Penulis: Tri Rini Puji Lestari, S.K.M., M.Kes.
Abstrak:
ABSTRAK
Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol (modern, tradisional ataupun oplosan) dapat menimbulkan efek negatif baik secara fisik, mental, maupun psikososial. Permasalahan penelitian ini adalah pengaturan terkait konsumsi minuman beralkohol masih belum spesifik dan komprehensif. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan informasi tentang konsumsi minuman beralkohol dan pengaturan yang ada selama ini, serta konsep pengaturan ke depan terkait konsumsi minuman beralkohol yang lebih spesifik dan komprehensif agar masyarakat dapat terlindungi dari efek negatif minuman beralkohol. Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan studi literatur dan dilakukan analisis kebijakan dengan pendekatan evaluasi formal. Hasil penelitian menunjukkan ada sebagian masyarakat Indonesia yang mempunyai kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol. Pengaturan yang ada masih tersebar di beberapa tingkat peraturan perundang-undangan dengan muatan pengaturan masih sektoral. Untuk itu, pengaturan ke depan harus lebih difokuskan pada upaya perlindungan masyarakat dari efek negatif konsumsi minuman beralkohol dengan memerhatikan berbagai faktor mulai produksi sampai dikonsumsi.
Kata kunci: konsumsi minuman beralkohol, penyalahgunaan alkohol, pengaturan, rehabilitasi.
Penulis: Dinar Wahyuni, S.Sos., M.Si.
Abstrak:
ABSTRAK
Ketersediaan data kemiskinan yang akurat merupakan suatu keharusan agar program penanggulangan kemiskinan berhasil. Permasalahannya, data kemiskinan yang tersedia di Indonesia cukup beragam. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengkaji upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sleman melalui evaluasi data kemiskinan. Pendekatan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa evaluasi data kemiskinan di Kabupaten Sleman dilakukan dengan membentuk Tim Penanggulangan Kemiskinan mulai dari tingkat padukuhan hingga kecamatan yang melibatkan unsur pemerintah, kelompok swadaya masyarakat, dunia usaha, dan akademisi. Kemudian untuk memudahkan pencarian data kemiskinan, Pemerintah Kabupaten Sleman meluncurkan Sistem Informasi Kemiskinan. Upaya-upaya penanggulangan kemiskinan akan lebih berhasil apabila didukung birokrat yang profesional. Selama kurun waktu 5 tahun (2010-2014), upaya tersebut telah menampakkan hasil dengan terjadinya penurunan angka kemiskinan secara signifikan di Kabupaten Sleman.
Kata kunci: kemiskinan, penanggulangan kemiskinan, Sleman.
Penulis: Elga Andina, S.Psi., M.Psi.
Abstrak:
ABSTRAK
Dalam tulisan ini kami mengelaborasi faktor-faktor psikososial yang memengaruhi komunitas Indonesia ketika berhadapan dengan gerakan LGBT. Terjadi peningkatan kampanye LGBT pada awal 2016 dimana mereka menuntut perlindungan dari diskriminasi, kekerasan, dan hambatan konstitusional untuk melakukan perkawinan sesama jenis. Akan tetapi, LGBT dianggap bertentangan dengan kearifan lokal, sehingga dapat disebut abnormalitas sesuai dengan petunjuk American Psychiatry Association (APA). Gerakan LGBT bertentangan dengan keyakinan kebanyakan orang, pola-pola perilaku sehat, dan tahap perkembangan anak yang positif. Orang tua khawatir jika anaknya melakukan perilaku seksual yang menyimpang. Masa kanak-kanak merupakan fase yang paling penting untuk mempersiapkan pada masa dewasa yang fungsional. Selain itu, Pemerintah juga sudah jelas menyatakan bahwa tidak memberikan ruang bagi gerakan LGBT. Akan tetapi, sebagai warga negara pelaku LGBT harus tunduk dan dilindungi peraturan yang ada. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengimplementasikan hukum secara tepat dan tanpa pengecualian untuk memastikan semua orang terlindungi. Bersamaan dengan itu, pemerintah juga melakukan edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan perilaku saling menghormati sesama warga negara.
Kata kunci: LGBT, Hak Asasi Manusia, budaya, psikososial
Penulis: Sulis Winurini, S.Psi., M.Psi.
Abstrak:
ABSTRAK
Kecerdasan moral dianggap sebagai kecerdasan utama karena mengarahkan kecerdasan lainnya untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat dan bernilai. Lennick dan Kiel adalah salah satu yang mengembangkan konsep kecerdasan moral dan menciptakan Moral Competency Inventory (MCI). Pada awalnya MCI ditujukan untuk mengukur moralitas dalam lingkup organisasi, namun banyak penelitian menggunakan MCI untuk mengukur moralitas terhadap remaja. Di Indonesia, penggunaan MCI terhadap remaja belum terlihat, terlebih adaptasinya. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana hasil uji coba instrumen MCI dan bagaimana hasil pengukurannya terhadap remaja. Untuk menjawab pertanyaan ini, peneliti menggunakan metode kuantitatif, yaitu dengan menguji kesahihan dan keterandalan MCI melalui rumus statistika. Penelitian dilakukan terhadap 143 remaja di Bali dengan latar belakang pendidikan Islam. Hasilnya menunjukkan bahwa MCI valid dan reliabel dengan koefisien alpha sebesar 0.894. Pada umumnya responden memiliki level kecerdasan moral rata-rata. Hanya sebagian kecil responden yang memiliki level kecerdasan moral sangat tinggi dan, sebaliknya, rendah. Ditinjau dari jenis kelamin, masing-masing memiliki level kecerdasan moral rata-rata, begitupun halnya apabila dilihat dari usia dan asal sekolah.
Kata kunci: kecerdasan moral, kompetensi moral, remaja.
Penulis: Edrida Pulungan
Abstrak:
ABSTRAK
Penelitian ini mengeksplorasi pengembangan ekonomi kreatif berbasis pemberdayaan masyarakat dan studi kasus komunitas tenun ikat Kaine’e dengan menawarkan alternatif model quadruple helix. Penelitian didasarkan pada kondisi pengrajin tenun komunitas Kaine’e Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mayoritas perempuan dan kebanyakan menjadi penopang ekonomi keluarga untuk menambah penghasilan. Mereka rentan terhadap kemiskinan, karena terhambat dalam memasarkan produk , mengakses sumber-sumber pendanaan untuk memenuhi bahan baku, dan minim keterampilan untuk menghasilkan tenun yang berkualitas. Penelitian dilakukan di Desa Teun Baun, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa tenggara Timur, melalui metode wawancara mendalam, pengamatan, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat sinergi antar stakeholders yang melibatkan interaksi Pemerintah daerah, yaitu melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan, pihak swasta (KADIN, Dewan Kerajinan Nasional Daerah, Yayasan Satu Karsa Karya), akademisi dan komunitas. Dalam penelitian ini, penulis juga menawarkan model pengembangan ekonomi kreatif berbasis pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan alternatif model Quadruple Helix.
Kata kunci: pengembangan ekonomi kreatif, pemberdayaan masyarakat, Quadruple Helix, institusionalisme baru.
Penulis: Dr. Rohani Budi Prihatin, S.Ag., M.Si.
Abstrak:
Judul Buku : Liem Sioe Liong dan Salim Grup: Pilar Bisnis Soeharto
Penulis : Richard Borsuk dan Nancy Chng
Penerjemah : Noor Cholis
Penerbit : Kompas
Tahun : 2016.
(Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Inggris oleh ISEAS-Yusof Ishak Insitutue Publishing dengan judul “Liem Sioe Liong’s Salim Group: The Business Pillar of Suharto’s Indonesia”)
Penulis: Novianti, S.H., M.H.
Abstrak:
Rencana aksesi Protokol Madrid oleh Pemerintah Indonesia, menuai berbagai sikap pro dan kontra. Sikap yang timbul di masyarakat disebabkan oleh kekhawatiran dampak negatif atas aksesi protokol tersebut, di antaranya terkait dengan peran konsultan HKI menjadi berkurang karena pemilik merek dapat langsung dengan mudah mendaftarkan mereknya ke beberapa negara yang tergolong dalam Protokol Madrid tersebut. Permasalahan dalam tulisan ini yakni mengenai implikasi aksesi terhadap Protokol Madrid bagi Indonesia. Adapun yang menjadi tujuan dalam tulisan ini adalah untuk mengetahui implikasi aksesi
Protokol Madrid bagi Indonesia. Hasil dari kajian ini menunjukkan aksesi terhadap Protokol Madrid berimplikasi terhadap beberapa hal yakni penyesuaian Undang-Undang di bidang Merek melalui revisi UU Merek dan kesiapan sumber daya manusia di bidang merek. Selain itu, dalam melakukan aksesi terhadap Protokol Madrid juga harus mempertimbangkan keuntungan dan kerugian sebagai implikasi dari aksesi Protokol tersebut.
Penulis: Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.
