Penulis: Efriza
Abstrak:
Tulisan ini membahas relasi Presiden dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pengelolaan koalisi berdasarkan tiga tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang merupakan akibat dari perpaduan antara sistem presidensial dan multipartai. Awalnya, Presiden Jokowi memiliki keinginan untuk mewujudkan koalisi yang berbasis ideologis dan program yang sama
(concensus coalition) antar partai politik, namun realitasnya, sulit mewujudkannya disebabkan stabilitas pemerintahan terganggu di awal pemerintahan, akhirnya Presiden Jokowi memilih mewujudkan koalisi “semua partai.” Menggunakan dasar pemikiran dari Scott Mainwaring dan David Altman mengenai kombinasi sistem presidensial dan multipartai serta koalisi dalam sistem
presidensial, dilengkapi juga dengan beberapa pemikiran lainnya mengenai Koalisi. Berikutnya, dilengkapi analisis dari Otto Kirchheimer tentang Catch All Party, untuk menguraikan tranformasi kepartaian di era modern ini. Disertai pembahasan mengenai orientasi partai-partai politik di Indonesia, berdasarkan uraian Yasraf Amir Piliang tentang nomadisme politik. Berdasarkan realitas dan pemikiran di atas, dihasilkan bahwa kombinasi sistem presidensial dan multipartai dan cara pengelolaan pemerintahan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, adalah Pengelolaan koalisi bersifat “gemuk” dengan kepemimpinan yang akomodatif dan cenderung transaksional. Sifat pengelolaan tersebut sebuah upaya menjaga hubungan harmonis antara Presiden dan DPR
dengan konsekuensi bahwa Presiden Jokowi melanggar komitmennya untuk mewujudkan Koalisi tanpa syarat dan tidak bagi-bagi kursi kekuasaan. Pengelolaan koalisi itu dapat dilakukan karena pilihan partai bergabung sebagai pendukung pemerintahan turut didasari bukan saja kebutuhan pencitraan politik berdasarkan dorongan elektoral dalam pasar politik, tetapi juga dalam upaya
partai politik tersebut mendanai kelangsungan hidupnya.
Penulis: Ramdhan Muhaimin
Abstrak:
Salah satu pembaharuan dalam peta Negara Kesatuan Republik Indonesia terbaru yang diterbitkan tahun lalu adalah penamaan Laut Natuna Utara di sebelah utara Pulau Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Sebelumnya, perairan tersebut masuk dalam kawasan Laut Tiongkok
Selatan (LTS). Kebijakan pemerintah Indonesia mengubah nama kawasan perairan ini dalam peta terbarunya mendapat protes keras dari pemerintah Tiongkok. Sebab kawasan yang dinamai pemerintah Indonesia sebagai Laut Natuna Utara diklaim pemerintah Tiongkok masuk ke
dalam Laut Tiongkok Selatan berdasarkan peta tradisional Tiongkok. Tentu ada aspek politik dan keamanan dalam penamaan kawasan tersebut sehingga memicu kritik keras dari Tiongkok menyusul dinamika konflik yang terjadi di Laut Tiongkok Selatan selama ini. Kebijakan penamaan
Laut Natuna Utara tidak bisa dilihat sebagai kebijakan pertikular yang tidak tekait sama sekali dengan tindakan politik lainnya yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia sebelumnya, seperti pembuatan ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) hingga peningkatan kapasitas militer di sekitar perairan Natuna. Termasuk visi maritim Pemerintah Indonesia yang termuat dalam Nawa Cita. Oleh karena itu, kajian ini mencoba menganalisis aspek keamanan pada kebijakan tersebut menggunakan pendekatan Persepsi Ancaman (Threat Perception) dan Teori Sekuritisasi yang dikembangkan Mazhab Copenhagen (Copenhagen School).Tujuan pendekatan konseptual dalam studi keamanan ini, untuk melihat sejauh mana kebijakan penamaan Laut Natuna Utara dapat dilihat sebagai upaya sekuritisasi kedaulatan kepentingan nasional Indonesia dari ancaman eksternal.
Penulis: Anggara Raharyo
Abstrak:
Mega-regional has become a major trend of the global political economy in this contemporary era. The most talked mega-regional negotiations are centered in East Asia, where Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) and Trans-Pacific Partnership (TPP) seemed to be contested toward each other. The two mega-regional negotiations promised solution and advancement from stagnant multilateralism and regional trade agreement redundancy. Both regimes also promised possibility for East Asia regionalism, as an inevitable consequence of deeper integration created by the two regimes. Regional leadership is thus becoming a prominent issue, as great powers such as Japan, China, and ASEAN, will struggle to become a regional leader. While participating countries are motivated to conclude negotiation, major event occurred with the withdrawal of the US from TPP and the establishment of its successor, Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP). This study is aimed to understand East Asia political economy leadership constellation, regarding the current development of mega-regional trade agreements
involving the region. We use “leadership” and “regional leadership” as our conceptual frameworks. We use the qualitative method in our study, in which data is obtained from the latest journals and books through literature review. Based on our analysis, we argue that this major shock event has created disruption in East Asia Regionalism, as it provided a new playing field for Japan, changing the balance of regional leadership. To conclude our study, we also propose scenarios for each East Asia great power as an initial discussion responding to this changing event.
Penulis: Hendra Manurung
Abstrak:
Relations between Indonesia and Russia seem to be getting closer after agreeing to speed up the drafting of
a new strategic partnership agreement in Moscow. A Plan of Consultation for 2017-2019 was signed by Ministers Retno L.P Marsudi and Sergey Lavrov aimed at intensifying dialogue between the two countries. Indonesia is important to Russia not only as a partner on international level, but as a country that plays a major role in the Southeast Asia. Under the Russia-ASEAN dialogue partnership, a road map for economic cooperation has been agreed upon and implemented. Over the past two decades, economic cooperation between Russia and Southeast Asia has lagged behind political cooperation. The writer argues efforts to
strengthen closer trade and economic cooperation are needed to overcome existing barriers. This paper attempts to elaborate Indonesia-Russia trade relations in searching for a new strategic partnership. It is further argued that Russia is important to Indonesia and vice versa considering both countries are promising and reliable partner in economy and defense cooperation.
Penulis: Aulia Fitri, S.IP., M.Si. (Han)
Abstrak:
Pemerintah Indonesia mengesahkan penambahan Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme yang salah satu pasalnya mengatur mengenai pelibatan TNI melalui tugas perbantuan dalam penanganan terorisme. Lebih jauh, pengaturan mengenai teknis pelibatan TNI melalui tugas
perbantuan akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang akan diterbitkan maksimal satu tahun setelah pengesahan penambahan Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme. Pelibatan TNI dalam penanganan terorisme telah memicu kekhawatiran publik akan kemungkinan terjadinya pergeseran mekanisme penanganan terorisme di Indonesia dari criminal justice model yang mengedepankan penegakan hukum, ke war model yang mengedepankan pengerahan kapasitas
militer. Walaupun pada prakteknya, pelibatan TNI dimungkinkan melalui Operasi Militer Selain Perang. Namun, Indonesia belum memiliki pengaturan teknis mengenai mekanisme tugas perbantuan militer. Tulisan ini membahas mengenai skema pelibatan TNI dalam penanganan terorisme dalam kerangka OMSP dengan pendekatan criminal justice model, termasuk hal-hal
apa saja yang penting untuk diatur dalam Perpres mengenai perbantuan TNI dalam penanganan terorisme.
Penulis: Muhammad Aris Nurcholis
Abstrak:
Dalam rangka melaksanakan amanat reformasi birokrasi khususnya program penguatan akuntabilitas serta dalam rangka meningkatkan kinerja, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan kebijakan untuk mengimplementasikan manajemen kinerja dengan pendekatan balanced scorecard dalam proses penyusunan rencana strategis sejak tahun 2013. Penelitian bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menentukan implementasi strategi dan mengevaluasi implementasi strategi balanced scorecard ditinjau dari prinsip-prinsip strategy-focused organization, serta melakukan analisis apakah balanced scorecard telah dipahami dan digunakan dengan baik oleh para pimpinan dan seluruh pegawai untuk pencapaian strategi organisasi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sequential explanatory research. Data diambil dari 231 responden pegawai dan dilanjutkan dengan wawancara mendalam terhadap sembilan responden terpilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan implementasi strategi di Kementerian Kelautan dan Perikanan ditentukan oleh faktor-faktor kualitas tahapan strategi dan faktor-faktor pendukung implementasi strategi. Di antara faktor-faktor kualitas tahapan strategi, kejelasan indikator kinerja berbasis posisi mempunyai nilai yang paling tinggi dan yang paling rendah nilainya adalah kejelasan penilaian kinerja. Untuk faktor pendukung yang paling menentukan adalah program manajemen perubahan, sedangkan faktor pendukung yang masih kurang dan harus diperbaiki adalah dukungan anggaran dan peran unit manajemen strategi. Penelitian juga menyimpulkan bahwa ditinjau dari lima prinsip strategy-focused organization, level implementasi balanced scorecard untuk pencapaian strategi oleh para pimpinan sudah baik. Namun pemahaman pegawai secara keseluruhan terhadap balanced scorecard masih belum baik.
