs yang seharusnya memperhatikan juga poin pemberantasan kemiskinan yang sedang diusahakan Indonesia. Perseteruan antara keduanya dengan pembelaan masing-masing menyisakan pertanyaan tentang kebenaran yang mereka bawa. Dunia yang masuk di era post truth memerlukan pemikiran yang kritis untuk menganalisa kebenaran akan suatu isu. Tulisan ini dibuat untuk mempertanyakan kembali kebenaran dari pembelaan yang dilakukan UE dan Indonesia sehingga masyarakat mampu menempati posisi yang benar-benar mereka inginkan. Kebenaran telah terlalu sering ditentukan oleh informasi yang paling masif diberitakan oleh media, sehingga untuk menganalisa isu pada tulisan ini penulis menggunakan pengamatan literasi, terutama mengamati berita-berita yang media distribusikan terkait isu ini. Untuk menganalisa kebenaran sesungguhnya tentang perseteruan Indonesia dan UE pada isu kelapa sawit perlu untuk memahami post truth theory, trade off theory, dan national theory sehingga mampu menganalisa segala kepentingan dibalik kebijakan UE dan Indonesia. Bersikap kritis dengan menggali kenyataan dibalik sebuah kebenaran yang telah terkontruksi oleh media yang mendistribusikan informasi adalah sebuah hal yang mutlak untuk dilakukan oleh setiap individu di era post truth.

Penulis: Hidayat Chusnul Chotimah

Abstrak:
Dunia maya merupakan salah satu aspek yang saat ini ikut diperhitungkan dalam sebuah keamanan nasional suatu negara, di samping ranah darat, laut dan udara. Sebagai salah satu negara pengguna internet terbesar di dunia, telah menjadikan Indonesia rentan atau tidak luput dari ancaman siber. Oleh sebab itu, untuk merespon ancaman tersebut, pemerintah Indonesia kemudian membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai institusi siber nasional yang berfungsi menjaga keamanan dan kedaulatan siber. Pendekatan yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menginterpretasikan konsep, definisi, karakteristik, metafora, simbol, dan deskripsi dari suatu hal melalui studi pustaka. Tulisan ini akan memaparkan lebih jauh mengenai peran BSSN dalam tata kelola keamanan siber di Indonesia sekaligus dalam pelaksanaan diplomasi siber Indonesia baik yang dilakukan melalui kerjasama bilateral maupun multilateral.

Penulis: Samti Wira Wibawati

Abstrak:
The Indo-Pacific is a conceptual idea aimed at enhancing economic connectivity and security among states in the Indo-Pacific region. In line with the high interest from many Indo-Pacific states, security problems like terrorism are of common concerns that need to be addressed. Various existing security cooperation mechanisms have been established to solve this latent problem. However, these mechanisms have not been able to decrease the number of terrorist acts in the region. This study discusses the urgency of terrorism issues in the Indo-Pacific region with the current security cooperation mechanisms. This research uses qualitative method which allows the researchers to describe and explore the observed phenomenon. Using the theory of international cooperation, this research found that it is necessary to recalibrate the existing security cooperation or to focus on making a new and integrated mechanism in the Indo-Pacific region.

Penulis: Joko Riskiyono

Abstrak:
Menghadapi penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum serentak merupakan momentum kedaulatan rakyat melalui pendidikan politik secara demokratis yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Untuk itu diperlukan penguatan dalam pelibatan partisipasi masyarakat selaku pemangku kepentingan dan pemegang kedaulatan, dengan menempatkan pemilih sebagai subyek yang berkuasa mengawasi dan mengontrol calon anggota legislatif dan calon pimpinan eksekutif. Apakah dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum telah menjadikan rakyat berdaulat sebagai sarana pendidikan politik berdemokrasi dan bagaimana pelibatan partisipasi masyarakat selaku pemangku kepentingan dalam mengawasi pemilihan kepala daerah dan pemilihan umum serentak. Sehingga partisipasi dan pengawasan masyarakat tidak sekedar pelengkap kontestasi, namun dapat berkonstribusi menjadikan pemilihan umum dilaksankan secara jujur dan adil serta terpercaya.