Abstrak:
Laku pandai merupakan program baru pemerintah untuk menyediakan akses layanan keuangan bagi masyarakat di seluruh pelosok tanah air. Sebagai program baru, maka yang menjadi permasalahan adalah
bagaimana penyelenggaraan laku pandai dan apakah nasabah terlindungi dengan baik. Melalui penelitian yuridis empiris, dengan menggunakan pendekatan kualitatif diperoleh hasil bahwa laku pandai telah terselenggara dengan baik, namun masih terkendala dengan rendahnya sinyal internet dan ketersediaan listrik. Secara yuridis, nasabah juga mendapatkan pelindungan. Namun ada beberapa masalah terkait
pelindungan nasabah yaitu kesadaran nasabah untuk menjaga kerahasiaan kode sandi, PIN, dan OTP rendah; nasabah ditarik biaya di luar ketentuan; biaya pulsa ponsel yang tinggi; dan belum ada aturan
yang secara jelas mengatur kewajiban agen beserta sanksinya untuk menjaga rahasia data nasabah dan simpanannya. Sehubungan dengan permasalahan tersebut, agar laku pandai terselenggara dengan baik,
perlu ada upaya untuk menyediakan jaringan internet dan listrik di lokasi agen. Nasabah perlu diberikan kesadaran tentang pentingnya menjaga kerahasiaan kode sandi, PIN, dan OTP. Bank penyelenggara
juga seharusnya mengawasi dan menegur agennya yang melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, perlu dibentuk aturan yang jelas beserta sanksinya mengenai kewajiban agen untuk menjaga kerahasiaan data
nasabah dan simpanannya.
Penulis: Monika Suhayati, S.H., M.H.
Abstrak:
Legalitas usaha mikro dan kecil (UMK) melalui perizinan sangat penting bagi UMK untuk dapat mengakses permodalan dalam mengembangkan usahanya dan bersaing dengan produk barang dan jasa dari dalam
dan luar negeri. Perizinan untuk UMK diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil yang merupakan suatu bentuk penyederhanaan perizinan UMK. Pokok permasalahan yang hendak dianalisis dalam tulisan ini yaitu urgensi dari penyederhanaan perizinan usaha bagi pengembangan usaha pelaku UMK serta pelaksanaan perizinan UMK di Provinsi DIY dan kendalanya. Permasalahan ini akan dianalisis menggunakan konsep Demokrasi Ekonomi (Pasal 33 UUD Tahun 1945) dan konsep Negara Hukum Kesejahteraan. Di Provinsi DIY, Perpres IUMK baru dilaksanakan di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta. Kendala dalam pelaksanaannya yaitu belum semua kabupaten mendelegasikan kewenangan pemberian IUMK kepada camat sebagaimana mandat Perpres IUMK, adanya kewajiban pembayaran pajak oleh UMK yang telah memiliki IUMK
sebesar 1% dari omset, dan pembiayaan penerbitan IUMK di kecamatan belum teranggarkan di APBD masing-masing kabupaten/kota. Sebagai saran dari kajian ini, pertama, Pemerintah Provinsi DIY perlu melakukan sosialisasi mengenai IUMK kepada pemerintah kabupaten dan kota yang belum mengeluarkan peraturan bupati/walikota. Kedua, pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi DIY perlu menganggarkan pembiayaan penerbitan IUMK di kecamatan dalam APBD masing-masing kabupaten
dan kota. Ketiga, perlu sosialisasi pentingnya pembayaran PPh untuk pengembangan usaha UMK oleh pihak aparatur pajak.
Penulis: Arya Sandhiyudha
Abstrak:
The Global War on Terror discourse in Southeast Asian countries has been responded in various ways
in order to face religious-motivated terrorism. Among those, there are hardline approaches in state level
classified as military-focused, intelligence-focused, and law enforcement-focused approaches. Each has
different policy backgrounds and is influenced by different actors. The analysis on each’s strength and
weakness is presented in this writing by focusing on four countries, i.e Philippines, Singapore, Malaysia,
and Indonesia. The result shows that military-focused approach implemented in Philippines has proven
as the most risky one even though has also proven as effective to paralyses terrorist group capability.
Meanwhile, the use of excessive power undermines many achievement of intelligence-focused approach
in Singapore and Malaysia. In both countries, neutralizing the terrorist groups is achieved by using less
firepower, then decreasing the support and legitimacy of the groups in wider society. In Indonesia herself,
law enforcement-focused approach has proven gaining success even though the terrorism threats remain.
Penulis: Hidayat Chusnul Chotimah
Abstrak:
Amerika Serikat telah menginisiasi pembentukan norma internasional dalam memerangi aksi dan
jaringan terorisme melalui slogan “global war on terror” dan bertindak sebagai norm entrepreneur dalam
meluaskan slogan tersebut melalui pengaruh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dewan Keamanan PBB kemudian mengeluarkan sejumlah resolusi untuk menangani aksi dan jaringan
terorisme. Siklus pembentukan norma internasional terkait penanggulangan terorisme ini diawali dengan
norm emerge yang muncul dari tahun 1990-an, yang kemudian diikuti dengan norm cascade dalam rangka
menyebarluaskan norma tersebut secara global, serta proses internalisasi. Sebagai salah satu negara
anggota PBB, Indonesia juga melakukan proses internalisasi yang didasarkan pada identitas nasionalnya
yaitu filsafat Pancasila dan konstitusi dasar negara Indonesia. Proses internalisasi sebagai wujud respons
Indonesia dalam memerangi aksi dan jaringan terorisme global melahirkan respons aktif-reaktif yaitu
respons profesional dan respons politik.
Penulis: Indra Cahyadi
Abstrak:
Perkembangan teknologi internet memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
suatu negara. Di sisi lain, teknologi internet juga turut meningkatkan jumlah dan bentuk ancaman
terhadap kedaulatan suatu negara di dunia maya. Kedaulatan di dunia maya menjadi topik penting
dalam pembahasan keamanan nasional maupun internasional, terutama setelah Edward Snowden
mengungkapkan program pengawasan rahasia milik pemerintah Amerika Serikat. Artikel ini bertujuan
untuk memahami perdebatan internasional mengenai tata kelola dunia maya dan mengidentifikasi
tantangan dalam penegakan kedaulatan di dunia maya. Untuk itu, artikel ini membahas isu-isu terkait
kedaulatan di dunia maya termasuk; konsep kedaulatan di dunia maya, tantangan dalam pembentukan
tata pemerintahan dunia maya yang berdasarkan kesetaraan kedaulatan, serta strategi yang sudah
dilakukan Indonesia dalam menegakan kedaulatan di dunia maya. Artikel ini berkesimpulan bahwa
China dan Amerika Serikat telah menerapkan prinsip-prinsip kedaulatan untuk memandu tata
pemerintahan dunia maya global, dan oleh karena itu Indonesia harus segera menyusul dan bertindak
secara terintegrasi agar dapat melindungi dan menjaga kedaulatannya di dunia maya secara efisien.
Penulis: Yandry Kurniawan
Abstrak:
Tulisan ini membahas Inisiatif ‘One Belt, One Road (OBOR)’ yang ditawarkan oleh pemerintah Tiongkok
sebagai mekanisme kerja sama multilateral lintas kawasan, yang meliputi Asia Timur, Asia Tenggara,
Asia Selatan, Asia Barat, Afrika hingga ke Eropa Timur. Inisiatif OBOR ini penting untuk ditelaah
melalui berbagai perspektif ilmiah karena merupakan gagasan kerja sama multilateral yang paling
ambisius yang pernah ditawarkan oleh satu negara. Dari segi geografis, kerja sama OBOR akan lebih
besar dari Uni Eropa dan hanya akan lebih kecil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Namun demikian,
sebagian besar kajian terdahulu lebih banyak melihat inisiatif OBOR dengan menggunakan sudut
pandang ekonomi-politik, dinamika politik domestik Tiongkok, dan kajian kawasan tanpa mengulas
lebih dalam aspek paradigmatik yang mendasari pemikiran dan tujuan yang ingin dicapai pemerintah
Tiongkok melalui gagasan ini. Dengan menggunakan sudut pandang pemikiran liberal sebagai kerangka
analisis, tulisan ini membingkai inisiatif OBOR sebagai agenda pemerintah Tiongkok untuk menjaga
dan meningkatkan stabilitas keamanan di kawasan. Argumen utama dalam tulisan ini adalah stabilitas
keamanan kawasan merupakan syarat penting bagi Tiongkok untuk menjaga kebangkitannya dalam
kancah politik internasional. Melalui mekanisme multilateral pemerintah Tiongkok pada dasarnya
mengajak negara-negara di kawasan untuk terlibat aktif dalam berbagi peran (division of labor) dalam
menjaga dan meningkatkan stabilitas kawasan dengan kerja sama ekonomi sebagai sektor penjuru.
Penulis: Retnaningtyas Dwi Hapsari
Abstrak:
Tulisan naratif ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan antara reformasi pendidikan pada masa
Hindia Belanda terhadap orientasi nasionalisme penduduk Tionghoa. Pembahasannya meliputi pelopor
pergerakan, dampak reformasi pendidikan, dan peran komunitas Tionghoa dalam upaya kemerdekaan.
