Parliamentary Review

Vol. VI / No. 4 - Desember 2024

Penulis:
(Rafika Sari, S.E., M.S.E.)

Abstrak:
Postur RAPBN TA 2025 dirancang sebagai APBN transisi untuk mempersiapkan pemerintahan presiden terpilih Prabowo mulai Oktober 2024. RAPBN TA 2025 harus dikelola dengan teliti dan cermat agar dapat merespons berbagai tantangan yang sering muncul, baik dalam bentuk counter cyclical dan shock absorber terhadap guncangan ekonomi global yang sangat dinamis, sekaligus memastikan agar akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dalam mengejar cita-cita Indonesia Emas 2045. Tujuannya untuk mengkaji bagaimana dampak penurunan anggaran infrastruktur dalam masa transisi kepemimpinan dalam APBN TA 2025 dan bagaimana dampak dari penurunan proporsi anggaran infrastruktur. Penyesuaian berbagai kebijakan anggaran pada masa transisi ini menjadi momen penting untuk memastikan bahwa semua program strategis yang telah dirintis dan program presiden terpilih dapat berjalan. Pembiayaan infrastruktur harus melakukan penyesuaian dengan mencari alternatif melalui investasi yang bersumber dari swasta baik dalam maupun luar negeri, melalui penerbitan dua beleid pembiayaan infrastruktur, yaitu hak pengelolaan terbatas (land concession scheme [LCS]) dan pengelolaan peningkatan perolehan nilai kawasan (land value capture [LVC]). Untuk itu, Komisi V DPR RI perlu mendorong pemerintah untuk mengkaji kedua inovasi dalam skema pembiayaan secara mendalam sebelum diimplementasikan. Komisi V DPR RI juga mendorong pemerintah untuk dapat memberikan konsesi infrastruktur secara transparan dan akuntabel.

Penulis:
(Drs. Prayudi, M.Si.)

Abstrak:
Problem pasangan calon (paslon) tunggal di Pilkada serentak 2024 memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan fenomena politik paslon tunggal di pilkada-pilkada sebelumnya. Meskipun sudah dijebol tembok ambang batas penghalang proses pencalonannya oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, tetapi pencalonan Pilkada 2024 belum maksimal dalam kontestasi demokrasinya yang sehat. Ada faktor primer yang menimbulkan kuatnya cengkeraman faktor-faktor sekunder dari belum berkualitasnya demokrasi pilkada. Faktor primer otokratisasi politik ini semakin memperkuat faktor-faktor sekunder keterbatasan sumber daya partai-partai politik, termasuk belum terlampau kuatnya di bidang kaderisasi. Dalam rangka mengatasi paslon tunggal pilkada, maka direkomendasikan agar DPR RI melalui Komisi II merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pilkada, terutama menyangkut ambang batas pencalonan di Pasal 40 ayat (1) dan (2) sesuai Putusan MK No. 60/PUU/XXII/2024 dan sekaligus mengubah Pasal 54 C ayat (2) sesuai Putusan MK No. 126/PUU-XXII/2024 yang memerintahkan mulai Pilkada 2029 mengakomodasi desain surat suara model plebisit. Di samping itu, perlu kodifikasi UU Pemilu dan UU Pilkada yang tidak terpisah naskahnya, melalui pengajuan RUU Pemilu yang mencakup materi muatan keduanya guna memisahkan pemilu nasional dan pemilu lokal.

Penulis:
(Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.)
(Sulasi Rongiyati, S.H., M.H.)
(Dewi Wuryandani, S.T., M.M.)

Abstrak:
UMKM berperan penting dalam perekonomian nasional, namun acapkali terkendala modal usaha. Penyebabnya, UMKM sulit mengakses pembiayaan, apalagi jika kreditnya macet. Untuk itu, ada kebijakan menghapus tagih kredit macet UMKM. Namun ada kekhawatiran muncul moral hazard UMKM untuk menghindar dari kewajibannya melunasi kredit. Tulisan ini mengkaji perkembangan kredit macet UMKM beserta dampaknya dan upaya mencegah moral hazard dalam pelaksanaan kebijakan hapus tagih kredit macet UMKM. Tulisan bertujuan untuk mencegah moral hazard agar kebijakan hapus tagih kredit macet UMKM berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil kajian, kredit macet UMKM cenderung meningkat setiap tahunnya dan berdampak tidak hanya pada usaha pelaku UMKM, melainkan juga pada lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi lokal, dan stabilitas sektor keuangan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan menghapus tagih kredit macet UMKM. Untuk mencegah moral hazard UMKM, dapat dilakukan melalui regulasi yang komprehensif, jelas, dan berkepastian hukum. Selain itu juga perlu ada pemberdayaan UMKM melalui edukasi, informasi yang tepat, dan sistem pengawasan yang baik. Dengan strategi yang tepat, risiko kredit macet dapat dikurangi dan moral hazard dapat dicegah. Komisi XI perlu mengingatkan perbankan untuk profesional dan akuntabel dalam pelaksanaan hapus tagih kredit macet UMKM. Komisi VII perlu mendorong Kementerian UKM melakukan pemberdayaan UKM melalui sosialisasi, edukasi, dan pendampingan dalam penyelesaian kredit macet.