Penulis: Dodi Faedlulloh

Abstrak:
Artikel ini membahas tentang gerakan buruh dalam agenda membangun partainya sendiri untuk memperjuangkan aspirasi-aspirasi buruh yang selama ini tidak diakomodasi. Strategi yang bisa dilakukan oleh gerakan buruh untuk membuka kemungkinan membentuk partai politik yaitu dengan membangun konstituen yang kuat dengan cara melaksanakan penyerapan aspirasi dari bawah dalam mengidentifikasi masalah beserta tawaran solusi sebagai bentuk dari pendidikan politik bagi rakyat dan buruh. Selain itu, untuk mengurangi fragmentasi antar lintas organisasi, gerakan buruh juga harus segera melakukan konsolidasi. Seluruh aktivis buruh duduk bersama dan bermusyawarah merumuskan tujuan pembangunan partai buruh secara deliberatif. Hal yang tidak kalah penting dalam agenda membangun partai buruh ini yaitu pentingnya penyelenggaraan pemilu yang tidak mempersulit gerak partai-partai alternatif. Oleh karenanya, segala aturan administratif yang memberatkan dalam regulasi pembentukan partai politik saat ini perlu direvisi untuk meningkatkan kualitas demokratisasi dan demokrasi yang lebih baik di Indonesia.

Penulis: Anggalih Bayu Muh. Kamim

Abstrak:
Balai Sakinah ‘Aisyiyah memiliki peranan penting sebagai mitra pembangunan desa Kalibening, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang. Bantuan skema donor MAMPU mendorong keterlibatan BSA dalam mendorong inovasi perintisan sistem informasi desa di Kalibening. Perintisan sistem informasi desa dilakukan bersama dengan para mahasiswa, pemerintah desa dan sebagian warga. Pengkajian terhadap proses perintisan sistem informasi desa di Kalibening perlu didalami untuk mengevaluasi terlalu dominannya peran bantuan teknis dalam pembangunan desa. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian partisipatif untuk menjadikan peneliti menjadi bagian dari fenomena yang dikaji untuk menggali paradoks yang muncul dari pelaksanaan bantuan teknis Balai Sakinah ‘Aisyiyah dalam perintisan sistem informasi desa di Kalibening, Dukun, Magelang. Pengumpulan dan analisis data dilakukan sepanjang pelaksanaan program perintisan sistem informasi di desa selama pelaksanaan KKN PPM UGM di Desa Kalibening selama 50 hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa model bantuan teknis yang didorong BSA dalam perintisan SID memang membantu proses inovasi desa. Akan tetapi, muncul berbagai paradoks dalam peran organisasi masyarakat sipil yang terlalu banyak dibandingkan peran warga. Organisasi masyarakat sipil menentukan sendiri metode yang dipakai dalam perintisan SID tanpa terlebih dahulu melibatkan warga lain. Dominasi peran organisasi masyarakat sipil juga membawa masalah kesenjangan pengetahuan dengan warga. Warga semata menjadi objek yang kemudian coba dimediasi oleh mahasiswa KKN untuk dapat memanfaatkan data. Penelitian ini merekomendasikan kepada para pemangku kepentingan di Kalibening untuk melibatkan kelompok sasaran lain seperti kelompok tani, PKK, dan lain-lain dalam pemanfaatan sistem informasi desa.

Vol. 10 / No. 1 - Juni 2019

Penulis: Saputri Kusumaningrum

Abstrak:
Pada tahun 2016, pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang tinggi di beberapa provinsi di Indonesia ternyata diikuti pula ketimpangan pendapatan, kemiskinan, dan penganggurannya yang tinggi, seperti di Papua, Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara. Kondisi tersebut tentu saja belum sesuai dengan konsep pertumbuhan inklusif, di mana dalam mencapai pertumbuhan ekonomi maka seluruh lapisan masyarakat harus ikut serta dalam prosesnya dan dapat menikmati hasilnya. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat capaian pertumbuhan inklusif provinsi di Indonesia pada tahun 2016 dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi capaian tersebut. Pendekatan penelitian menggunakan 2 metode, yaitu indeks komposit pertumbuhan inklusif yang diadopsi dari McKinley (2010) dan regresi berganda untuk menjawab terkait faktor-faktor yang memengaruhinya. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Kesehatan, dan Bank Indonesia. Hasil analisis menujukkan bahwa ternyata belum ada provinsi di Indonesia yang memiliki capaian pertumbuhan inklusif berkategori unggul (nilai indeks: 8-10) selama tahun 2016. Sebagian besar provinsi di Indonesia mencapai pertumbuhan inklusif dengan kategori memuaskan (nilai indeks: 4-7) dan terdapat dua provinsi yang memiliki kategori tidak memuaskan (nilai indeks: < 4), yaitu Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu, penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan inklusif provinsi di Indonesia menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pembentukan modal tetap bruto, keterbukaan perdagangan, dan rasio kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terhadap PDRB memengaruhi pertumbuhan inklusif.