Tulisan ini merupakan hasil penelitian tentang peristiwa yang telah lama terjadi, yang menggunakan
metode sejarah, bertumpu pada empat hal yaitu, heuristik, kritik, intepretasi, dan historiografi. Adanya
diskriminasi pendidikan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda membuat pendirian sekolah
Tionghoa secara mandiri yang diprakasi oleh sebuah organisasi. Jalinan kerjasama antara sekolah ini
dengan negeri China menimbulkan kecurigaan tentang orientasi nasionalisme penduduk Tionghoa.
Dualisme nasionalisme terjadi di dalam tubuh penduduk Tionghoa, adanya yang memihak kepada negeri
China, adanya tetap setia kepada Belanda, tetapi ada pula yang memihak ke Indonesia. Perpecahan
ini membuat penduduk Tionghoa sulit untuk dapat membuat suatu kesepakatan baik dalam bidang
pendidikan maupun politik.
Penulis: Novita Erlinda
Abstrak:
Pembangunan berkelanjutan telah menjadi suatu keniscayaan agenda pembangunan, baik pada tatanan
nasional maupun regional. Capaian indikator pembangunan berkelanjutan yang meliputi tiga pilar, yaitu
ekonomi, sosial, dan lingkungan sangat penting untuk dilakukan, karena pembangunan dengan pola
business as usual akan menimbulkan biaya sosial dan lingkungan yang cukup mahal. Namun demikian,
pengukuran keberlanjutan sering terkendala dengan kompleksitas indikator keberlanjutan itu sendiri.
Tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi pembangunan berkelanjutan pada tingkat regional di Provinsi
Jambi dengan menggunakan metode multi-criteria analysis melalui pendekatan model FLAG. Tingkat
keberlanjutan pembangunan daerah akan dianalisis dengan menentukan Critical Threshold Value (CTV)
dari pembangunan, yang ditetapkan oleh tujuan kebijakan atau kendala eksogen. Penelitian dilakukan
dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer menyangkut nilai CTV diperoleh
melalui Focus Group Discussion, sementara data sekunder terkait dengan indikator ekonomi, sosial,
dan lingkungan diperoleh dari berbagai sumber. Data aktual capaian pembangunan di Provinsi Jambi
digunakan sebagai informasi untuk mengetahui bagaimana pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi
saat ini. Tingkat keberlanjutan pembangunan akan ditunjukkan oleh warna bendera, di mana bendera
hijau menunjukkan pembangunan yang berkelanjutan, sedangkan bendera kuning, merah, dan hitam
menunjukkan pembangunan yang tidak berkelanjutan. Hasil analisis dengan FLAG menunjukkan bahwa
skenario pembangunan eksisting cenderung menghasilkan bendera merah dan kuning dengan melewati
batas ambang kritis. Strategi pembangunan baru berbasis sumber daya lokal dan ekonomi nonekstraktif
diperlukan untuk menghasilkan pembangunan yang lebih berkelanjutan.
Penulis: Bambang Juanda
Abstrak:
Implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia hingga saat ini belum sepenuhnya memberikan pengaruh
positif. Permasalahan kemiskinan, kesenjangan antardaerah dan individu yang memburuk, rendahnya
kualitas pelayanan pendidikan, kesehatan, infrastruktur masih mendominasi masalah daerah, sehingga
diperlukan kebijakan yang mendorong terwujudnya belanja daerah yang berkualitas dalam rangka konsolidasi
desentralisasi fiskal di Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk mendefinisikan belanja pemerintah daerah yang
berkualitas, mengidentifikasi regulasi yang bermasalah, dan memberikan rekomendasi perbaikan kebijakan
yang mendorong terwujudnya belanja berkualitas. Kebijakan belanja daerah yang berkualitas merupakan
upaya yang dilakukan pemerintah agar belanja daerah dialokasikan sesuai dengan prioritas pembangunan
daerah, yang digunakan secara efisien dan efektif, tepat waktu, transparan, dan akuntabel. Namun masih
terdapat berbagai regulasi saat ini yang cenderung belum sinkron dan menghambat terwujudnya belanja
daerah yang berkualitas. Agenda reformasi kebijakan yang mendukung terwujudnya belanja daerah yang
berkualitas perlu ditekankan pada aspek penguatan daerah dalam menyusun dan melaksanakan prioritas
anggaran, penyederhanaan mekanisme pembahasan anggaran, penerapan kerangka pengeluaran jangka
menengah, alokasi DAK berdasarkan proposal kegiatan untuk mendukung pencapaian standar pelayanan
minimal dan prioritas nasional, penganggaran hibah dan bansos yang lebih transparan dan akuntabel, serta
penyederhanaan dan pengintegrasian sistem pelaporan pemerintah daerah.
Penulis: La Ode Alwi
Abstrak:
Pengelolaan pertambangan pada suatu daerah sejatinya dapat memberikan kesejahteraan masyarakat
khususnya pada daerah penghasil tambang itu sendiri. Namun yang terjadi justru daerah penghasil
tambang terjebak dalam natural resource curse dan dutch disease. Pendapatan daerah dari mineral fund
merupakan instrumen cash transfer yang cenderung gagal menyejahterakan masyarakat yang disebabkan
adanya bias sasaran, bias program, dan bias koordinasi. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah (1)
menentukan indikator kunci tata kelola kelembagaan mineral fund dan (2) menentukan alternatif terbaik
dalam pemanfaatan mineral fund. Hasil penelitian menunjukkan (i) indikator kunci yang mempunyai
tingkat kepentingan dan pengaruh yang tinggi dalam tata kelola kelembagaan mineral fund adalah adanya
ketersediaan regulasi, program yang tepat sasaran, adanya pengawasan terhadap biaya produksi tambang
yang digunakan perusahaan, pengawasan hasil produksi tambang yang dihasilkan perusahaan, dan adanya
badan pengelola mineral fund yaitu institusi multi pihak (ii) alternatif terbaik pemanfaatan mineral fund
yang menunjang pembangunan daerah berkelanjutan, yakni (a) aspek sosial, meliputi peningkatan sarana
kesehatan, pendidikan dan ibadah, peningkatan peran masyarakat adat dalam pengambilan keputusan,
kualitas SDM yang tinggi, pemberdayaan masyarakat, serta peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan, (b) aspek ekonomi, meliputi pengembangan lembaga ekonomi dan keuangan, diversifikasi
ekonomi perdesaan, pembangunan investasi primer, peningkatan iklim investasi dan pengembangan produk
lokal, dan (c) aspek ekologi/lingkungan, meliputi: penanganan pencemaran, proteksi dan keselamatan ekologi
dan manusia, penanganan munculnya bencana alam dan penanganan lahan akhir sebagai sektor primer.
Penulis: Davy Hendri
Abstrak:
Studi ini membahas faktor-faktor penentu margin suku bunga (NIM) di Indonesia dengan menggunakan dataset
panel bank periode tahun 2004-2012 yang mencakup sampel 42 bank umum komersial dari keseluruhan
bank yang beroperasi. Studi ini menggunakan pengembangan teori dealership model dalam analisis guna
menentukan variabel dominan penentu NIM. Hal ini dilakukan dengan memasukkan variabel kondisi
makroekonomi, kelembagaan, dan regulasi dalam dunia perbankan. Dengan data perbankan yang mencakup
kategori perbankan menurut kepemilikan saham terbesar (BUMN, asing, dan campuran) dan lingkup pelayanan
(devisa), analisis regresi panel fixed effect dilakukan dengan mengkomparasikan determinan karakteristik
khusus (time-variant) masing-masing bank tersebut. Hasil analisis studi ini menemukan fakta bahwa memang
karakteristik spesifik perbankan, seperti ukuran, likuiditas, dan kekuatan pasar, serta struktur pasar di mana
bank beroperasi, menjelaskan sebagian besar variasi NIM. Namun regulasi dan kualitas institusi ternyata tidak
cukup membantu menjelaskan variasi biaya intermediasi keuangan ini. Temuan ini memang berbeda jauh
dengan temuan pada studi perbankan pada negara maju. Hal ini setidaknya bisa dijelaskan oleh kemungkinan
level regulasi perbankan Indonesia yang justru sudah pada standar maksimum dan kemungkinan indikator
regulasi tidak bisa dipandang terisolasi dari struktur hak kepemilikan dan kompetisi yang sudah terbangun
dalam dunia perbankan sebelumnya. Namun secara umum, hasil analisis menunjukkan bahwa ada potensi
besar kebijakan untuk mendorong persaingan perbankan dan memperkuat kerangka kerja institusional guna
lebih mengurangi biaya intermediasi sistem perbankan.
Penulis: Dewi Restu Mangeswuri, S.E., M.Si.