Penulis: Lesmana Rian Andhika
Abstrak:
Konsep tata kelola pemerintahan dari good governance, sound governance, dynamic governance, dan open government merupakan sebuah konsep rujukan yang dianggap dapat mengelola aktivitas pemerintahan dengan baik. Konsep tata kelola pemerintah apa pun yang diadopsi menyiratkan untuk menolak berbagai bentuk aktivitas pemerintah yang didasari dari kegiatan otoritarian, korupsi, kolusi, dan nepotisme yang akan membuka peluang tindakan-tindakan jahat lainnya dalam melaksanakan aktivitas pemerintah. Tujuan penelitian ini berusaha memberikan kontribusi pengetahuan dengan mengeksplorasi konseptual teoritis dan membandingkan di antara konsep tersebut dari literatur ilmiah yang relevan, berbagai argumentasi mengungkapkan belum tentu konsep tata kelola pemerintah yang diadopsi bisa dan sukses dilaksanakan pada tempat yang berlainan. Artikel penelitian ini merupakan synthesis of qualitative research, dengan menggunakan metode meta-theory (the analysis of theory). Penelitian ini berusaha untuk mengidentifikasi beberapa bukti tertulis yang ada mengenai tema penelitian. Hasil penelitian mengungkapkan, tata kelola pemerintah diadopsi karena kebutuhan untuk merespon berbagai masalah aktivitas pemerintah. Berbagai model tata kelola pemerintah itu muncul akibat adanya pemikiran baru untuk mengisi kekurangan dari konsep yang telah ada sebelumnya dengan pendekatan dan fokus yang berbeda. Hasil lain juga mengungkapkan bahwa konsep tata kelola pemerintah memiliki intisari dan merujuk kepada inovasi pemerintah sebagai upaya untuk mengelola aktivitas pemerintah, dan berkontribusi menghadirkan pelayanan publik yang baik. Konsep tata kelola pemerintah akan tidak bermakna apabila dijalankan oleh orang-orang dengan kualitas sumber daya manusia rendah, tidak cerdas, dan tidak responsif.
Penulis: Joko Tri Haryanto
Abstrak:
Pemetaan kemampuan keuangan daerah sangat penting untuk melihat tingkat kemandirian daerah dalam menjalankan kewenangannya. Dalam beberapa kasus, rendahnya kemandirian daerah, selain disebabkan oleh lemahnya penerimaan PAD juga disebabkan oleh beban pengelolaan belanja APBD yang besar. Di sisi lain, kondisi daerah di Indonesia sangat bervariasi. Beberapa daerah merupakan penghasil SDA dan beberapa lainnya tergolong non-SDA, namun memiliki basis pajak yang besar. Sementara sebagian besar daerah lainnya justru tidak memiliki kekayaan apapun. Dengan kondisi yang sangat bervariasi tersebut, tentu dibutuhkan sebuah analisis yang komprehensif dalam pengambilan kebijakan secara nasional dengan tetap memerhatikan karakteristik masing-masing daerah. Sayangnya, penelitian dengan mendasarkan karakteristik daerah tersebut belum banyak dilakukan. Untuk itulah di tahap awal, kajian ini memfokuskan analisis pada perbandingan daerah penghasil SDA dan non-SDA. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuadran dengan pendekatan analisis share dan growth dari masing-masing daerah. Dari hasil analisis share, disimpulkan bahwa daerah penghasil SDA memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan daerah non-SDA. Sebaliknya dari analisis growth, daerah non-SDA memiliki nilai lebih besar dibandingkan daerah penghasil SDA. Dari analisis metode kuadran, hanya Kabupaten Badung yang masuk di kuadran I. Seluruh daerah non-SDA masuk di kuadran II, sementara keseluruhan daerah penghasil SDA masuk di kuadran III minus Kabupaten Indragiri Hilir. Di dalam kuadran IV, dari seluruh lokus penelitian hanya ada Kabupaten Indragiri Hilir. Berdasarkan hasil tersebut, pemerintah wajib memfokuskan kebijakan transfer ke daerah kepada daerah-daerah yang berada kuadran IV sehingga ke depannya mereka dapat melakukan berbagai perbaikan menuju kondisi yang lebih baik.
Penulis: Sri Nurhayati Qodriyatun, S.Sos., M.Si.
Abstrak:
Kebijakan restorasi gambut diluncurkan pemerintah untuk mengurangi dampak negatif kebakaran hutan dan lahan
di lahan gambut. Provinsi Riau dan Sumatera Selatan adalah dua provinsi yang menjadi prioritas lokasi pelaksanaan
kebijakan restorasi gambut di tahun 2016. Permasalahannya adalah bagaimana kesiapan kedua provinsi tersebut
dalam pelaksanaan kebijakan tersebut? Melalui penelitian kualitatif yang dilakukan pada tahun 2016, hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemerintah daerah Provinsi Sumatera Selatan lebih siap melaksanakan kebijakan
restorasi gambut, terlihat dari program yang dilaksanakan, sumber daya yang disiapkan, dan komitmen kepala
daerah dalam pelaksanaan kebijakan. Namun pelaksanaan kebijakan terkendala oleh tidak adanya regulasi untuk
mendukung pelaksanaan kebijakan di daerah. Untuk itu, ke depan perlu ada: (1) koordinasi antara pemerintah
pusat dengan daerah dalam setiap rencana kegiatan; (2) regulasi yang mendukung pemanfaatan dana donor untuk
pelaksanaan restorasi gambut di daerah; (3) pemetaan sosial dan pemetaan ekonomi dalam pemetaan KHG; (4)
evaluasi moratorium izin di lahan gambut; dan (5) peningkatan penegakan hukum.
Kata kunci: kebakaran hutan dan lahan, kebijakan restorasi gambut, Riau, Sumatera Selatan
Penulis: Dr. Rohani Budi Prihatin, S.Ag., M.Si.
Abstrak:
This study analyzes urban poor fishing families’ livelihoods in Teluk Penyu Cilacap and Kedonganan Bali as a
group of fishing families underwent rapid changes of urban growth, which ultimately succeeded in changing their
livelihoods strategy. By conducting in-depth interviews and field observations, this research seeks to capture their
livelihoods strategies in the face of natural and structural limitations of the fishing families’ world. The result
indicates that people in both areas have adaptation strategies for their livelihoods, such as establishing good
relationships with those who control the resources i.e. owners of motorboats or early stage capital providers,
involving family members in their livelihoods, and saving expenses especially during the period of famine. In
addition, as the poverty of fishing families is multidimensional in nature, the key is not to have a makeshift way but
to bring a holistic and comprehensive approach to the problems.
Keywords: livelihood, urban poor fishing family, adaptation strategy
Penulis: Elga Andina, S.Psi., M.Psi.
Abstrak:
Membaca adalah kegiatan yang membantu mengembangkan pemikiran mahasiswa sehingga mendukung performa
dan pencapaian akademik. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana peran dosen dalam membentuk perilaku
membaca mahasiswa di era digital. Dengan mewawancarai 26 dosen, 38 mahasiswa, 2 pimpinan perpustakaan
kampus, dan 1 pejabat dinas pendidikan provinsi, peneliti menemukan bahwa perilaku membaca mahasiswa tidak
tumbuh karena kurangnya pembinaan di jenjang pendidikan sebelumnya. Interaksi dengan teknologi informasi dan
telekomunikasi di era digital semakin menjauhkan mahasiswa dari perilaku membaca yang diharapkan. Intervensi
dari dosen menjadi penting dalam mengondisikan perilaku membaca, yaitu dengan penugasan mencatat dan
penugasan membaca. Selain itu, perguruan tinggi perlu mempersiapkan sarana dan prasarana yang mendukung
tumbuhnya perilaku membaca mahasiswa.
Kata kunci: perilaku membaca, mahasiswa, dosen, pengondisian
Penulis: Mohammad Jehansyah Siregar PhD
Abstrak:
Faktor psikologi perkembangan keluarga dalam penyediaan perumahan di perkotaan yang didasarkan pada
hubungan alami antara manusia dan huniannya masih belum cukup diperhatikan. Makalah ini memaparkan
sebuah hasil kajian kebutuhan perumahan (housing need) yang sangat penting untuk kehidupan keluarga muda di
perkotaan. Kajian ini menghasilkan model arsitektur perumahan berdasarkan metodologi perancangan arsitektur.
Ciri-ciri kehidupan dalam tahap-tahap siklus perkembangan keluarga menjadi sumber inspirasi untuk merumuskan
prinsip-prinsip perancangan perumahan untuk keluarga muda perkotaan. Model perumahan untuk keluarga muda
perkotaan yang dihasilkan dari kajian ini memberikan gambaran perumahan sebagai tempat tinggal yang terpisah,
dalam bentuk rumah sewa perkotaan. Model perumahan ini berbentuk unit-unit hunian yang kecil, kompak dan
fleksibel, di lingkungan yang aman dari bahaya dan dilengkapi dengan fasilitas yang memperhatikan kebutuhan
hunian pasangan muda, serta menjadi wadah yang optimal untuk interaksi ibu dan anak. Sebagai sebuah model
umum untuk perancangan perumahan perkotaan, hasil penelitian arsitektur ini dapat dilanjutkan untuk membuat
prototipe dasar perancangan perumahan keluarga muda di kawasan perkotaan di Indonesia.
Kata kunci: keluarga muda, perkotaan, model perumahan.
Penulis: Denico Doly, S.H., M.Kn.