Penulis: K. Riesta

Abstrak:
Meskipun perhatian terkait manfaat foreign direct investment (FDI) terhadap produktivitas semakin berkembang, masih sedikit penelitian yang menguji pengaruh FDI spillovers terhadap produktivitas tenaga kerja pada perusahaan domestik di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan tiga hal. Pertama, menguji pengaruh FDI spillovers terhadap produktivitas perusahaan domestik. Kedua, menginvestigasi dampak jangka pendek dan jangka panjang dari FDI spillovers terhadap produktivitas perusahaan domestik. Ketiga, menelaah lebih dalam dampak dari FDI spillovers terhadap produktivitas perusahaan domestik pada kelompok industri yang berbeda berdasarkan intensitas faktor produksinya. Penelitian ini menggunakan mikro panel data yang mencakup kurang lebih 20.000 perusahaan industri manufaktur sedang dan besar tiap tahunnya pada tahun 2010-2014. Hasil estimasi menunjukkan bahwa, di industri yang sama, horizontal spillovers memiliki pengaruh negatif terhadap produktivitas perusahaan domestik di jangka pendek namun positif pada jangka panjang. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa, di industri yang berbeda, backward spillovers berdampak negatif terhadap produktivitas perusahaan domestik. Selain itu, FDI Spillovers memengaruhi produktivitas perusahaan domestik dengan lebih efektif ketika industri tersebut capital-intensive. Dengan demikian, hasil penelitian menunjukkan pentingnya mempertahankan perspektif jangka panjang terhadap perusahaan investasi asing di Indonesia, dan pemerintah perlu untuk menstimulasi kebijakan yang dapat meningkatkan kapasitas perusahaan domestik dalam memasok barang setengah jadi dan barang modal ke perusahaan asing di pasar hilir dengan cara memotong kesenjangan teknologi antara perusahaan asing dan domestik.

Penulis: Euis Naya Sari

Abstrak:
Perkembangan tingkat perekonomian dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah inflasi. Sementara itu tingkat inflasi sendiri banyak dipengaruhi oleh beberapa variabel, seperti pengeluaran yang dikelompokkan menjadi berbagai subkelompok. Dengan demikian, pemahaman tentang perkembangan tingkat inflasi sangat penting untuk diketahui oleh pemerintah daerah agar dapat mempertahankan tingkat inflasi dan mengeluarkan kebijakan ketika terjadi masalah. Berkaitan dengan hal itu, penelitian ini bertujuan menganalisis variabel-variabel pengeluaran subkelompok yang berperan dalam menjelaskan tingkat inflasi bulanan di Provinsi Banten. Penelitian ini fokus pada data ekonomi Provinsi Banten tahun 2011-2017, terutama pada Indeks Harga Konsumen (IHK) dari tiga kota besar di Banten, yaitu Serang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon, dengan menggunakan kajian pustaka yang ditunjang dengan analisis deskriptif kuantitatif dan Uji KMO (Kaiser-Meyer-Olkin), Uji Bartlett, serta Analisis Faktor terhadap data sekunder. Dalam analisis faktor digunakan 5 faktor yang berasal dari data inflasi pada 35 subkelompok pengeluaran barang/jasa dengan data series bulanan tahun 2011-2017 (84 bulan). Masing-masing subkelompok terbentuk dari beberapa komoditas yang datanya berasal dari pencatatan harga barang/jasa di setiap minggu atau bulannya. Hasil kajian ini menunjukkan, berdasarkan hasil analisis faktor dari 35 variabel subkelompok yang dipilih, hanya 26 variabel yang dapat dikelompokkan ke dalam 5 faktor, sisanya tidak masuk dalam faktor manapun. Sebanyak 26 variabel tersebut dapat menjelaskan variasi tingkat inflasi bulanan di Provinsi Banten, yaitu sebesar 34 persen. Sisanya dijelaskan oleh faktor lain yang belum masuk di dalam model. Selain itu, dapat dijelaskan pula bahwa inflasi di Provinsi Banten selama periode penelitian disebabkan oleh demand-pull inflation dan cost-push inflation.