Abstrak:
Penyelenggaraan rumah dan perumahan bagi masyarakat merupakan tanggung jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah karena setiap orang berhak mendapatkan tempat tinggal yang layak, serasi, dan
teratur sesuai ketentuan Pasal 19 Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman. Selain pengadaan perumahan secara fisik, pemerintah juga perlu memberikan perhatian
terhadap masalah fasilitas pembiayaan perumahan tersebut karena tidak semua anggota masyarakat
mampu memenuhi kebutuhan rumah secara tunai. Data sensus penduduk BPS tahun 2010 menunjukkan
bahwa angka backlog mencapai 13,5 juta unit. Oleh karena itu, melalui program FLPP pemerintah berharap
kebijakan ini dapat membantu masyarakat untuk memiliki rumah yang terjangkau. Sementara itu, tujuan
penulisan kajian ini diarahkan untuk mengetahui sejauh mana program FLPP telah berjalan selama ini dan
mencoba menyajikan alternatif kebijakan lain untuk memperbaiki kualitas FLPP khususnya terkait dengan
permasalahan pembiayaan perumahan. Kajian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan
mendasarkan pada sumber data sekunder dari jurnal, literatur, dan media daring serta sumber resmi
lainnya. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa FLPP yang bersumber APBN sejauh ini telah sesuai dengan yang
direncanakan. Sementara itu, dua alternatif kebijakan dinilai akan dapat melengkapi program FLPP, yaitu
Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Bantuan Uang Muka (BUM). Alternatif pilihan ini khususnya diharapkan
mampu mengatasi kendala masyarakat berpenghasilan rendah dalam mengakses kredit pemilikan rumah.
Penulis: Arman
Abstrak:
Ketimpangan ekonomi antarwilayah di Indonesia masih terus berlangsung, di mana Pulau Jawa menguasai
+60 persen aktivitas ekonomi. Penelitian ini menganalisis dampak keterkaitan ekonomi antarwilayah
Pulau Sulawesi, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
dan Gorontalo diagregasi menjadi satu unit wilayah menjadi Sulawesi Lain. Sulawesi Selatan dan Sulawesi
Barat diagregasi menjadi satu unit wilayah menjadi Sulawesi Selatan. Data dasar tahun 2005 di-upgrade ke
tahun 2011 dengan menggunakan teknik RAS. Hasil analisis menunjukkan bahwa transaksi aliran barang
antara wilayah Sulawesi Lain dengan Sulawesi Selatan masih sangat kecil. Kebutuhan input antara Sulawesi
Lain dan Sulawesi Selatan lebih banyak dipasok dari wilayah Jawa Timur. Kedua wilayah tersebut lebih
banyak bergantung pasokan aliran barang dari wilayah Jawa Timur. Keterkaitan ekonomi antara Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Lain terhadap Kalimantan Timur dipengaruhi aliran komoditas pertanian dan energi.
Wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Lain banyak memasok kebutuhan pangan, sedangkan wilayah
Kalimantan memasok kebutuhan energi ke Sulawesi. Wilayah Jawa Timur memperoleh manfaat ekonomi
yang paling besar akibat interaksi ekonomi dengan Sulawesi Selatan, Sulawesi Lain, dan Kalimantan Timur.
Hasil interaksi memberikan pengaruh spillover yang sangat besar terhadap wilayah Jawa Timur. Pengaruh
spillover mengindikasikan kinerja ekonomi wilayah Jawa Timur meningkat bila keterkaitan ekonomi (aliran
barang) dengan Pulau Sulawesi dan Kalimantan Timur semakin kuat. Dampak keterkaitan ekonomi pada
keempat wilayah menunjukkan Jawa Timur memperoleh manfaat yang lebih besar. Namun kinerja dan
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur memberikan pengaruh spillover yang masih sangat kecil terhadap
wilayah Sulawesi dan Kalimantan.
Penulis: Ebed Hamri
Abstrak:
Penelitian ini dilakukan di Kota Tasikmalaya sebagai kota hasil pemekaran tahun 2001 dan berkembang
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Priangan Timur Provinsi Jawa Barat. Penelitian bertujuan
menganalisis perkembangan struktur perekonomian wilayah dan sektor unggulan yang menjadi daya
saing perekonomian wilayah Kota Tasikmalaya dibandingkan daerah sekitarnya (hinterland). Penelitian
menggunakan analisis tipologi Klassen, Indeks Diversitas Entropi (IDE), dan Location Quotient (LQ).
Penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis tipologi Klassen, Kota Tasikmalaya termasuk
klasifikasi daerah berkembang cepat, dibandingkan wilayah hinterland-nya Kabupaten Tasikmalaya,
Kabupaten Garut, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, dan Kabupaten Pangandaran, masuk dalam klasifikasi
daerah relatif tertinggal. Analisis IDE menunjukkan sektor-sektor perekonomian Kota Tasikmalaya lebih
berkembang dibandingkan daerah hinterland-nya. Terlihat rata-rata indeks diversitas entropi Kota
Tasikmalaya (0,85) lebih besar dibandingkan rata-rata nilai entropi wilayah sekitarnya (hinterland), yaitu
Kabupaten Tasikmalaya (0,71), Kabupaten Garut (0,67), Kabupaten Ciamis (0,81), Kota Banjar (0,83),
dan Kabupaten Pangandaran (0,74). Besarnya nilai entropi menunjukkan perekonomian wilayah Kota
Tasikmalaya lebih maju dan berkembang. Sedangkan dari hasil analisis LQ menunjukkan rata-rata LQ
Kota Tasikmalaya (12,80) lebih besar dibandingkan rata-rata LQ wilayah hinterland-nya, yaitu Kabupaten
Tasikmalaya (9,73), Kabupaten Garut (9,25), Kabupaten Ciamis (11,23), Kota Banjar (10,91), dan Kabupaten
Pangandaran (10,20). Sektor-sektor unggulan yang menjadi sektor basis ekonomi Kota Tasikmalaya adalah
bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan
jasa keuangan, serta jasa-jasa.
Penulis: Sulasi Rongiyati, S.H., M.H.
Abstrak:
Dalam struktur perekonomian Indonesia UMKM memiliki potensi yang besar dan strategis. Namun, keterbatasan lembaga pembiayaan (availability), akses kepada lembaga pembiayaan (accesibility), dan
kemampuan mengakses pembiayaan (ability) menjadi kendala bagi UMKM dalam mengembangkan usahanya. Keterbatasan tersebut lebih dikarenakan ketidakmampuan UMKM dalam menyediakan
agunan dan tidak adanya administrasi yang baik terkait usahanya sehingga dinilai tidak bankable. UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan menjadi jembatan bagi UMKM yang prospektif dan feasible
untuk memperoleh penjaminan kredit melalui lembaga penjamin. Tulisan ini menganalisis perjanjian penjaminan kredit antara UMKM dan lembaga penjamin dan penyelesaian sengketa antara para pihak dalam perjanjian penjaminan, yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan. Hasil analisis mengungkapkan bahwa UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan berupaya memberikan kemudahan dan pelindungan kepada UMKM memperoleh jaminan kreditnya, tanpa mengabaikan pelindungan terhadap pihak penjamin dan penerima jaminan. UU No. 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan mengatur mekanisme penyelesaian sengketa melalui dua cara yaitu litigasi dan non-litigasi dengan mengutamakan penyelesaian sengketa melalui musyawarah mufakat sesuai dengan karakteristik UMKM yang memiliki keterbatasan dana, waktu, dan SDM.
Penulis: Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H.
Abstrak:
Pelindungan hukum atas indikasi geografis sangat penting dilakukan. Indikasi geografis merupakan suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Ciri dan kualitas barang yang dipelihara dan dapat dipertahankan dalam jangka waktu tertentu akan melahirkan reputasi atas barang tersebut, yang selanjutnya memungkinkan barang tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi. Meskipun memiliki potensi ekonomi, sayangnya bentuk kesadaran masyarakat akan pentingnya pendaftaran indikasi geografis masih kurang. Perlu adanya kesadaran hukum bagi masyarakat dan juga peran dari pemerintah daerah untuk mendata produk-produk daerah mereka sebagai bagian bentuk pelindungan hak ekonomi atas indikasi geografis.
Penulis: Luthvi Febryka Nola, S.H., M.Kn.
Abstrak:
Berbagai produk perundang-undangan telah mengatur adanya pelindungan hukum bagi TKI mulai dari UUD 1945 sampai dengan Peraturan Daerah. Namun jumlah TKI bermasalah dalam satu dekade
terakhir tidak menunjukkan angka penurunan yang berarti. Kondisi ini disebabkan begitu banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi proses penegakan hukum terkait dengan pelindungan TKI baik dari hukum itu sendiri, sarana dan prasarana, maupun budaya. Permasalahan tersebut dapat diatasi apabila aparat penegak hukum dapat bekerja dengan baik. Untuk itu diperlukan adanya suatu sistem pelindungan secara terpadu dalam peraturan perundang-undangan terkait dengan pelindungan TKI.
Sistem pelindungan tersebut dilakukan melalui sistem pelayanan terpadu dan konsep pelindungan terpadu hendaknya dituangkan dalam revisi UU TKI yang saat ini sedang dilakukan pembahasan di DPR.
Penulis: Marfuatul Latifah, S.H.I., LL.M.