Abstrak:
Penguasaan negara terhadap tanah merupakan amanat yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945). Negara diamanatkan untuk melakukan pengelolaan dan pemanfaatan tanah yang didasari oleh semangat mensejahterakan masyarakat. Pembaruan agraria di bidang pertanahan merupakan salah satu bentuk perombakan atau penataan ulang terhadap pengelolaan dan pemanfaatan tanah. Penguasaan negara terhadap tanah dapat berupa pengaturan, pengelolaan, kebijakan, pengurusan, dan pengawasan. Bentuk penguasaan negara terhadap tanah ini perlu diatur secara khusus dalam sebuah undang-undang yang mengatur tentang pertanahan. Salah satu bentuk penguasaan negara yaitu dengan melakukan redistribusi tanah. Redistribusi tanah untuk rakyat dilakukan dengan mengidentifikasi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) untuk kemudian dikelola sebagai bagian dari Reforma Agraria. Selain itu, dalam rangka mendukung program redistribusi tanah, pemerintah dapat melakukan moratorium penggunaan tanah untuk pembangunan yang berorientasi pada bisnis, membatasi kepemilikan dan penguasaan tanah, pengendalian harga tanah, dan mencabut hak atas tanah yang tidak dimanfaatkan.
Penulis: Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.
Abstrak:
In 2017, Constitutional Court has received three calls for judicial reviews regarding treachery (makar) article in the Criminal Code. These articles deemed to be contradicting with the principle of legal certainty and freedom of expression. This study analyzes the important issue that is being debate in those judicial reviews. One of those is about the argument which says that the absence of the definition of treachery in the Criminal Code has caused a violation of legal certainty. Besides, the rule of treachery in the Criminal Code has also considered to have caused a violation of freedom of expression which has been guaranteed by Constitution. Analysis shows that the absence of treachery definition in the Criminal Code is not something that instantly becomes a problem in its application that causing the loss of legal certainty. Law enforcer, especially judge, in enforcing the rule of law must always use the method of law interpretation which appropriate with legal norm. With systematic interpretation, treachery can be interpreted according to the sentence of the rule as a unity of the legal system. In this case, the term treachery as regulated in Article 87 of the Criminal Code can be systematically interpreted as the basis for Article 104-Article 108 of the Criminal Code, Article 130 of the Criminal Code, and Article 140 of the Criminal Code which regulates various types of treason and their respective legal sanctions for the perpetrators. Further, on the argument that the articles of treachery in the Criminal Code also can not necessarily be said to limit the freedom of expression, because every citizen’s freedom has limitation, including the limitation of law and human rights.
Penulis: Luthvi Febryka Nola, S.H., M.Kn.
Abstrak:
Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan salah satu mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat dipilih oleh para pihak dengan tujuan menyelesaikan masalah secara singkat murah dan transparan. Mekanisme kepailitan diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan). Namun dalam praktiknya UU Kepailitan memiliki banyak permasalahan terutama berkaitan dengan perlindungan konsumen. Tulisan ini akan membahas pengaturan kedudukan konsumen terkait kepailitan dan implementasinya. Penulis menemukan bahwa yang mengatur kedudukan konsumen dalam kepailitan tidak hanya UU Kepailitan akan tetapi juga KUHPerdata, UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, dan UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Pengaturan tersebut memiliki beberapa permasalah yaitu adanya ketidakjelasan dan ketidaksingkronan pengaturan serta pelanggaran asas peraturan perundang-undangan. Akibatnya dalam pelaksanaanya kedudukan konsumen menjadi sangat lemah. Konsumen kerap dikategorikan sebagai kreditor konkuren yang akan menerima ganti kerugian setelah kreditor separatis dan preferen. Sebaliknya, kedudukan kurator, pengurus, hakim pengawas sangat kuat sehingga memungkinkan terjadi penyimpangan seperti praktik mafia kepailitan yang merugikan konsumen. Berkaitan dengan budaya hukum, penegak hukum telah mengakui kedudukan konsumen sebagai kreditor dalam kepailitan hanya saja putusan hakim belum berpihak terhadap konsumen. Hal ini membuat masyarakat lebih memilih menyelesaikan sengketa melalui cara di luar kepailitan. Oleh sebab itu UU Kepailitan perlu mengatur kedudukan konsumen secara jelas; aturan tentang pengawasan juga perlu diperketat; dan sanksi yang tegas terhadap penegak hukum yang melanggar juga perlu diatur. Sedangkan UU lain perlu menyesuaikan aturan dengan UU Kepailitan supaya dapat dilaksanakan.
Penulis: Adi Haryono
Abstrak:
Berbagai skema PMA industri pertahanan di berbagai negara mengalami tahapan reformasi demi tercapainya revitalisasi industri dalam negeri maupun terciptanya industri yang berkesinambungan. Reformasi yang dilakukan meliputi peraturan penanaman modal dan tata kelola industri. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif tentang bidang usaha yang terbuka dan tertutup bagi PMA di industri pertahanan, dan bagaimana pemerintah membentuk Joint Venture (JV) yang berkesinambungan. Pemerintah telah mengatur tingkat partisipasi PMA di
industri pertahanan berdasarkan tingkat nilai strategis suatu klaster industri pertahanan, melalui derajat pengendalian pihak asing di suatu perseroan pertahanan, dari sektor tertutup atau 0%, bersyarat di bawah BUMN hingga 49%, dan sektor terbuka hingga 100%. UU No. 16 Tahun
2012 tentang Industri Pertahanan mengatur bahwa Industri Alat Utama merupakan Industri yang tertutup bagi partisipasi asing, sementara UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur bahwa industri senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang tertutup bagi asing,
sehingga harmonisasi peraturan diperlukan. Untuk membentuk JV yang berkesinambungan, perencanaan Pemerintah dan pengendalian JV memegang peranan penting. Penentuan sektor industri pertahanan yang berdaya saing dan ekonomis dilakukan oleh Komite Kebijakan Industri
Pertahanan (KKIP), termasuk penentuan BUMN dan Mitra PMA yang akan menjalankan organ perseroan JV. Pengendalian JV yang 51% sahamnya dimiliki oleh BUMN, akan dilakukan sesuai UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Penulis: Novianti, S.H., M.H.
Abstrak:
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan munculnya invensi-invensi baru, menyebabkan batasan ruang dan waktu semakin menipis. Dalam kaitannya dengan IPR, perkembangan tersebut menjadi tantangan untuk mewujudkan perlindungan HKI khususnya paten, baik dalam konteks nasional maupun internasional. Akan tetapi, persoalannya selama ini, sangat sulit melakukan penyeragaman pengaturan perlindungan paten antara satu negara dan negara-negara lainnya. Tiap-tiap negara menerapkan aturan pengelolaan dan pelindungan patennya sendiri dengan alasan bahwa paten merupakan suatu hak eksklusif yang diberikan oleh suatu negara dan karenanya segala hal yang terkait dengan pengelolaannya tidak bisa tidak menyentuh masalah kedaulatan suatu negara. Perkembangan global, terutama perkembangan iptek, memudahkan penyeragaman pengaturan paten secara internasional sekaligus memberikan pelindungan hukum terhadapnya. Hal itu tampak pada tersedianya suatu sistem yang terintegrasi, yang dapat diberlakukan secara seragam di semua negara yang meratifikasinya, yaitu Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulations Under the PCT. Masalah yang menjadi fokus tulisan ini adalah bagaimana pengaturan pelindungan paten melalui PCT dan bagaimana penerapan pelindungan paten melalui PCT. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaturan pelindungan paten melalui PCT terdapat dalam beberapa konvensi internasional, antara lain pengaturan Trip’s, PCT, dan WIPO. Dalam hukum nasional, PCT telah diratifikasi dengan Keppres No. 16 Tahun 1997 dan diatur dalam Pasal 33 UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten, yang menyatakan bahwa permohonan dapat diajukan berdasarkan Traktat Kerja Sama Paten. Dalam penerapannya, permohonan dan pelindungan paten melalui PCT belum menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan dan masih banyak ditemukan kendala.
Penulis: Prof. Lili Romli
Abstrak:
Pada era reformasi ini, partai politik mengalami konflik internal. Faktor yang menyebabkan konflik internal tersebut, antara lain, disebabkan oleh pilihan koalisi dan oposisi. Kecenderungan yang muncul, partai-partai politik terlibat dalam konflik internal, sebagian memunculkan perpecahan yang berujung pada lahirnya partai-partai baru dan sebagian lagi melahirkan kepengurusan ganda. Kerap munculnya konflik internal partai-partai politik tersebut memperlihatkan betapa lemahnya kohesivitas di tubuh partai-partai politik. Konflik internal pada partai-partai politik juga menandakan betapa minimnya pelembagaan di tubuh partai dalam mengatasi konflik untuk menuju konsensus. Kecenderungan konflik internal bukan disebabkan perbedaan visi-misi, platform dan ideologi partai, tetapi cenderung disebabkan oleh pragmatisme atas pilihan koalisi partai politik dalam mendukung calon presiden dan wakil presiden dan/atau pemerintahan serta kepentingan kekuasaan.