Vol. VI / No. 3 - September 2024

Penulis:
(Novianti, S.H., M.H.)

Abstrak:
Persoalan dualisme coast guard antara Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) salah satu substansi yang menjadi perdebatan dalam pembahasan RUU Kelautan. Hal ini disebabkan dua lembaga tersebut menggunakan nomenklatur coast guard yakni KPLP menggunakan dasar hukum UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran) dan Bakamla menggunakan dasar hukum UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (UU Kelautan). Kedua peraturan tersebut perlu dikaji, terutama yang berkaitan dengan coast guard yang saling beririsan, sehingga dapat menjadi masukan dalam revisi UU Kelautan. Adanya dualisme kelembagaan coast guard antara KPLP dan Bakamla yang didasarkan pada dua pengaturan yang berbeda yakni UU Pelayaran dan UU Kelautan perlu dilakukan sinkronisasi melalui revisi UU Kelautan tersebut. Kelembagaan coast guard sebaiknya dibentuk melalui kajian model kelembagaan yang efektif untuk melaksanakan fungsi tata kelola keselamatan, keamanan dan penegakan hukum yang paling efektif dan memperhatikan implikasi hukumnya. Sementara mengenai bentuk kelembagaan coast guard di luar negeri tidak ada bentuk yang baku, hal ini tergantung pada kebijakan negaranya masing-masing. Pansus RUU Kelautan DPR RI mendorong agar revisi UU Kelautan, khususnya coast guard, kedudukannya dapat sejajar dengan coast guard di negara lain dan menggambarkan kepentingan Indonesia dalam pengamanan lautnya.

Penulis:
(Sri Nurhayati Qodriyatun, S.Sos., M.Si.)
(Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.)
(Teddy Prasetiawan, S.T., M.T.)

Abstrak:
Perdagangan karbon merupakan strategi utama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Blue carbon, karbon yang tersimpan di ekosistem pesisir seperti mangrove, padang lamun, dan rawa asin, memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim dan perdagangan karbon. Namun, penerapan nilai ekonomi karbon (NEK) dari blue carbon memerlukan infrastruktur yang memadai untuk pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) emisi karbon. Proses MRV ini membutuhkan data akurat dan terverifikasi, tetapi data terkait stok karbon di ekosistem blue carbon masih terbatas. Kajian ini bertujuan mengidentifikasi tantangan dalam mengintegrasikan blue carbon ke mekanisme perdagangan karbon. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi besar dalam memanfaatkan blue carbon, terdapat beberapa hambatan seperti kurangnya dukungan kebijakan, keterbatasan data yang akurat, infrastruktur dan teknologi yang belum memadai, serta regulasi yang belum sepenuhnya mendukung. Untuk mengatasi hambatan itu, perlu peningkatan kapasitas teknologi, pembangunan infrastruktur pendukung, dan skema pendanaan yang efektif. Selain itu, regulasi yang jelas dan dukungan kebijakan yang kuat diperlukan untuk mengintegrasikan blue carbon dalam perdagangan karbon, serta meningkatkan partisipasi dan insentif ekonomi bagi masyarakat lokal. DPR RI, khususnya Komisi IV dan Komisi XI, perlu mendukung upaya yang terintegrasi agar Indonesia dapat memaksimalkan potensi blue carbon dalam mitigasi perubahan iklim dan perdagangan karbon serta mendorong disusunnya RUU Perubahan Iklim.

Penulis:
(Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.)
(Sony Hendra Permana, S.E., M.S.E.)
(Dewi Restu Mangeswuri, S.E., M.Si.)