Abstrak:
Rencana revisi UU No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana terhambat oleh isu krusial yang belum dapat diselesaikan, yaitu keberadaan otoritas pusat. Kemenkumham ingin mempertahankan posisinya sebagai otoritas pusat, sedangkan Kejaksaan Agung merasa bahwa institusinya lebih cocok menjadi otoritas pusat. Tulisan mengkaji penunjukan otoritas pusat di beberapa negara Asia Pasifik dan menemukan bahwa setiap negara bebas menentukan pihak mana saja di dalam bagan organisasi negaranya yang akan ditunjuk untuk menjadi otoritas pusat dalam bantuan timbal balik pidana sesuai dengan sistem hukum yang berlaku di negaranya masing-masing, karena UNCAC dan
UNTOC tidak menegaskan pihak mana yang harus ditunjuk untuk menjadi otoritas pusat dalam bantuan timbal balik pidana. Sebaiknya penunjukan otoritas pusat tetap pada Kemenkumham karena otoritas pusat merupakan entitas yang bersifat administratif dan Kemenkumham dapat tetap menjalankan fungsi tersebut karena bukan merupakan institusi yang bersinggungan langsung dengan penegakan hukum.
Penulis: Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.
Abstrak:
Kajian ini menganalisa latar belakang pengaturan “hukum yang hidup di masyarakat” sebagai asas legalitas hukum pidana dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP), serta mencari solusi penyelesaian masalah pro dan kontra pengaturan “hukum
yang hidup di masyarakat” sebagai asas legalitas hukum pidana Indonesia. Kajian ini mengulas asas legalitas materil dengan cara mengkaji hakikat asas legalitas, dan juga melihat permasalahan dengan
menggunakan paradigma hukum progresif dan pemikiran pluralisme hukum. Berdasarkan pembahasan, disimpulkan bahwa kebijakan legislatif nasional pasca kemerdekaan dan kesepakatan dalam seminarseminar
nasional merupakan dasar pengaturan asas legalitas materil dalam RUU KUHP. Perumus RUU KUHP juga bermaksud menggantikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) warisan kolonial Belanda dengan hukum pidana yang lebih sesuai dengan nilai-nilai ke-Indonesia-an. Persoalan
pro kontra pengaturan “hukum yang hidup di masyarakat” dapat diselesaikan dengan cara membangun terlebih dahulu persamaan paradigma antar para legislator berkenaan dengan ruh dan semangat arah politik hukum pidana yang akan dituju. Semangat politik hukum pidana yang diinginkan haruslah jelas, sehingga dapat diterima sebagai keputusan politik bersama.
Penulis: Dr. Fadli Zon, S.S., M.Sc
Abstrak:
Pasal 33 UUD 1945 dimaksudkan oleh perumusnya sebagai ideologi ekonomi Indonesia. Di dalam pasal tersebut terkandung gagasan mengenai kedaulatan ekonomi untuk melengkapi kemerdekaan
politik Indonesia. Sebagai rumusan yang mengandung gagasan ideologis, Pasal 33 seharusnya dipahami dengan perangkat pemikiran yang komprehensif, sejalan dengan multidisiplin-pemikiran yang telah
melatarbelakangi penyusunannya. Sejumlah ekonom yang terlibat dalam proses perubahan Pasal 33 UUD 1945 gagal memahami posisi dan kedudukan pasal tersebut. Artikel ini merupakan tinjauan sejarah hukum atas kedudukan Pasal 33 UUD 1945 di dalam konstitusi dan alam pikir keindonesiaan.
Penulis: Harris Yonatan Parmahan Sibuea, S.H., M.Kn.
Abstrak:
Rentetan peristiwa kematian akibat penyalahgunaan minuman beralkohol sampai saat ini masih sering terjadi. Indonesia sebagai negara hukum dalam konstitusinya telah menjamin bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dua hal yang bertolak belakang tersebut menggambarkan efektifitas hukum belum maksimal diterapkan dalam peraturan perundang-undangan berkaitan dengan pengendalian minuman beralkohol. Kajian ini bermaksud untuk membahas mengenai
permasalahan bagaimana pengaturan minuman beralkohol di Indonesia serta bagaimana penegakan hukum pengaturan minuman beralkohol di Indonesia. Masalah ini menjadi penting untuk dikaji mengingat sampai sekarang pengaturan mengenai minuman beralkohol masih tersebar secara sektoral di berbagai peraturan perundang-undangan. RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol diharapkan dapat mengakomodir semua permasalahan hukum mulai dari pengendalian minuman beralkohol sampai pada batasan konsumsi minuman beralkohol. Penegakan hukum pengaturan minuman beralkohol belum optimal terealisasi di Indonesia. Hal ini disebabkan beberapa faktor efektivitas hukum belum terpenuhi
secara maksimal.
Penulis: Dr. Achmad Muchaddam F., S.Ag., M.A.
Abstrak:
ABSTRAK Nuaulu merupakan salah suku di Pulau Seram yang masih menganut sistem religi warisan leluhur mereka hingga sekarang. Studi ini bertujuan menjelaskan sistem religi suku tersebut. Dengan menggunakan metode kualitatif, studi ini mengumpulkan data-datanya melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam dengan informan yang ditentukan secara purposive. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis dengan cara mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Studi ini menyimpulkan, suku Nuaulu masih tetap melestarikan sistem religi mereka, karena ia merupakan identitas diri suku mereka, jika sistem religi itu hilang, pudar pula identitas diri suku mereka. Sistem religi suku Nuaulu, berisi sistem keyakinan, aturan-aturan hidup dan sistem ritus. Sistem keyakinan suku Nuaulu tampak pada kepercayaan mereka akan adanya kekuatan supranatural yang menguasai mereka di luar alam semesta. Kekuatan itu disebut dengan beberapa nama yang berbeda-beda, seperti Upuku Anahatana, Anahatana, Upu Anahatana, Upu Kuanahatan, Upu Ama, Upu Lanite, meskipun terdapat perbedaan penyebutan, yang mereka maksud dengan sebutan itu adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Ada lima ritus yang dilakukan oleh suku Nuaulu, yakni ritus kehamilan, kelahiran, menuju dewasa, perkawinan, dan kematian. Dalam kepercayaan suku Nuaulu ritus kehamilan perlu dilakukan untuk menyelamatkan sang ibu dan bayi dari gangguan roh-roh jahat. Ritus kelahiran dilakukan agar bayi lahir dengan selamat dan menghindarkannya dari gangguan roh-roh jahat. Ritus pinomou dilakukan untuk menyucikan anak perempuan, ritus pataheri dilakukan untuk mengantarkan anak lakilaki menuju dewasa agar ia bertanggung jawab, ritus perkawinan dilakukan untuk menjaga keturunan, dan ritus kematian dilakukan untuk mengantarkan roh menuju Upuku Anahatana. Kata kunci: sistem kepercayaan, ritus, upuku anahatana, pino mou, posune, pataheri, upu.
Penulis: Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.
Abstrak:
ABSTRAK Provinsi Sumatera Selatan dengan ibukota provinsinya Palembang semula adalah daerah dengan sumber air yang melimpah karena banyaknya sungai yang melintasi wilayah tersebut. Namun kini daerah tersebut kerap mengalami kesulitan air bersih karena menurunnya daya dukung lingkungan dan pencemaran sungai. Tulisan ini bertujuan untuk menelaah kualitas air sungai di Palembang dihubungkan dengan derajat kesehatan masyarakat, dan juga untuk mengetahui persepsi masyarakat yang tinggal di pinggir sungai dalam pemanfaatan air bersih. Metoda kuantitatif dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada masyarakat yang tinggal di pinggir sungai di Palembang. Hasil telaahan dari berbagai sumber menunjukkan bahwa tingkat pencemaran di Sungai Musi dan beberapa anak sungainya telah menyebabkan potensi air bersih di daerah tersebut berkurang. Dampak lainnya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat dengan timbulnya berbagai penyakit berbasis lingkungan. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa masyarakat mempersepsikan air sungai sudah tidak layak lagi digunakan sebagai sumber air bersih, baik itu sebagai sumber air minum, memasak, mencuci dan sebagainya. Masyarakat menganggap bahwa perbaikan kualitas sungai dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sungai adalah hal yang perlu di dilakukan. Kata kunci: air bersih, pencemaran sungai, persepsi masyarakat.
Penulis: Sri Nurhayati Qodriyatun, S.Sos., M.Si.
Abstrak:
ABSTRAK Kebijakan restorasi ekosistem di hutan produksi adalah salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki hutan produksi yang rusak dengan melibatkan swasta melalui penerapan konsep konsesi konservasi. Konsesi konservasi adalah satu konsep baru dalam pengelolaan hutan yang diharapkan dapat untuk menyelamatkan hutan di satu sisi, tetapi tetap memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Melalui konsesi konservasi, aspek ekologi, ekonomi, dan sosial berjalan bersama dalam satu pengelolaan hutan. Namun pelaksanaan restorasi ekosistem belum menerapkan keseluruhan prinsip konsesi konservasi dan masih terdapat beberapa kelemahan, seperti proses perizinan yang tidak dilakukan melalui mekanisme pasar, penerapan iuran yang diberlakukan sama antara konsesi restorasi ekosistem dengan konsesi lainnya, tidak transparan, areal yang dicadangkan tidak clean and clear, serta adanya aturan dimungkinkannya penebangan di konsesi restorasi ekosistem. Untuk itu, ke depan pemerintah perlu menjamin lahan yang dicadangkan bebas dari konflik tenurial, pengurangan besaran iuran yang dibebankan, dihapuskannya aturan pemberian izin penebangan pada konsesi restorasi ekosistem, dan memberikan insentif bagi konsesi yang berhasil merestorasi kawasan hutan produksi. Kata kunci: konsesi konservasi, restorasi ekosistem, hutan produksi.