Kata kunci: partai politik, faksionalisme, konflik internal partai, koalisi politik, pemilihan presiden
Penulis: Regina Anjani Karissaputri
Abstrak:
Transparansi, saat ini, dipercaya dan berkembang sebagai suatu best practice untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Termasuk transparansi bagi industri ekstraktif, khususnya minyak, gas, dan tambang yang diterima sebagai solusi paling efektif untuk ‘menyelamatkan’ negara-negara berkembang dari buruknya tata kelola mereka (resource curse). Meskipun begitu, diterimanya transparansi industri ekstraktif sebagai solusi menjalankan pemerintahan yang baik tidak terjadi begitu saja. Terciptanya pandangan umum bahwa transparansi industri ekstraktif merupakan prasyarat pemerintahan yang baik telah melalui proses politik yang dapat ditelusuri. Tulisan ini mencoba melihat dari sudut pandang kritis penyebaran gagasan transparansi industri ekstraktif hingga adopsi dan implementasinya di Indonesia. Penulis menggunakan perspektif Gramscian untuk melihat proses politik berupa hegemoni intelektual dalam penyebaran gagasan transparansi industri ekstraktif. Penulis memfokuskan analisis pada lima fitur hegemoni intelektual Robert Cox, kemudian melihat proses pembentukan blok historis serta penyebaran gagasan oleh blok historis. Tulisan ini akan memperlihatkan proses perkembangan gagasan transparansi industri ekstraktif serta peran berbagai aktor didalamnya hingga mencapai adopsi dan implementasi di Indonesia.
Kata kunci: EITI, extractive industries transparency initiative, good governance, transparansi, transparansi industri ekstraktif, gramsci, hegemoni
Penulis: Rahmah Daniah
Abstrak:
Penelitian ini menganalisa kebijakan nasional anti perdagangan manusia dalam migrasi internasional khususnya dalam mengawal tenaga kerja perempuan Indonesia yang sering menjadi korban, melalui analisis komprehensif terhadap faktor eksternal dari komitmen internasional dan regional tentang penanganan perdagangan manusia, serta faktor internal dari komitmen nasional yang tertuang dalam UU PTPPO, yang dikaitkan dengan konsepsi implementasi kebijakan publik beserta berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya. Melalui jenis penelitian eksplanatif, tulisan ini menerangkan hubungan-hubungan kausal antar fenomena yang terjadi pada input, konversi dan output dari kebijakan anti perdagangan manusia di Indonesia secara kualitatif. Dengan mempergunakan data primer dari substansi UU PTPPO dan data sekunder dari berbagai buku, jurnal dan laporan, tulisan ini mengelaborasi empat hal. Pertama, upaya pemerintah dalam mengubah pola pikir keberadaan tenaga kerja perempuan sebagai pembantu rumah tangga, pelayan dan penghibur karena tidak memiliki keahlian; Kedua, lemahnya komitmen organisasi internasional dikarenakan belum jelasnya penghargaan dan sanksi bagi negara anggota serta tertutupnya informasi negara anggota terkait masalah kedaulatan; Ketiga, lemahnya komitmen organisasi regional melalui Deklarasi ASEAN yang dikarenakan rendahnya kesadaran negara dalam memandang pentingnya pengelolaan bersama jalur perbatasan negara anggota serta lemahnya konsolidasi negara yang berbatasan dari institusi maupun masyarakat di wilayah perbatasannya; keempat, penerapan kebijakan anti perdagangan manusia yang tertuang pada UU PTPPO masih berhadapan dengan sejumlah hambatan dari aspek sumberdaya, komunikasi, disposisi dan lingkungan dimana kebijakan tersebut diimplementasikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bagaimanapun keberhasilan peran pemerintah dalam melakukan pemberantasan perdagangan manusia tergantung dari kemampuan masyarakatnya, sebab perdagangan manusia pada dasarnya dipengaruhi oleh adanya pola bias gender yang tidak lepas dari dimensi lain yang terkait dengan usia, ketidakberdayaan ekonomi, sosial, budaya dan politik yang berkaitan dengan proses industrialisasi serta globalisasi. Pada sisi lain, peran pemerintah melalui aparat penegak hukum dan berbagai pejabat publik yang terkait, membutuhkan koordinasi yang lebih baik, tegas dan bersih dalam penindakan, pencegahan dan perlindungan korban perdagangan manusia.
Kata kunci: migrasi internasional, perdagangan manusia, tenaga kerja perempuan, UU PTPPO.
Penulis: Lintang Suproboningrum
Abstrak:
Tulisan ini menganalisis kerja sama keamanan Indonesia-Malaysia-Singapura sebagai negara pantai dalam mengamankan Selat Malaka dari ancaman keamanan non-tradisional. Sebagian besar kajian terdahulu mengenai topik ini telah menjelaskan pentingnya kerja sama keamanan maritim, mekanisme kerja sama dan keterlibatan aktor eksternal dalam pengamanan Selat Malaka. Namun, kajian-kajian tersebut belum menjelaskan mengapa kerja sama keamanan di Selat Malaka tersebut dapat berjalan baik. Dengan menggunakan konsep diplomasi maritim, tulisan ini menjelaskan rezim, diplomasi kooperatif dan diplomasi koersif sebagai faktor-faktor yang menjadi latar belakang keberhasilan patroli terkoordinasi ketiga negara pantai di Selat Malaka. Temuan tulisan ini menunjukkan bahwa diplomasi maritim yang dilakukan Indonesia-Malaysia-Singapura telah mendukung dan memfasilitasi keberhasilan patroli terkoordinasi di Selat Malaka.
Kata kunci: Selat Malaka, diplomasi maritim, patrol terkoordinasi, keamanan non-tradisional
Penulis: Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.
Abstrak:
Persaingan yang cukup ketat di bidang perbankan di era global menghendaki adanya bentuk badan hukum yang sesuai untuk dapat menjalankan kegiatan usaha perbankan. Sehubungan dengan hal ini, bentuk badan hukum koperasi diragukan keandalannya untuk dapat menjalankan kegiatan usaha perbankan, seperti halnya perseroan terbatas (PT) sehingga muncul wacana untuk menutup peluang koperasi melakukan kegiatan usaha perbankan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perbankan. Melalui penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris dengan menggunakan data primer dan sekunder yang disajikan secara kualitatif dan dianalisis secara deskriptif dan preskriptif diperoleh hasil bentuk badan hukum koperasi perlu tetap dipertahankan dalam RUU Perbankan. Tidak diberinya peluang koperasi untuk menjalankan kegiatan usaha perbankan merupakan pelanggaran terhadap Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga dapat diajukan judicial review. Tidak berkembangnya koperasi di bidang perbankan tidak berarti harus menghilangkan koperasi dalam RUU Perbankan melainkan harus diupayakan agar koperasi dapat berkembang dengan baik. Tidak berkembangnya koperasi di bidang perbankan tersebut disebabkan adanya permasalahan hukum yang dihadapi bank koperasi, di antaranya adanya dualisme pengaturan antara bidang perbankan dan koperasi. Permasalahan lainnya, koperasi diperlakukan seperti PT sehingga terjadi pelanggaran terhadap aturan dan prinsip-prinsip perkoperasian. Selain itu, juga tidak ada aturan area usaha bank sehingga bank koperasi yang modalnya kecil harus bersaing dengan bank-bank besar. Solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut adalah dengan melakukan terobosan hukum untuk merancang ulang peraturan perundang-undangan di bidang perkoperasian untuk dapat memisahkan bentuk badan hukum koperasi dan bidang usaha koperasi agar koperasi dapat berkembang dengan baik. Solusi lainnya perlu dibentuk undang-undang perbankan perkoperasian yang mengatur koperasi dalam menjalankan kegiatan usaha perbankan. Selain itu juga perlu ada aturan area usaha bank agar persaingan antar-bank dapat dilakukan secara sehat.
Penulis: Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H.
Abstrak:
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada dasarnya mempunyai nilai ekonomis. Dengan adanya perkembangan masyarakat global, HKI dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit perbankan secara internasional. Pengaturan materi baru terkait HKI sebagai objek jaminan kredit sebagaimana telah diatur di dalam Pasal 16 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Pasal 108 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten secara tidak langsung menjadi landasan motivasi bagi para kreator, pencipta, inventor untuk lebih produktif dalam menciptakan karya-karya baru. Ini berarti juga menjadi dasar adanya pengakuan dan pelindungan bahwa negara menghargai karya mereka. Meskipun sudah dinyatakan tegas dalam peraturan perundang-undangan namun pemberlakuan tersebut masih mengalami kendala. Jangka waktu pelindungan HKI yang terbatas, belum adanya konsep yang jelas terkait due diligence, penilaian aset HKI, dan lembaga appraisal HKI di Indonesia, serta belum adanya dukungan yuridis baik dalam bentuk peraturan terkait aset HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan maupun revisi mengenai Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/6/PBI/2007 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum terkait agunan kredit menjadi salah satu faktor utama mengapa pihak bank belum dapat menerima HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan. Untuk mewujudkan konsep pembaharuan tersebut, diperlukan dukungan yuridis yang tegas dan detail terkait aset HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan, sosialisasi secara menyeluruh, serta adanya lembaga appraisal HKI di Indonesia.
Penulis: Monika Suhayati, S.H., M.H.