Abstrak:
Pada tahun 2024 program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) yang diluncurkan Kementerian PUPR menargetkan 738 lokasi di berbagai daerah Indonesia untuk mendukung produktivitas masyarakat, terutama di perdesaan. Meskipun memiliki potensi besar untuk membangun ekonomi kerakyatan, program PISEW juga menghadapi tantangan. Kajian ini bertujuan untuk melihat bagaimana implementasi program PISEW beserta tantangannya. Sejak 2016 sampai dengan saat ini, program PISEW telah dilaksanakan di lebih dari 7.400 lokasi dengan serapan tenaga kerja lebih dari 100.000 orang. Beberapa tantangan yang dihadapi yaitu rendahnya koordinasi antarinstansi dan partisipasi masyarakat, keterbatasan anggaran dan sumber daya, pemeliharaan infrastruktur yang belum optimal, adanya kendala geografis dan lingkungan, serta keterbatasan data dan informasi. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah kebijakan seperti meningkatkan koordinasi antarinstansi dan edukasi bagi masyarakat. Selain itu, perlu optimalisasi anggaran dan penyusunan strategi pemeliharaan yang efektif, mitigasi risiko bencana dan perubahan iklim, serta pemanfaatan data dan teknologi. Komisi V DPR RI harus melakukan pengawasan yang menyeluruh untuk memastikan pengelolaan dana dan perencanaan serta pelaksanaan program dilakukan secara transparan dan akuntabel. Melalui kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat, diharapkan Indonesia dapat lebih maju dan berkelanjutan.

Vol. VI / No. 2 - Juni 2024

Penulis:
(Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.)
(Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.)

Abstrak:
Digitalisasi dilakukan melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), ditujukan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya. Berdasarkan hal tersebut di atas maka tujuan penulisan ini untuk mengkaji tentang masalah utama dalam digitalisasi, kondisi terkini birokrasi administrasi pemerintah daerah, dan urgensi digitalisasi administrasi pemerintah daerah? Ditemukan bahwa sejak April 2024 sebanyak 31 instansi di pemerintah daerah dan sembilan pemerintah pusat telah memasuki tahap uji coba Portal Layanan Administrasi Pemerintahan di Bidang Aparatur Negara. Dengan digitalisasi birokrasi ini, ke depannya, diharapkan akan muncul inovasi-inovasi baru yang saling menguatkan, bersinergi dan berkolaborasi dengan sistem yang telah ada. Komisi II DPR RI dalam fungsi pengawasan perlu mendesak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) untuk melakukan percepatan program digitalisasi administrasi pemerintah daerah. Hal ini dilakukan agar setiap instansi pemerintahan dapat mencapai tujuan utamanya, yaitu memberikan pelayanan publik (public service) dan meningkatkan kesejahteraan rakyat (public welfare).

Penulis:
(Drs. Juli Panglima Saragih, M.M.)
(Eka Budiyanti, S.Si., M.S.E.)
(T. Ade Surya, S.T., M.M.)

Abstrak:
Sepanjang tahun 2023, perdagangan luar negeri Indonesia cukup terjaga baik dan relatif meningkat, meski di tengah ketidakpastian ekonomi dunia. Dalam menjaga stabilitas ketahanan ekonomi domestik, pemerintah menerapkan berbagai kebijakan, salah satu di antaranya adalah kebijakan mengenai 30 persen devisa hasil ekspor dari barang ekspor sumber daya alam (DHE SDA) wajib disimpan di sistem keuangan Indonesia (SKI). Mengingat potensi DHE SDA sangat besar maka menjadi menarik untuk mengetahui bagaimana kinerja penerapan kebijakan DHE SDA dan strategi untuk meningkatkan ekspor non-migas. Dengan adanya ketentuan 30 persen DHE SDA wajib disimpan di SKI maka terdapat potensi peningkatan ketersediaan likuiditas valas dalam negeri (hasil dari penempatan DHE SDA). Strategi yang dapat diambil pemerintah juga turut berpengaruh terhadap peningkatan ekspor non-migas yang diharapkan dapat ikut mendorong optimalisasi dari DHE SDA. Di antaranya adalah strategi menentukan komoditas unggulan yang berorientasi ekspor dan strategi meningkatkan diplomasi ekonomi dan dagang, serta peningkatan akses ke pasar baru di luar lima negara utama tujuan ekspor. Komisi VI DPR RI perlu mengawasi pemerintah dalam menerapkan kebijakan DHE SDA agar dapat berjalan seoptimal mungkin.