Penulis: Rahmi Yuningsih, S.K.M., M.K.M.
Abstrak:
ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan ibu dan anak, profil tenaga kebidanan, dan pengembangan profesionalisme tenaga kebidanan guna meningkatkan kesehatan ibu dan anak melalui aspek pendidikan kebidanan; akreditasi, registrasi dan lisensi profesi bidan; pelayanan kebidanan baik mandiri, kolaborasi maupun rujukan; dan strategi kontinuitas penyebaran bidan di desa. Studi ini menggunakan metode kualitatif. Data dikumpulkan pada tahun 2016 melalui studi pustaka dan wawancara dengan para pemangku kepentingan terkait dengan penyusunan rancangan undang-undang kebidanan. Studi ini menyimpulkan kondisi kesehatan ibu dan anak di Indonesia belum cukup baik. Hal itu terlihat pada masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Tahun 2012 AKI tercatat sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB pada tahun 2012 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Tenaga kebidanan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Tenaga kebidanan perlu dikembangkan profesionalismenya, agar tenaga kebidanan memiliki pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang unggul serta yang menjunjung tinggi etika dan hukum kesehatan. Pengembangan profesi bidan itu merupakan sebuah keniscayaan untuk mengantisipasi perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kebidanan yang berkualitas, peningkatan kesadaran masyarakat akan hukum kesehatan, permintaan pengguna jasa pelayanan kebidanan, perubahan yang cepat dalam kebijakan pemerintah, dan persaingan global yang semakin ketat.
Kata kunci: bidan, pendidikan, pelayanan, kesehatan, ibu, anak.
Penulis: Yulia Hendra, ST., MT.
Abstrak:
ABSTRAK
Pemerintah Indonesia masih menghadapi banyak kendala dalam penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah, terutama dalam rangka pencapaian target universal akses bidang sanitasi pada tahun 2019, antara lain: masih rendahnya akses pelayanan sampah, masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), masih rendahnya komitmen pemerintah daerah (pemda) dalam pengelolaan sampah, lemahnya kelembagaan pengelola sanitasi (regulator dan operator) serta kemampuan sumber daya manusia. Pemerintah Indonesia masih perlu untuk belajar dari negara-negara lain yang telah berhasil dalam penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Salah satu negara yang tergolong sukses dalam mengelola sampah adalah Korea Selatan. Studi dilakukan untuk membandingkan pengelolaan sampah di Indonesia dan Korea Selatan dilihat dari 5 aspek pengelolaan sampah, yaitu: aspek kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek peraturan, aspek peran serta masyarakat, dan aspek teknis operasional. Penelitian dilakukan dengan melakukan studi literatur dan obervasi langsung ke Korea Selatan. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa sistem pengelolaan sampah di Indonesia masih ketinggalan dibandingkan dengan Korea Selatan, baik secara kelembagaan, sumber daya manusia, anggaran, penegakan hukum, serta partisipasi masyarakat dan swasta. Komitmen penuh dari seluruh stakeholder yang terkait merupakan faktor kunci dalam suksesnya penyelenggaranan pengelolaan sampah yang terintegrasi dan ramah lingkungan.
Kata kunci: sistem pengelolaan sampah, aspek pengelolaan sampah, ramah lingkungan.
Penulis: Syaiful Arif
Abstrak:
ABSTRAK
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan gerakan Islam transnasional dan mengusung pendirian kembali khilafah Islamiyyah secara global. Secara teoretis, pendirian ini ditujukan demi tegaknya syariat Islam pada level politik dan kemasyarakatan. Persoalannya, ketika gagasan dan perjuangan tersebut dikembangkan di Indonesia, yang memiliki bentuk negara dan dasar negara final, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila, maka perjuangan HTI merupakan bagian dari upaya penistaan terhadap negara. Meskipun secara politik perjuangan ini tidak akan berhasil, namun cukup efektif melakukan delegitimasi atas wawasan kebangsaan di kalangan Muslim yang berhasil mereka rekrut menjadi anggota. Tulisan ini hendak menjelaskan ideologi politik dan agenda kenegaraan HTI. Karena itu, tulisan ini bertujuan menggali pandangan HTI tentang syariat dan posisinya bagi sistem kenegaraan khilafah dan kejayaan (politik) Islam yang ingin ditegakkan di dunia global serta di Indonesia secara nasional. Di samping itu, menempatkan perjuangan ideologis HTI dalam konteks ancaman ideologis atas Pancasila dan NKRI, karena gagasan khilafahnya tentu kontradiktif dengan negara-bangsa Republik Indonesia. Data-data artikel ini berasal dari studi pustaka. Hasil dari studi pustaka itu kemudian ditelaah melalui diskursus politik dan kenegaraan Islam, sehingga memunculkan diskursus politik Islam ala HTI dalam konteks wacana politik di Indonesia. Artikel ini menyimpulkan, HTI melakukan delegitimasi kebangsaan, Pancasila dan bangunan kenegaraan NKRI. Hal ini berangkat dari pandangan tentang syariat Islam yang formalis dan holistik, di mana syariat dipahami sebagai tata aturan hukum seluruh kehidupan masyarakat, melalui formalisasi ke dalam konstitusi dan hukum negara. Cita pendirian kembali khilafah Islamiyyah merupakan kondisi struktural bagi tegaknya syariat Islam ini.
Kata kunci: syariah, khilafah, politik, konstitusi, ideologi, Hizbut Tahrir Indonesia.
Penulis: Dr. Moh. Sholeh
Abstrak:
Judul Buku : Membangun dari Keterpencilan: Soft Contructivism, Kesadaran Aktor dan Modernitas Dunia Pesantren
Penulis : Aniek Nurhayati
Penerbit : Daulatpress
Tahun : 2016
Penulis: Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.
Abstrak:
Aksi-aksi terorisme terkait Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) membangunkan kewaspadaan
banyak negara di dunia. Seperti juga negara lain, Indonesia menghadapi tantangan dalam menangani
kelompok teroris yang tergabung dalam jaringan ISIS. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui
perkembangan terorisme ISIS dalam mengancam keamanan nasional Indonesia. Tulisan ini sampai pada
kesimpulan bahwa perkembangan ISIS sudah mengancam Indonesia. Karenanya, diperlukan strategi
yang efektif untuk menanggulangi ancaman terorisme di Indonesia. Secara khusus, pemerintah harus
segera meningkatkan kemampuan unit anti-terornya.
Penulis: Dr. Rasbin, S.TP., M.S.E.
Abstrak:
Sejak penerapan sistem rezim nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal, yang meliputi variabel-variabel fundamental makroekonomi, nonekonomi, maupun news. Tujuan utama dari tulisan ini adalah untuk meneliti dan menganalisis pengaruh variabelvariabel fundamental makroekonomi, nonekonomi, dan news terhadap pergerakan nilai tukar rupiah per dolar AS. Tulisan ini menggunakan data bulanan dari Januari 2004 sampai dengan November 2014. Sumber data untuk tulisan ini diperoleh dari International Financial Statistic (IFS), web Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan studi Prasetyo (2014). Untuk mencapai tujuan tersebut, tulisan ini menggunakan metode estimasi Threshold Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (TARCH). Hasil estimasi dalam tulisan ini menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada periode tahun 2004-2014 dipengaruhi secara signifikan oleh variabel-variabel fundamental makroekonomi seperti nilai tukar periode sebelumnya dan perbedaan tingkat suku bunga bank sentral dalam negeri dan luar negeri di mana masingmasing bertanda positif dan negatif. Faktor-faktor nonekonomi yang memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah secara signifikan adalah waktu pelaksanaan pemilu dengan tanda koefisien adalah negatif. Selain faktor-faktor fundamental makroekonomi dan nonekonomi, pergerakan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh variabel news. Variabel news yang memengaruhi pergerakan nilai tukar secara signifikan adalah news tentang pertumbuhan jumlah uang beredar dan dan news tentang tingkat harga. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bersifat asimetris.