Abstrak:
Penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dan perizinannya di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta peraturan pelaksanaannya. Perizinan penggunaan TKA merupakan salah satu perizinan yang dilakukan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Perizinan tersebut dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap proses Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan proses Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Tulisan ini hendak mempelajari urgensi perizinan TKA di PTSP, pengaturan perizinan TKA melalui PTSP, dan efektivitas pelaksanaan perizinan TKA melalui PTSP di daerah. Permasalahan dianalisa menggunakan asas legalitas, delegasi kewenangan, dan efektivitas penegakan hukum. Sebagai hasil dari kajian ini, urgensi perizinan TKA dilakukan di PTSP agar terciptanya penyederhanaan dan percepatan penyelesaian perizinan TKA yang akan meningkatkan investasi. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, penyelenggaraan PTSP oleh pemerintah daerah dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Provinsi atau Kabupaten/Kota berdasarkan pendelegasian wewenang dari gubernur atau bupati/walikota kepada Kepala BPMPTSP Provinsi atau Kabupaten/Kota. Dalam pelaksanaannya di beberapa daerah, terjadi permasalahan antara lain pengurusan penerbitan perpanjangan IMTA yang belum dilimpahkan ke PTSP Provinsi atau Kabupaten/Kota, belum semua Dinas Tenaga Kerja Provinsi atau Kabupaten/Kota menugaskan tenaga fungsional di PTSP Provinsi atau Kabupaten/Kota dengan mekanisme Bawah Kendali Operasi. Sebagai kesimpulan, perlu dilakukan revisi pengaturan kewenangan penerbitan IMTA perpanjangan di tingkat provinsi atau kabupaten/kota, pembenahan koordinasi antarsektor terkait, peningkatan sosialisasi SPIPISE kepada masyarakat, penganggaran perbaikan sarana dan prasarana perizinan TKA di PTSP Provinsi atau Kabupaten/Kota, pembenahan dan peningkatan kinerja aparat penanaman modal.
Penulis: Inna Junaenah S.H., M.H.
Abstrak:
Peraturan perundang-undangan memberikan fungsi pembentukan peraturan daerah, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran, kepada DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Ketiga fungsi tersebut memunculkan hak-hak secara kelembagaan maupun secara individu. Namun masih terjadi kesenjangan, yaitu ketiga fungsi secara kolektif dan kolegial tersebut belum diperkuat dengan ketentuan kewajiban yang tepat. Unsur kewajiban hanya dilekatkan kepada individu anggota, karena yang merepresentasikan rakyat pemilih adalah individu dan bukan kolektif. Meskipun demikian, ketentuan yang ada tidak dapat menjadikan anggota DPRD untuk meningkatkan kompetensinya supaya dapat memperkuat ketiga fungsi tersebut. Penelitian ini ingin mencari bagaimana rumusan model akuntabilitas anggota DPRD secara individu. Untuk memperoleh konsep tersebut, dilakukan perbandingan hukum mengenai praktik yang diterapkan di berbagai tempat sebagai cara memastikan fungsi-fungsi semacam city council terlaksana. Penelitian ini juga ingin menunjukkan bahwa upaya-upaya tersebut dapat diidentifikasi sebagai model akuntabilitas terhadap para councilor. Oleh karena itu, tujuan yang dikehendaki dari penelitian ini adalah terbangun konsep akuntabilitas anggota DPRD di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan pendekatan komparatif di Liverpool, Vancouver, dan Shah Alam. Adapun rekomendasi dalam penelitian ini berupa bahan perumusan ketentuan dalam suatu perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah.
Penulis: Muhammad Siddiq Armia Ph.D
Abstrak:
In the context of reviewing law through judiciary organ, the court plays significant role to review several regulation. This article specifically will discuss regarding the role of court on judicial review. This idea spreads out worldwide including in Indonesia. The Constitutional court and judicial review are two words which having inextricably meaning that attached to each other. On worldwide, the system of reviewing law by involving judges commonly has been practiced by several countries. There are two most significant state organs that plays role in the system, they are constitutional court and supreme court. Most countries do not have constitutional court and will deliver the authority of judicial review through supreme court. It has added more tasks, not only to adjudicate the common case, but also regarding constitutionality matter of an act against constitution. This model is commonly known as a centralized model, as practiced in the United State of America. In the Countries that owned a constitutional court, will certainly deliver the authority of judicial review through constitutional court. This model is commonly known as Kelsenian’s model. In this model, the constitutional court will merely focus on the constitutionality of regulations, and ensuring those regulations not in contradicting with the constitution. The Supreme Court in this model merely focus on handling common cases instead of regulations. Those two model of judicial review (through the constitutional court and the supreme court) has widely been implemented in the world legal systems, including in Indonesia. In the authoritarian regime, Indonesia implemented the centralized model, which positioned the Supreme Court as the single state organ to handle the common case and also judicial review. Having difficulties with the centralized model, after the constitution amendment in 2003, Indonesia has officially formed the constitutional court as the guardian of constitution. However, the Indonesian Constitutional Court (ICC) merely examine and/or review the statute that against the Indonesian’s Constitution year 1945, and related to the legislations products lower than the statute will remains the portion of the Supreme Court jurisdiction. Such modification is vulnerable resulting a judgement conflict between the ICC and the Supreme Court.
Penulis: Usman Pakaya S.S., M.A.
Abstrak:
Penelitian ini tentang penggunaan bahasa hukum dan aspek-aspek pembangun bahasa dalam teks hukum putusan perkara pidana. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teori pendukung di dalam menguraikan dan menganalisis persoalan putusan perkara pidana, di antaranya adalah bahasa hukum, struktur wacana, tindak tutur, pengistilahan, variasi bahasa, koherensi dan kohesi, serta karakteristik bahasa hukum. Sementara metodologi penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, metode ini digunakan untuk menemukan kebenaran ilmiah dari sebuah objek penelitian secara mendalam. Untuk sumber data penelitian, peneliti memperolehnya dari putusan perkara pidana PN Kota Gorontalo (kelas IB), PN Kabupaten Boalemo (kelas IIA), dan PN Kabupaten Pohuwato (kelas IIA). Pemilihan wilayah kota dan kabupaten dipertimbangkan untuk melihat keterwakilan sumber data berdasarkan pembagian kelas pada Pengadilan Negeri. Lebih lanjut penelitian ini bertujuan mengelaborasi bahasa hukum, struktur, tindak tutur, pengistilahan, gaya bahasa, serta koherensi dan kohesi putusan perkara pidana. Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa surat putusan perkara pidana dibangun dari beberapa unsur pembangun bahasa, yaitu struktur wacana, tindak tutur, pengistilahan, variasi bahasa, koherensi dan kohesi, serta karakteristik khas.
Penulis: Wisnu Winardi
Abstrak:
Dalam beberapa tahun ini ekonomi Indonesia tumbuh baik dengan diikuti tren penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Namun demikian, capaian tersebut menjadi kurang maksimal karena belum disertai dengan peningkatan kualitas distribusi pendapatan. Sebagai negara besar dengan penduduk yang heterogen dan menganut nilai sosial, budaya dan agama yang kuat, Indonesia memiliki modal potensial yang dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi tersebut. Salah satu modal tersebut di antaranya adalah transfer antar rumah tangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak peningkatan transfer antarrumah tangga sebagai refleksi dari peningkatan kepedulian sosial terhadap beberapa aspek ekonomi. Alat analisis yang digunakan adalah model computable general equilibrium, berdasarkan data sistem neraca sosial ekonomi Indonesia tahun 2008. Model yang digunakan termasuk dalam kelas neoklasik yang mengasumsikan analisis dampak bersifat jangka panjang. Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan transfer antar rumah tangga berdampak terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga,
peningkatan penerimaan pemerintah, penurunan tingkat harga komposit, dan peningkatan pemerataan distribusi pendapatan. Lebih lanjut, peningkatan transfer antar rumah tangga juga berpengaruh terhadap struktur ekonomi, terutama pada komponen konsumsi rumah tangga dan investasi. Kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap PDB menurut pengeluaran diperkirakan menjadi turun, sedangkan investasi meningkat. Temuan ini mengindikasikan bahwa peningkatan transfer antar rumah tangga memiliki manfaat yang luas, baik dari aspek sosial maupun ekonomi.
Penulis: Ajeng Tri Wardhani
Abstrak:
Dalam menyikapi kenaikan harga bahan pangan yang tidak stabil, terdapat perubahan pola perilaku petani di negara berkembang
untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangganya melalui swasembada pangan. Dalam hal ini, konsumsi bahan pangan di rumah
tangga perdesaan dapat berasal dari hasil produksinya sendiri. Untuk menjamin ketahanan pangan rumah tangganya, petani sengaja
mengalokasikan sebagian dari lahan yang dibudidayakan untuk menghasilkan tanaman pangan yang akan mereka konsumsi nantinya.
Penelitian ini berusaha mempelajari apakah mengonsumsi hasil produksi sendiri menjadi strategi rumah tangga perdesaan dalam
memenuhi kebutuhan pangan keluarganya, yaitu dengan menambahkan variabel konsumsi bahan pangan hasil produksi sendiri
ke dalam sistem permintaan Linearly Approximated Almost Ideal Demand System (LA/AIDS). Peneliti juga membagi rumah tangga
ke dalam tiga kelompok pendapatan yaitu rendah, menengah, dan tinggi untuk menangkap heterogenitas di tingkat rumah tangga
perdesaan. Dari data Susenas 2008 dan 2011, variabel konsumsi bahan pangan hasil produksi sendiri terbukti memengaruhi share
(proporsi) konsumsi rumah tangga di semua kelompok komoditas. Pada tahun 2011, semakin rendah pendapatan rumah tangga, maka
konsumsi dari hasil produksi sendiri untuk kelompok umbi-umbian dan buah-buahan menjadi semakin tinggi, sedangkan konsumsi
dari hasil produksi sendiri untuk kelompok padi-padian, telur dan susu, serta kelompok makanan lainnya menjadi semakin rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga perdesaan masih bergantung pada hasil produksi sendiri dalam memenuhi kebutuhan
konsumsi pangan keluarganya. Bila perilaku mengonsumsi hasil produksi sendiri dapat menjadi indikasi adanya ketidakpercayaan
petani terhadap pasar (kegagalan pasar/pasar persaingan tidak sempurna) untuk komoditas pangan tersebut, maka pemerintah
perlu memberi perhatian khusus agar pemenuhan gizi di perdesaan tidak terganggu.