Penulis: Margiyono

Abstrak:
Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi terkaya di Indonesia yang dikaruniai kelimpahan sumber daya alam. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur selama tahun 1990an hingga tahun 2000an mencapai lebih dari 7 persen per tahun, indeks pembangunan manusia (IPM) tertinggi ketiga di Indonesia, dan indeks kualitas lingkungan juga sangat baik. Namun saat ini, Provinsi Kalimantan Timur mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi hingga -1,28 persen yang dibarengi pula dengan peningkatan kejadian bencana alam. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa Provinsi Kalimantan Timur mengalami paradoks kesejahteraan dan kelestarian. Oleh karena itu, tujuan studi ini adalah untuk mengetahui nilai kerugian ekologis, dampaknya terhadap kesejahteraan, dan penyebab kerugian ekologis. Untuk menjawab tujuan itu maka digunakan metode ecological account. Hasil studi menunjukkan bahwa kerugian ekologis tertinggi disebabkan oleh luasnya lahan kritis, kemudian secara berurutan kerugian akibat eksploitasi batu bara, gas bumi, dan minyak bumi. Kerugian ekologis tersebut telah mengoreksi tingkat kesejahteraan sampai 76 persen dari PDRB. Hasil studi lainnya menunjukkan bahwa tingginya kerugian ekologis disebabkan oleh lemahnya peraturan daerah yang berkaitan dengan lingkungan dan penegakan hukum. Akhirnya, studi ini merekomendasikan bagi para pembuat kebijakan bahwa dalam upaya untuk meningkatkan pembangunan di Provinsi Kalimantan Timur atau daerah lain yang memiliki karakteristik yang sama maka perlu merehabilitasi lahan kritis untuk aktivitas yang produktif, diikuti dengan transformasi struktur ekonomi yang lebih berorientasi pada sumber daya alam yang dapat diperbaharui, serta melakukan revisi peraturan daerah tentang lingkungan dengan menerapkan pendekatan insentif dan disinsentif.

Penulis: Lesmana Rian Andhika

Abstrak:
Model Sistem Dinamis dapat menjadi alat pendukung pengambilan keputusan praktis yang memungkinkan untuk menguji berbagai skenario formulasi kebijakan. Penelitian ini berfokus untuk menggambarkan Model Sistem Dinamis formulasi kebijakan dalam sebuah simulasi, tujuan dari penerapan model tersebut untuk mengamati berbagai struktur yang kompleks, dan mungkin memengaruhi tujuan berdasarkan fenomena masalah yang teridentifikasi. Selain itu, Model Sistem Dinamis dapat melihat perubahan perilaku kebijakan dan memungkinkan skema umpan balik untuk memberikan arus informasi merancang formulasi kebijakan yang lebih kompleks. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan meta-data-analysis, bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan secara sistematis tentang fenomena tertentu melalui analisis data yang diolah dari data sekunder terpilih. Untuk mengembangkan argumentasi penelitian ini juga merujuk kepada beberapa kasus penelitian terdahulu dan diperlakukan sebagai bukti. Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa dalam model simulasi formulasi kebijakan dengan sistem dinamis digunakan aspek analysis, planning, dan control. Ketiga aspek ini menyediakan sarana untuk menilai kemungkinan penyebab penyimpangan, menghasilkan berbagai kemungkinan analisis dari berbagai sumber informasi, metode, referensi untuk menetapkan umpan balik dari semua analisis yang terkait dalam sistem dinamis. Dengan demikian memberikan peringatan dini tentang perlunya tindakan lebih lanjut, namun dari ketiga aspek tersebut mungkin menimbulkan efek, perubahan dan penyimpangan satu bagian dari sistem, dan sering berbeda dari pada yang dimaksudkan. Untuk itu penyimpangan memberikan sinyal untuk analisis tambahan, apakah kebijakan/strategi telah diterapkan secara efektif.

← Sebelumnya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Selanjutnya →