Penulis: Joko Tri Haryanto
Abstrak:
Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah telah mengubah Indonesia dari negara terpusat menjadi negara yang terdesentralisasi. Adapun implikasi langsung dari kebijakan ini adalah kebutuhan dana untuk membiayai pelaksanaan fungsi yang telah menjadi kewenangan daerah. Untuk membantu daerah dalam mendanai berbagai urusan dan yang telah didelegasikan kewenangan, pemerintah pusat menerapkan prinsip transfer ke daerah sesuai dengan kewenangan dan fungsi termasuk alokasi Dana Alokasi Umum (DAU). Dalam kebijakan DAU, pemerintah kemudian melakukan kebijakan hold harmless, di mana alokasi DAU tidak akan berkurang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kebijakan itu kemudian dianggap negatif bagi proses perhitungan formula DAU. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penghapusan kebijakan hold harmless sejak tahun 2008. Dengan menggunakan system dynamics, secara umum penghapusan kebijakan hold harmless akan memberikan kinerja pemerataan fiskal yang lebih baik. Namun demikian, kriteria pemilihan atau penetapan penyetaraan fiskal antardaerah perlu dibuat lebih objektif sesuai dengan tujuan awal alokasi DAU untuk menghindari kesalahan dalam menilai persepsi ekuitas antardaerah. Penelitian ini memberikan rekomendasi bahwa dengan mempertimbangkan pemerataan fiskal yang lebih baik, pelaksanaan penghapusan kebijakan hold harmless perlu dipertahankan. Penghapusan kebijakan ini juga pembelajaran untuk semua pemangku kepentingan untuk lebih berpikiran nasional (tidak hanya peduli dengan daerah masing-masing), serta upaya untuk meningkatkan kemandirian daerah, terutama daerah dengan kapasitas fiskal potensi tinggi.
Penulis: Dr. Ariesy Tri Mauleny, S.Si., M.E.
Abstrak:
Perpaduan pembangunan Jakarta dan daerah sekitarnya secara alami berawal dari aglomerasi yang didorong oleh konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi yang meliputi aspek ruang, tingkat komunitas, skala kota, dan kawasan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan keterkaitan antara aglomerasi, pertumbuhan, dan perubahan sosial ekonomi yang terjadi di Jakarta. Pendekatan yang digunakan adalah metode estimasi regresi data panel fixed effect menggunakan data kota/kabupaten administrasi di Jakarta tahun 2008-2013. Hasil penelitian menunjukkan aglomerasi produksi berpengaruh nyata dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi namun negatif terhadap tingkat kemiskinan dan IPM. Sementara aglomerasi penduduk berpengaruh nyata dan negatif bagi pertumbuhan dan tingkat kemiskinan namun positif terhadap IPM. Kota/kabupaten yang memiliki tanda fixed effect cross positif terhadap perkembangan sosial ekonomi adalah Jaksel, Jaktim, Jakpus, dan Jakbar, sementara Jakut dan Kepulauan Seribu menunjukkan tanda negatif. Rancangan kawasan megapolitan Jabodetabekjur diharapkan menjadi solusi bagi permasalahan Jakarta seperti banjir, kemacetan dan sampah, serta permasalahan tata ruang lainnya. Mempercepat koordinasi untuk penanganan isu-isu strategis daerah yang dapat meningkatkan kinerja perekonomian secara keseluruhan dan memperluas dampak pemerataan pembangunan, harus segera dilakukan. Pengembangan sistem transportasi yang menunjang aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya, perbaikan kualitas jalan, pengembangan angkutan umum massal, serta peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam pengendalian urbanisasi dan pengelolaan tata ruang dan wilayah, menjadi alternatif solusi yang dapat dilakukan.
Penulis: Masjudin Ashari
Abstrak:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah sebab APBD menggambarkan prioritas dan arah kebijakan pemerintahan dalam satu tahun anggaran yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Untuk itu, kepentingan rakyat harus menjadi prioritas utama dalam penganggarannya sesuai kondisi problematika daerahnya. Penelitian ini bertujuan menganalisis proses perencanaan partisipatif dan bagaimana penyerapan partisipasi masyarakat pada APBD Kabupaten Lombok Utara tahun 2009-2013 serta faktor-faktor yang memengaruhi tingkat penyerapan partisipasi masyarakat tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan paradigma interpretatif dengan pendekatan fenomenologi, sedangkan data dikumpulkan melalui wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses partisipatif yang melibatkan masyarakat hanya terjadi pada tahap penyelidikan, perumusan masalah, identifikasi daya dukung, dan perumusan tujuan, tidak pada tahap penetapan langkah-langkah rinci dan perancangan anggaran. Tingkat penyerapan partisipasi masyarakat pada APBD Kabupaten Lombok Utara tahun 2009-2013 adalah sangat baik dengan tingkat serapan anggaran rata-rata dalam 5 tahun terhadap belanja langsung 5 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah sebesar 50,36 persen. Faktor yang memengaruhi tingkat penyerapan partisipasi tersebut adalah (1) ketersediaan anggaran, (2) kepentingan politik, (3) kualitas usulan, dan (4) tingkat kepentingan (urgensi).
Penulis: Nafiah Ariyani
Abstrak:
Meskipun berbagai metode untuk menilai kinerja program pengentasan kemiskinan telah diterapkan, namun sebagian besar penilaian yang ada umumnya bersifat kualitatif, mendasarkan penilaian pada kriteria tunggal, dan berfokus pada program tertentu atau di daerah tertentu saja. Mengingat program pengentasan kemiskinan meliputi banyak dimensi dan kriteria guna menghadapi kemiskinan yang multidimensional, maka menggunakan penilaian tunggal akan menghambat efektivitas evaluasi program itu sendiri. Penelitian ini mengusulkan pendekatan baru dalam mengevaluasi program pengentasan kemiskinan dengan menggunakan teknik Rappoverty berdasarkan skala multi-dimensi (MDS) dan teknik utilitas multi atribut (MAUT). Pendekatan ini tidak hanya berkaitan dengan aspek multidimensi kriteria pengentasan kemiskinan, tetapi juga menetapkan faktor pengungkit program pengentasan kemiskinan. Kriteria dan data untuk analisis diperoleh melalui metode world cafe, wawancara dengan pemerhati kemiskinan, pengelola, dan penerima program, serta observasi terhadap data-data kemiskinan dan sumber-sumber lain. Temuan penelitian menunjukkan bahwa faktor perbedaan antarprogram, ketepatan program dengan kebutuhan masyarakat sasaran, keakuratan data calon penerima program, biaya manajemen, mekanisme penentuan target, kepraktisan organisasi, koordinasi antarlembaga, keberadaan lembaga-lembaga publik serta jumlah penerima manfaat program adalah faktor-faktor yang berperan sebagai pengungkit status keberlanjutan program pengentasan kemiskinan. Artinya jika di antara salah satu faktor-faktor ini dihilangkan maka akan berdampak pada status keberlanjutan program. Penelitian ini juga menunjukkan hasil evaluasi terhadap status keberlanjutan program pengentasan kemiskinan dan menyatakan bahwa program-program berbasis zakat adalah program dengan status keberlanjutan terbaik.
Penulis: Achmad Sani Alhusain, S.E., M.A.
Abstrak:
Gencarnya produk batik impor yang masuk ke Indonesia merupakan tantangan bagi industri Batik Surakarta untuk dapat bersaing. Dalam hal ini standardisasi merupakan salah satu strategi untuk dapat meningkatkan kualitas dan daya saing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaku usaha di Surakarta menjaga kualitas produk batik dan mengidentifikasi upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendorong pelaku usaha agar dapat memenuhi standar sehingga dapat meningkatkan daya saing batik Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dilakukan melalui wawancara mendalam dengan pemerintah daerah dan pelaku usaha industri. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar pelaku usaha Batik Surakarta berusaha sendiri untuk menjaga dan meningkatkan kualitas produk batiknya. Pelaku usaha Batik Surakarta khususnya industri kecil dan menengah menghadapi kendala untuk memenuhi standar kualitas nasional (SNI) terutama memenuhi persyaratan izin usaha dan biaya untuk memperoleh SNI. Sangat disayangkan bahwa sampai saat ini pemerintah, khususnya pemerintah daerah, masih belum memiliki infrastruktur yang cukup terutama laboratorium pengujian untuk memverifikasi pengajuan SNI sukarela. Pemerintah Kota Surakarta telah berusaha meningkatkan kualitas produk unggulan daerahnya agar dapat memenuhi SNI melalui program peningkatan kapasitas industri dan sumber daya manusia.
Penulis: Dr. Rohani Budi Prihatin, S.Ag., M.Si.
Abstrak:
ABSTRAK
Lebih dari empat dekade, kota-kota di Indonesia mengalami pertumbuhan penduduk yang dramatis. Pertumbuhan penduduk ini mengakibatkan krisis penggunaan lahan serta pertanian yang berdampak pada kesehatan, keamanan, dan keberlanjutan kota-kota tersebut. Tulisan ini membahas mengenai pola penggunaan lahan dan perubahan perubahannya sepanjang waktu di Kota Bandung dan Kota Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada tahun 2014 dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan memerhatikan aspek demografi dan urbanisasi, studi ini menyimpulkan bahwa selama ini terjadi ketidakkonsistenan pemerintah daerah dalam mempertahankan desain wilayah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Umumnya pemerintah daerah tergoda untuk mengalokasikan lahan permukiman atau perumahan real estat
Penulis: Sulis Winurini, S.Psi., M.Psi.