Penulis: Lestari Agusalim
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah pajak ekspor dan peningkatan produktivitas komoditas pertanian utama dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, output agroindustri, penyerapan tenaga kerja, dan pendapatan rumah tangga. Model yang
digunakan dalam penelitian ini adalah model computable general equilibrium comparative static. Data yang digunakan adalah Tabel
Input-Output 2008 dan Tabel Sistem Necara Sosial Ekonomi 2008, serta data pendukung lainnya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kebijakan pajak ekspor berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama dalam jangka panjang. Tetapi, apabila
kebijakan ekspor tersebut disertai oleh peningkatan produktivitas pada sektor yang dikenai pajak, maka akan berdampak positif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Secara sektoral, kebijakan pajak ekspor mampu meningkatkan output domestik agroindustri dalam
jangka panjang, tetapi berdampak negatif dalam jangka pendek dengan atau tanpa disertai peningkatan produktivitas. Kebijakan
tersebut juga berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral, di mana secara umum terjadi penurunan permintaan tenaga
kerja dalam jangka pendek. Sementara itu, dalam jangka panjang terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sebagian besar
sektor ekonomi. Kebijakan pajak dalam jangka pendek akan menurunkan pendapatan riil pada seluruh kelompok rumah tangga,
terutama kelompok rumah tangga yang berpenghasilan tinggi. Ketika kebijakan tersebut disertai oleh peningkatan produktivitas
maka akan berdampak positif terhadap redistribusi pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga. Dalam jangka panjang, kebijakan
pajak ekspor mengakibatkan peningkatan pendapatan pada rumah tangga berpenghasilan tinggi, dan penurunan pendapatan pada
kelompok rumah tangga berpenghasilan rendah dengan atau tanpa peningkatan produktivitas.
Penulis: Lesmana Rian Andhika
Abstrak:
Barang publik tidak lagi didefinisikan secara teoritis, barang publik seharusnya bisa dinikmati oleh masyarakat secara gratis yang
disediakan oleh negara. Namun, secara praktis makna barang publik tersebut bergeser dari makna sesungguhnya, terutama terlihat
pada negara-negara berkembang yang mengandalkan sumber anggaran negara dari pajak. Pajak dipungut bukan saja dari sektorsektor
strategis, namun negara juga sudah memungut pajak dari penyediaan barang publik dengan alasan untuk meningkatkan
kualitas dan menjamin ketersediaan barang publik secara berkelanjutan. Penelitian ini ingin memberikan gambaran pengelolaan
barang publik bukan hanya disediakan oleh pemerintah tapi swasta juga bisa melakukan fungsinya untuk memproduksi barang publik.
Fenomena yang terjadi, barang publik telah diprivatisasi, permainan monopoli dan kartel bisa meningkatkan angka kemiskinan.
Sehingga untuk mendapatkan barang publik membutuhkan usaha agar dapat terpenuhinya kebutuhan dasar. Tujuan khusus
penelitian ini berfokus pada pengelolaan barang publik ditinjau dari aspek kebijakan publik yang berasal dari berbagai literatur ilmiah.
Metode dalam penelitian ini menggunakan systematic reviews technique, dilakukan secara deduktif atau theoretical & analytical
framework (meta-theory). Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pengelolaan barang publik tidak bisa sepenuhnya dinikmati
oleh masyarakat secara gratis dengan kebijakan pemerintah yang memperhatikan pola penyediaan, moral, dan lingkungan eksekusi
kebijakan. Kebijakan menjadi jawaban riil atas permasalahan dengan dukungan tata kelola pemerintahan yang baik.
Penulis: Anisya Nurjannah
Abstrak:
Studi ini bertujuan untuk menganalisis hubungan kausalitas antara inflasi dan ketidakpastian inflasi, serta pengaruh variabel moneter
yaitu (jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga) terhadap inflasi di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Penelitian ini
menggunakan tiga metode analisis, yaitu analisis time series, Uji kausalitas Granger, dan data panel. Analisis time series dilakukan
untuk mengestimasi ketidakpastian inflasi pada masing-masing negara, yaitu: Indonesia dengan metode ARMA(2,2), Filipina dengan
metode AR(1), Malaysia dengan metode AR(2)–EGARCH(1,2), dan Thailand dengan metode ARMA(1,(1)(3))-TARCH(2). Sementara
itu, analisis data panel digunakan untuk menganalisis pengaruh ketidakpastian inflasi dan variabel moneter terhadap inflasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada kasus Indonesia dan Thailand terdapat hubungan kausalitas satu arah antara inflasi dengan
ketidakpastian inflasi. Sementara itu, hasil uji kausalitas di Filipina dan Malaysia menunjukkan terdapat hubungan kausalitas dua
arah antara inflasi dan ketidakpastian inflasi. Estimasi data panel menunjukkan bahwa ketidakpastian inflasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap inflasi, jumlah uang beredar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi, sedangkan tingkat suku bunga
deposito berhubungan positif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi. Saran dalam penelitian ini, yaitu Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter diharapkan tetap fokus untuk mencapai tingkat inflasi rendah dan stabil untuk menekan ketidakpastian
inflasi. Selain itu, pemerintah pusat sebaiknya melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan jumlah uang kuasi dan mengurangi
jumlah uang kartal untuk menekan tingkat inflasi.
Penulis: Yulia Indahri, S.Pd., M.A.
Abstrak:
Salah satu permasalahan penting yang dihadapi Indonesia saat ini adalah pesatnya pertumbuhan dan konsentarasi
penduduk di perkotaan. Proyeksi BPS di tahun 2013 terhadap migrasi desa kota memperlihatkan bahwa di tahun
2025, migrasi desa kota, atau yang lebih sering disebut dengan urbanisasi, akan naik menjadi 60 persen, dari
sebelumnya 56,7 persen di tahun 2020. Kajian ini ingin menjawab pertanyaan mengenai perkembangan migrasi
penduduk di Kota Surabaya, dan apa saja permasalahan sosial yang muncul akibat migrasi penduduk di Kota
Surabaya. Dari pembahasan akan terlihat kebijakan migrasi seperti apa yang telah diterapkan di Kota Surabaya
dan dirasakan dapat membantu penanganan masalah migrasi desa kota di masa yang akan datang. Dari data yang
diperoleh dari Pemerintah Kota Surabaya di tahun 2016, dapat disimpulkan bahwa permasalahan urbanisasi di
Kota Surabaya, terutama permasalahan sosial, dapat ditanggulangi karena ada ketegasan kebijakan dari pimpinan
tertinggi di Kota Surabaya. Permasalahan yang masih ditemui adalah kurangnya sosialisasi, walaupun Pemerintah
Kota terus berupaya menyelesaikan masalah tersebut.
Kata kunci: migrasi, sosial, Surabaya.
Penulis: Rahmi Yuningsih, S.K.M., M.K.M.
Abstrak:
Obat dan makanan merupakan komponen penting dalam Sistem Kesehatan Nasional. Penggunaan obat dan
makanan perlu mempertimbangkan aspek keamanan, mutu, khasiat/manfaat dan gizi. Aspek biaya juga perlu
menjadi pertimbangan, dikarenakan obat menyumbang tingginya pengeluaran belanja kesehatan suatu negara.
Peredaran obat dan makanan harus diawasi secara ketat melalui upaya pengawasan pre-market dan post-market.
Namun demikian, masih banyak ditemukan kasus terkait peredaran dan penggunaan obat dan makanan ilegal
seperti kasus vaksin palsu yang sudah berlangsung sejak tahun 2003 dan berhasil diungkap pada tahun 2016. Oleh
karena itu, diperlukan upaya penguatan pengawasan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Data
dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan dalam kegiatan penyusunan naskah akademik
dan draft RUU Pengawasan Obat dan Makanan serta Pemanfaatan Obat Asli Indonesia yang dilakukan di Pusat
Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI tahun 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya
penguatan pengawasan obat dan makanan dapat dilakukan melalui penguatan kelembagaan yaitu pembentukan
UPT BPOM sampai ke tingkat kabupaten/kota dan peningkatan kapasitas tenaga pengawas obat dan makanan
serta PPNS BPOM.
Kata kunci: obat, makanan, pengawasan pre-market, pengawasan post-market.
Penulis: Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.
Abstrak:
Berbagai kejadian bencana yang kerap terjadi di Indonesia telah menimbulkan berbagai kerugian dan malapetaka
bagi para korban dan penyintas bencana. Tulisan ini bertujuan untuk menelaah pemenuhan kebutuhan dasar bidang
kesehatan lingkungan bagi para penyintas bencana di Provinsi Riau dan Jawa Tengah. Penyebaran kuesioner dan
wawancara dilakukan kepada berbagai stakeholder di kedua provinsi tersebut. Bencana yang kerap melanda
Provinsi Riau adalah kabut asap yang disebabkan kebakaran lahan dan hutan. Sedangkan Provinsi Jawa Tengah
mempunyai indeks kerawanan bencana yang tinggi, bencana dengan frekuensi kejadian yang tinggi antara lain:
banjir, longsor, kekeringan dan abrasi/gelombang pasang di pantai. Hasil penelitian menujukkan bahwa responden
beranggapan bahwa pemenuhan kebutuhan bagi para penyintas bencana telah dilakukan dengan baik. Begitu
juga indikator pemenuhan dasar seperti sandang, pangan, kebutuhan air bersih dan sanitasi, pelayan kesehatan,
pelayanan psikososial dan penampungan serta tempat hunian telah dipenuhi dengan baik atau minimal cukup baik.