Abstrak:
ABSTRAK
Semenjak reformasi birokrasi dilaksanakan, jam kerja efektif pegawai diberlakukan secara ketat di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR RI. Secara tidak langsung, hal ini menambah tantangan tugas pengemudi antar jemput pegawai. Ditambah lagi, kondisi lalu lintas Jakarta juga semakin padat dan semrawut. Dengan kondisi yang demikian, beban kerja pengemudi bertambah dan diduga akan memengaruhi kualitas kinerjanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur beban kerja pengemudi antar jemput pegawai supaya tergambar informasi tentang kesesuaian tuntutan tugas dengan kapasitas yang dimiliki. Untuk memenuhi tujuan tersebut, jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan keadaan beban kerja mental pengemudi bus jemputan secara objektif dengan metode NASA TLX. Hasil yang diperoleh adalah beban kerja pengemudi tergolong tinggi, dengan skor 66.75. Di antara dimensi yang ada di dalam beban kerja, dimensi tingkat usaha adalah yang tertinggi dan dimensi tingkat frustasi adalah yang terendah. Faktor usia pengemudi dan kondisi kendaraan termasuk yang berkontribusi terhadap tingginya beban kerja pengemudi. Oleh karenanya, rekrutmen pengemudi dan perbaikan, bahkan penggantian kendaraaan dinas dengan yang baru menjadi rekomendasi.
Kata kunci: Analisa Beban Kerja, Metode Nasa TLX, pengemudi antar jemput pegawai.
Penulis: Elga Andina, S.Psi., M.Psi.
Abstrak:
ABSTRAK
Meningkatnya kasus pembegalan, apalagi yang dilakukan oleh remaja tidak bisa dikatakan sekedar kenakalan remaja, namun sudah menjadi kejahatan. Tulisan ini akan mengevaluasi kasus begal oleh remaja di Kota Depok dan mengidentifikasi penyebabnya berdasarkan teori kenakalan remaja. Penulis membandingkan antara 10 penyebab transisi kenakalan remaja menjadi kejahatan berdasarkan panduan PBB, dengan kondisi lapangan. Hasilnya, ditemukan bahwa ternyata proses transisi remaja yang tidak memiliki penerimaan diri, penguatan perilaku dan sistem pendukung sosial memadai menjadi pendorong terjerumusnya mereka menjadi pelaku kejahatan sadis. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan sistem pembangunan yang berfokus pada pengembangan kesejahteraan psikologis remaja.
Kata kunci: Begal, kenakalan remaja, kejahatan sadis, remaja.
Penulis: Joko Riskiyono
Abstrak:
ABSTRAK
Negara Indonesia merupakan negara hukum yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut dibutuhkan kebijakan berupa produk legislasi. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Pemerintah dalam proses membentuk undang-undang seharusnya melibatkan partisipasi masyarakat, begitupun pada saat implementasi dan pengawasan undang-undang tersebut. Dengan demikian tujuan pembentukan undang-undang untuk mewujudkan kesejahteraan umum dapat dicapai. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran aspirasi masyarakat dalam penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas), peran partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, dan menjawab bagaimana keterlibatan masyarakat atas pelaksanaan dan pengawasan suatu undang-undang. Hasil kajian menunjukkan bahwa DPR, DPD, dan Pemerintah dinilai belum aspiratif dalam melaksanakan fungsi legislasi mereka.
Kata kunci: Legislasi, partisipasi, implementasi.
Penulis: Andy Wiyanto
Abstrak:
Perubahan UUD 1945 membawa pergeseran paradigma hubungan antar-lembaga negara. Pembagian kekuasaan membentuk undang-undang setelah perubahan UUD 1945 mengalami perubahan secara signifikan. Namun pergeseran kekuasaan tersebut, bukan berarti tanpa kelemahan konseptual. Pendulum kekuasaan yang tadinya dominan eksekutif, kini menjadi dominan DPR. Gagasan untuk membatasi kekuasaan Presiden, ternyata teraplikasikan dalam sebuah norma. Selain karena Presiden masih memiliki kekuasaan yang cukup besar dalam membentuk undang-undang, sementara kekuasaan membentuk undang-undang yang dimiliki DPD tidak terlalu besar. Secara konseptual, kekuasaan membentuk undang-undang dalam sistem pemerintahan presidensial harus ditempatkan sebagai kekuasaan yang dimiliki legislatif. Sehingga terdapat pembagian kekuasaan yang seimbang dalam lembaga legislatif, yaitu antara DPR dan DPD. Sedangkan kedudukan Presiden dalam kekuasaan membentuk undang-undang harus ditempatkan sebagai pengejawantahan atas prinsip checks and balances. Oleh karena itu, pembagian kekuasaan dalam pembentukan undang-undang masih perlu disempurnakan. Tulisan ini berusaha untuk menjawab tantangan tesebut dan berupaya menggagas format yang lebih baik lagi ke depan.
Penulis: Denico Doly, S.H., M.Kn.
Abstrak:
KPI sebagai lembaga negara independen yang diatur dalam UU Penyiaran dinilai belum dapat melaksanakan fungsi, tugas, dan kewenangannya secara maksimal. Hal ini dikarenakan berbagai permasalahan yang ada dalam tubuh KPI. Kelembagaan dan peraturan pelaksana undang-undang merupakan permasalahan utama bagi KPI dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan kewenangannya. Upaya penguatan kelembagaan KPI perlu dilakukan dengan melakukan pembenahan dalam tubuh KPI. Adapun pembenahan ini dilakukan dengan mempertegas kelembagaan KPI, merubah struktur kelembagaan KPI, dan memberi perangkat hukum yang dapat menunjang kinerja KPI.
Penulis: Dr. Inosentius Samsul
Abstrak:
Penelitian tentang penegakan hukum perlindungan konsumen melalui penyelenggaraan metrologi legal dalam era desentraliasi didasarkan pada pemikiran bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal merupakan produk hukum pada pemerintahan yang bersifat sentralistik. Setelah memasuki era desentralisasi yang dimulai pada tahun 1999 dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 maka jelas sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut kewenangan pemerintah pusat dan daerah berbeda. Penelitian ini juga penting ini penting sebab baik pada era sentralistik maupun desentralistik tetap berkaitan dengan kepentingan perlindungan konsumen. Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi
Legal tetap memiliki aspek perlindungan konsumen baik pada era sentralistik, maupun desentralistik. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menjawab dua pertanyaan, yaitu pertama bagaimana penyelenggaraan metrologi legal sebagai bentuk perlindungan konsumen oleh Pemerintah Daerah? Kedua, faktor-faktor apa saja yang berkontribusi dalam penegakan hukum metrologi legal? Penelitian
ini adalah penelitian sosio-legal. Penelitian ini sampai pada temuan, yaitu bahwa penyelenggaraan oleh pemerintah daerah berbeda-beda, dengan kewenangan yang tidak sama antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya, sebab urusan metrologi legal adalah urusan pilihan. Kedua, ada faktor hukum dan non-hukum sebagai penghambat bagi pelaksanaan urusan metrologi legal, yaitu faktor norma, faktor penegak hukum/SDM, faktor sarana dan prasarana, serta faktor masyarakat dan budaya hukum.
Disarankan agar penyelenggaraan metrologi legal menjadi urusan wajib yang diletakan di kabupaten/kota. Hal tersebut disamping dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, perlu juga ditetapkan dalam Undang-Undang tentang Metrologi Legal yang baru.
Penulis: Hanafi Amrani
Abstrak:
Artikel ini bertujuan menganalisis perlindungan konsumen terhadap praktik bisnis curang dan problematika penegakan hukumnya melalui sarana hukum pidana. Tiga kategori praktik bisnis curang yang rentan terhadap pelanggaran hak-hak konsumen yang dibahas dalam artikel ini adalah produk makanan dan obat-obatan yang berbahaya bagi kesehatan, pemberian keterangan yang tidak benar terhadap suatu produk barang atau jasa, dan iklan yang menyesatkan. Praktik bisnis curang yang masuk ke dalam ketiga kategori tersebut dalam praktiknya terjadi perbedaan sudut pandang, apakah tergolong ‘business tort’ ataukah sudah masuk ke dalam kategori ‘business crime’ sehingga kebijakan untuk melakukan kriminalisasi dapat dilakukan. Di samping itu juga ada perbedaan sudut pandang terkait dengan apakah suatu perbuatan masih dalam kategori legal atau paling tidak unethical ataukah sudah masuk ke dalam kategori illegal yang harus dikenakan sanksi pidana. Hukum pidana sebagai salah satu sarana dalam memberikan perlindungan konsumen terhadap praktik bisnis curang nampaknya masih menghadapi berbagai kendala. Kendala tersebut tentu saja menimbulkan problematika dalam penegakan hukumnya. Masalah-masalah yang diidentifikasi dapat mempengaruhi terhadap penegakan hukum ini meliputi masalah perundang-undangan, masalah pembuktian, masalah sarana atau fasilitas yang tidak memadai, masalah profesionalisme aparat penegak hukum, masalah sikap mental aparat dan Pelaku Usaha, dan yang tidak kalah penting adalah ‘political will’ dari pemerintah terkait dengan perlindungan konsumen.