Demikian juga berbagai program pemerintah dan partisipasi masyarakat telah dilakukan untuk memastikan bahwa
para penyintas bencana telah mendapatkan pemenuhan di bidang kesehatan lingkungan dengan baik.
Kata kunci: kesehatan lingkungan, penyintas bencana, manajemen bencana.
Penulis: Sony Hendra Permana, S.E., M.S.E.
Abstrak:
Indonesia sangat potensial untuk menjadi suatu negara dengan ekonomi skala besar di dunia. Hal ini karena
Indonesia memiliki sumber daya alam, sumberdaya manusia, stabilitas makroekonomi, dan iklim investasi yang
kondusif. Namun demikian, Indonesia masih menghadapi permasalahan sosial yang serius yaitu kemiskinan
dan pengangguran. Tulisan ini berupaya menguraikan upaya penanggulangan masalah sosial tersebut melalui
pemberdayaan, khususnya melalui peningkatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Metode penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisa yang bersifat deskriptif. UMKM berperan penting dalam
perekonomian Indonesia, khususnya dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga
kerja. UMKM merupakan salah satu sektor ekonomi yang mampu bertahan dalam goncangan krisis ekonomi.
Pengembangan UMKM saat ini dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi melalui e-commerce dan media
sosial. Pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur agar kecepatan akses internet merata di seluruh Indonesia.
Pertumbuhan perusahaan jasa pengiriman juga akan membantu UMKM mendistribusikan produknya. Peningkatan
UMKM perlu didukung oleh jiwa kewirausahaan masyarakat. Upaya menumbuhkan jiwa kewirausahaan dilakukan
melalui kurikulum pendidikan yang terintegrasi dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Selain itu,
pengembangan pendidikan vokasi dengan penguatan pendidikan kewirausahaan dapat menciptakan wirausahawan
baru yang memiliki kompetensi dan daya saing.
Kata kunci: UMKM, tenaga kerja, internet, e-commerce, wirausaha, pendidikan
Penulis: Dr. Achmad Muchaddam F., S.Ag., M.A.
Abstrak:
Sejak 2015 Kementerian Pariwisata Republik Indonesia menunjuk tiga provinsi di Indonesia sebagai destinasi wisata
halal. Ketiga provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumatera Barat, dan Aceh. Dari tiga provinsi
tersebut, NTB dipandang memiliki potensi besar untuk mengembangkan wisata halal di Indonesia. Ada tiga alasan
mengapa Provinsi NTB memiliki potensi besar dalam mengembangkan wisata halal. Pertama, keindahan alam
yang dimiliki oleh NTB tidak kalah dengan yang dimiliki oleh Provinsi Bali. Kedua, mayoritas penduduk NTB
adalah muslim. Ketiga, NTB memiliki kultur dan tradisi keagamaan yang unik. Studi ini menjelaskan upaya dan
tantangan yang dihadapi oleh Pemda NTB dalam mengembangkan wisata halal di NTB. Studi ini menggunakan
metode kualitatif. Data-datanya dikumpulkan dengan studi kepustakaan dan wawancara mendalam pelaku usaha,
tokoh agama, dan Pemda NTB. Studi ini menyimpulkan salah satu upaya Pemda NTB dalam mengembangkan
wisata halal adalah membuat peraturan daerah tentang Pariwisata Halal sebagai payung hukum bagi Pemda
NTB, pelaku usaha, dan masyarakat. Perda ini mengatur industri wisata halal yang meliputi akomodasi, biro
perjalanan, restoran, dan solus per aqua (SPA). Pengelolaan industri wisata halal itu harus mengikuti ketentuan
yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Meskipun pernah memperoleh
penghargaan sebagai World’s Best Halal Tourism dan World’s Best Halal Honeymoon Destination dan telah
memiliki payung hukum untuk mengembangkan wisata halal, Pemda NTB masih menghadapi berbagai tantangan,
di antara tantangannya adalah pertama, meyakinkan warganya tentang urgensi pengembangan wisata halal di
NTB, kedua, penyiapan sumber daya manusia yang kompeten, ketiga, percepatan sertifikasi halal bagi hotel dan
restoran. Keempat, sinergi antarpemangku kepentingan dalam proses sertifikasi halal. Dan kelima, wisata halal
perlu didukung oleh seperangkat peraturan perundangan yang dapat mensinergikan antarpemangku kepentingan
yang terlibat dalam proses serifikasi halal.
Kata kunci: wisata halal, peraturan daerah, wisatawan muslim, sertifikat halal, makanan halal
Penulis: Dr. Susanto
Abstrak:
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, namun
pada kenyataannya kondisi anak di Indonesia masih jauh dari harapan ideal itu. Karena masih banyak anak
Indonesia yang belum memperoleh perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, bahkan tidak jarang anak yang
mengalami perlakuan buruk, kekerasan, salah asuh dan penelantaran. Berangkat dari keprihatinan itu, tulisan
ini berupaya menjawab dua hal, pertama, bagaimana penyelenggaraan pelindungan anak selama ini, kedua,
bagaimana formula perlindungan anak dengan sistem sebaiknya dilakukan. Dengan menggunakan pendekatan
studi literartur. Kajian ini menuimpulkan. Kebijakan perlindungan anak di Indonesia sampai saat ini masih
mengandung berbagai kelemahan. Hal itu tampak pada lemahnya norma yang ada dalam peraturan perundangan,
kebijakan yang bersifat sektoral dan tidak padu, anggaran yang terpecah-pecah dan tidak fokus, lemah koordinasi
antarlembaga, penanganan perlidungan anak bersifat kausistik dan melupakan penyelesaian jangka panjang, dan
salah persepsi terhadap fungsi lembaga-lembaga perlindungan anak. Kondusi perlindungan anak di Indonesia
yang demikian perlu diselesaikan dengan kebijakan perlindungan berbasis sistem. Pendekatan ini meniscayakan
penyempurnaan berbagai kebijakan penyelenggaraan perlindungan anak. Baik pada level peraturan perundangan
maupun pada pelaksaan. Selain itu juga perlu dilakukan penguatan kelembagaan perlindungan anak di Indonesia
baik dari sisi sumber daya manusia maupun dari anggaran yang menopangnya.
Kata kunci: perlindungan, kebijakan, sistem, norma, lembaga
Penulis: Ikhsan Darmawan
Abstrak:
Pilkada calon tunggal tahun 2015 terjadi di tiga daerah, yaitu Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten
Blitar, dan Kabupaten Timor Tengah Utara. Dalam praktiknya, tidak semua pihak setuju dengan
Pilkada calon tunggal tahun 2015. Di tiap daerah yang Pilkadanya terdiri dari calon tunggal, terdapat
kelompok “tidak setuju” yang awalnya tidak setuju dengan putusan MK tentang Pilkada calon tunggal
lalu mereka menyuarakan kesetaraan hak dan pengakuan untuk pilihan “tidak setuju”. Akan tetapi,
pada kenyataannya, mereka mendapatkan perlakuan yang tidak setara dengan calon atau kelompok
“setuju”. Artikel ini berusaha untuk menjawab pertanyaan: Mengapa kelompok “tidak setuju”
diperlakukan tidak setara dalam Pilkada calon tunggal di tahun 2015? Kerangka pemikiran yang
digunakan dalam penelitian ini adalah konsekuensi dari aturan pemilu dan hubungan antara demokrasi
dan pemilu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara wawancara mendalam di ketiga daerah disertai pengumpulan data-data sekunder dari sumber
internet. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa penyebab tidak diakomodirnya kelompok “tidak setuju”
di ketiga daerah yang melaksanakan Pilkada calon tunggal di tahun 2015 adalah ketiadaan aturan yang
dapat mengakomodir persoalan-persoalan yang muncul terkait Pilkada calon tunggal. Sebagai reaksi dari
hal itu, ketiga kelompok “tidak setuju” di ketiga daerah melakukan usaha perlawanan dan protes kepada
penyelenggara Pilkada. Simpulan penelitian ini yaitu fenomena tidak diberi ruang yang sama untuk
kelompok “tidak setuju” dalam Pilkada calon tunggal disebabkan oleh aturan yang tidak menempatkan
kelompok “tidak setuju” sebagai pihak yang sama dan setara dengan calon kepala daerah.
Penulis: Anggalih Bayu Muh. Kamim
Abstrak:
Pertumbuhan pariwisata di Parangtritis telah berpengaruh terhadap kehidupan komunitas. Kenaikan
tingkat pariwisata telah menyebabkan adanya masalah sampah dan tekanan sosial pada komunitas.
Sistem politik intrakomunitas mencoba untuk menyelesaikan permasalahan dengan mendorong
terbentuknya Bank Sampah. Penelitian ini dirancang dengean metode kualitatif untuk melihat
proses Bank Sampah sebagai elemen dari sistem politik intrakomunitas mengatur komunitas sosial di
Mancingan XI. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan dan wawancara mendalam.
Wawancara mendalam dilakukan dengan teknik snowball sampling. Hasil dari penelitian menunjukan
Bank Sampah sebagai elemen sistem politik intrakomunitas di Mancingan XI memiliki peranan penting
dalam melakukan manajemen konflik, mendorong proses pemberdayaan dan demokratisasi di aras lokal.
Penulis: Anak Agung Banyu Perwita
Abstrak:
China’s strategic position in the South China Sea dispute has created lots of controversy, particularly
with the claimants. The activities done by China have triggered heightened tensions especially with
Vietnam as one of the biggest claimants in the disputed sea. China did oil drilling in the disputed water
with Vietnam and attacked oil exploration vessel which operates in the Vietnamese ZEE as a part of the
South China Sea water. Those examples of Beijing actions have made Hanoi worries upon their claims in
the South China Sea. In 2009 Vietnam released Defense White Paper which contained the defense policy
of Vietnam as well as Vietnam’s concerns upon the South China Sea dispute. Vietnam has implemented
its defense policy in the field of economy, military, politics, and technology. The implementation of
Vietnam defense policy is a part of Vietnam’s action in encountering China’s strategic position in the
disputed waterways. In general, this writing aimed to analyze the particular issues by using the theories of
defensive realism and defense policy to answer the research question on how Vietnam implemented its
defense policy in encountering China’s strategic position in the South China Sea dispute.
Penulis: Abdul Aziz
Abstrak:
Pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia. Salah satu program kegiatan yang digulirkan adalah dengan pemberian fasilitas kredit kepada unit usaha mikro, baik melalui skema penjaminan kredit seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun melalui skema subsidi bunga seperti Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Namun demikian, terdapat permasalahan besar dalam implementasi, seperti besarnya risiko terjadinya default, prudentiality dari bank pelaksana yang terlalu tinggi, serta ketidaktepatan penyaluran. Permasalahan tersebut tidak terlepas dari permasalahan dasar di credit market, yaitu asymmetric information yang meliputi adverse selection dan moral hazard. Oleh sebab itu, permasalahan ini pada akhirnya berujung pada tidak optimalnya penyerapan kredit program. Hal tersebut akan menghambat akses calon debitur kepada permodalan pada waktu yang tepat, sehingga tidak menutup kemungkinan calon debitur tersebut akhirnya mengandalkan akses modal dari lembaga keuangan informal dengan tingkat bunga yang cukup tinggi. Potret permasalahan tersebut mendasari penelitian ini untuk menganalisis lebih lanjut desain alternatif skema kredit program. Skema tersebut mencakup institusi yang seharusnya dilibatkan dalam implementasi program sehingga terwujud credit market yang berkelanjutan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Keberadaan lembaga keuangan mikro (LKM) dianggap dapat mengatasi kedua permasalahan dasar tersebut mengingat LKM memiliki akses informasi yang lebih bagus terkait calon debitur. Oleh sebab itu, salah satu rekomendasi yang diajukan adalah melakukan penyatuan format kredit program dan pada akhirnya mengusulkan LKM sebagai salah satu pelaksana dari kredit program untuk memperluas akses kredit bagi UMKM di Indonesia.
Penulis: Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E.
Abstrak:
Salah satu industri yang memiliki keterkaitan dengan makroekonomi adalah industri perbankan, hal ini dikarenakan industri perbankan sangat peka dengan kondisi perekonomian suatu negara. Jika suatu perekonomian suatu negara sedang berkembang, maka industri perbankan juga dapat berkembang. Namun kondisi sebaliknya ketika perekonomian sedang mengalami krisis, maka hal ini dapat mengakibatkan dampak terhadap industri perbankan. Oleh karena itu kondisi makroekonomi Indonesia menjadi suatu hal yang harus diperhatikan bagi penyaluran kredit perbankan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan kredit dan kredit macet (NPL) perbankan di Indonesia dan mengetahui pengaruh variabel makroekonomi terhadap NPL perbankan di Indonesia. Studi ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan metode dynamic panel data yang menggunakan data dari tahun 2006-2014. Hasil studi ini menunjukkan bahwa perkembangan kredit dalam periode tersebut mengalami tren meningkat, peningkatan kredit yang disalurkan oleh perbankan diikuti oleh peningkatan NPL perbankan. Studi ini juga menemukan bahwa ternyata kondisi makroekonomi, terutama GDP, memiliki pengaruh yang negatif terhadap NPL. Artinya jika semakin membaiknya perekonomian yang ditandai dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan semakin mengurangi NPL dan memiliki pengaruh yang positif dengan variabel tingkat suku bunga pinjaman serta inflasi. Berdasarkan temuan tersebut maka diperlukan sinergitas antara pemerintah sebagai otoritas fiskal dengan Bank Indonesia untuk menciptakan kondisi makroekonomi yang baik yang dapat mengurangi kredit macet perbankan di Indonesia.
Penulis: Ahmadriswan Nasution
Abstrak:
Kebijakan pengurangan kemiskinan di Indonesia cenderung mengandalkan pendekatan ekonomi, seperti pembangunan infrastruktur (modal fisik), bantuan kredit (modal keuangan), dan bantuan pendidikan dan kesehatan (modal manusia). Padahal, kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks, melibatkan banyak sumber daya termasuk modal sosial. Penelitian ini menganalisis peran modal sosial terhadap kemiskinan rumah tangga perdesaan di Indonesia. Modal sosial diukur berdasarkan indeks dimensi modal sosial (saling percaya, norma, gotong royong, partisipasi dalam kegiatan sosial, dan jejaring sosial), sedangkan kemiskinan diukur dengan pengeluaran per kapita rumah tangga. Metode analisis menggunakan model regresi linier berganda pada sampel sebanyak 40.474 rumah tangga. Adapun sumber data dari hasil survei berskala nasional yang dilakukan oleh BPS, yaitu Susenas tahun 2012 dan Podes tahun 2011. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata indeks modal sosial rumah tangga di perdesaan sebesar 52,18 (maksimum 100). Adapun komponen yang paling berperan dalam pembentukan modal sosial rumah tangga miskin adalah rasa saling percaya. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa modal sosial bersama-sama dengan modal manusia, modal keuangan, dan modal fisik memberikan efek positif terhadap pengeluaran per kapita rumah tangga, sehingga dapat mengurangi kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa modal sosial berperan penting dalam pengurangan kemiskinan di perdesaan. Pemerintah dan pihak terkait diharapkan membuat kebijakan yang memfasilitasi pengembangan modal sosial dalam upaya pengurangan kemiskinan di perdesaan Indonesia.
Penulis: Daru Mulyono
Abstrak:
Produktivitas kakao di Indonesia tergolong rendah, tercatat pada tahun 2013 produksi biji kakao hanya mencapai 414 kg/ha/tahun jauh di bawah rata-rata ideal yang mencapai 2.000 kg/ha/tahun. Demikian pula dalam industri pengolahan kakao yang mengalami kesulitan karena kekurangan pasokan bahan baku biji kakao sehingga belum berkembang optimal. Kajian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas dalam upaya pengembangan agribisnis kakao nasional yang dilakukan melalui harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan hulu-hilir dalam pengembangan budidaya dan industri pengolahan kakao. Kajian ini merupakan kajian deskriptif analitik dengan analisis data dilakukan melalui (a) penelaahan dokumen-dokumen kebijakan yang terkait dengan pengembangan kakao dan (b) perumusan konsep untuk meningkatkan produksi kakao dan mengembangkan industri pengolahan kakao dalam negeri. Untuk menunjang upaya pengembangan agribisnis kakao tersebut pemerintah telah melaksanakan program peningkatan produksi kakao melalui Gernas Kakao dan untuk pengembangan industri pengolahan kakao pemerintah telah pula menerapkan kebijakan pengenaan Bea Keluar ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.011/2010 untuk menjamin pasokan bahan baku biji kakao. Hasil dilaksanakannya program Gernas Kakao dan diberlakukannya BK tersebut menunjukkan bahwa volume ekspor kakao dalam bentuk biji terus menurun dan sebaliknya volume ekspor produk olahan kakao terus meningkat. Dampak kebijakan tersebut akan semakin nyata dalam pengembangan agribisnis kakao bila dilakukan melalui perumusan kebijakan yang harmonis dan sinergis antara aspek budidaya kakao (sektor hulu) dan industri pengolahan kakao (sektor hilir).
Penulis: Saut H. Siahaan
Abstrak:
Pengembangan industri hilir kelapa sawit melalui penerapan konsep klaster di Provinsi Sumatera Utara menjadi harapan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk. Namun demikian, apakah konsep ini dapat mendorong daya saing industri kelapa sawit yang berdaya saing ternyata masih menjadi tantangan. Hal ini terutama terkait dengan kondisi keragaman para pelaku dalam rantai pasokan industrinya serta adanya tuntutan persaingan usaha dalam pasar global yang mengikutkan aspek lingkungan. Oleh karena itu, analisis klaster industri yang dilihat dari perspektif rantai pasokan industri pengolahan kelapa sawit menjadi menarik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif eksploratif dan memperoleh data primer dari wawancara mendalam dengan para pelaku dalam rantai pasokan industri pengolahan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkebunan rakyat mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam memasok bahan baku Tandan Buah Segar untuk industri pengolahan kelapa sawit, oleh karenanya keberadaan perkebunan rakyat tidak dapat dikesampingkan dalam pengembangan industri hilir kelapa sawit. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa masih perlu didorong pembangunan struktur tata kelola rantai pasokan industri kelapa sawit, strategi peningkatan, distribusi, dan keadilan agar distribusi manfaat bagi para pelaku dalam rantai pasokan dapat dirasakan. Berkenaan dengan hal ini maka upaya untuk mempromosikan usaha industri perkebunan yang berkelanjutan masih sangat perlu, terutama untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan menguntungkan para pelaku dalam rantai pasokan industri kelapa sawit.