Penulis:
(Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E.)
(Dr. Rasbin, S.TP., M.S.E.)
(Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.)

Abstrak:
Visi Indonesia Emas 2045 dituangkan oleh Kementerian Perencanaan Nasional (Kementerian PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Salah satu visi Indonesia tahun 2045 adalah Indonesia memiliki pendapatan per kapita setara dengan negara maju yang menurut versi World Bank sebesar US$12.535. Tulisan ini bertujuan untuk melakukan analisis terkait strategi dan perhitungan bagaimana Indonesia mewujudkan target tahun 2045 menjadi negara dengan pendapatan per kapita setara negara maju. Dengan menggunakan survei literatur dan perhitungan menggunakan inflation-adjusted growth model, tulisan ini menemukan bahwa untuk mencapai pendapatan per kapita sebesar itu dibutuhkan syarat minimal, yaitu minimal pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6 persen. Jika pemerintah hanya melakukan business as usual maka target Indonesia memiliki pendapatan per kapita setara negara maju tidak mungkin tercapai. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen akan dapat tercapai jika variabel yang mendorong pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan. Pemerintah bersama DPR RI khususnya Komisi XI harus dapat melakukan koordinasi untuk membuat kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen melalui peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi. Selain itu, DPR RI khususnya Komisi VI bersama pemerintah juga harus berkoordinasi untuk mendorong sektor ekspor. Bauran kebijakan tersebut diharapkan bisa menghasilkan peningkatan pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen.

Vol. VI / No. 1 - Maret 2024

Penulis:
(Venti Eka Satya, S.E., M.Si., Ak.)
(Monika Suhayati, S.H., M.H.)

Abstrak:
Desentralisasi fiskal merupakan salah satu konsekuensi dari otonomi daerah. Desentralisasi dapat berjalan optimal apabila daerah otonom memiliki kemampuan finansial yang memadai/kemandirian fiskal. Kemandirian fiskal merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan otonomi daerah. Artikel ini bertujuan menganalisis tolok ukur kemandirian fiskal daerah dan efektivitas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) dalam mendorong peningkatan kemandirian fiskal daerah. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kemandirian fiskal pemerintah daerah (pemda) di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya indeks kemandirian fiskal dan kapasitas fiskal pemda. Selain itu, pemerataan kesejahteraan masyarakat antardaerah juga masih sangat rendah. Ketimpangan ini terjadi baik di tingkat pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Pengaturan dalam UU HKPD belum cukup efektif untuk mendorong kemandirian fiskal daerah dikarenakan adanya penyesuaian beberapa tarif PDRD yang berpotensi menimbulkan beban ekonomi bagi pengusaha maupun masyarakat. Tulisan ini merekomendasikan peningkatan edukasi dan pembinaan kepada pemda, penetapan tarif pajak, dan opsen oleh pemda yang tidak memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Selain itu, Komisi XI DPR RI perlu memastikan pelaksanaan berbagai upaya tersebut mengawasi pembentukan peraturan daerah terkait dan pelaksanaan UU HKPD agar dapat berdampak positif pada kemandirian fiskal daerah.

Vol. V / No. 4 - Desember 2023

Penulis:
(Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E.)
(Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.)

Abstrak:
Proses pemindahan ibu kota negara secara resmi dimulai saat disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Tulisan ini membahas bagaimana kesiapan Indonesia dalam membangun IKN ditinjau dari sisi pendanaan dan pembiayaan. Target pendanaan IKN yang dimulai dari tahun 2022-2024 adalah sebesar Rp466,98 triliun yaitu dengan skema APBN (Rp91,29 triliun), KPBU (Rp252,46 triliun), dan badan usaha/swasta (Rp123,23 triliun). Keputusan pemerintah untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan lain (sekitar 80%) selain APBN dalam rangka mendanai IKN seperti sektor swasta, investor asing, dan KPBU dinilai cukup tepat. DPR RI khususnya Komisi V, VI, dan XI perlu mendorong pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan baru; merencanakan dan mengelola anggaran dan pembiayaan dengan akuntabel dan transparan; serta meningkatkan kinerja, sistem pengawasan pembiayaan pembangunan IKN, dan manajemen risiko yang baik.

Penulis:
(Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.)
(Dewi Wuryandani, S.T., M.M.)

Abstrak:
Pertumbuhan paten di Indonesia cukup baik, sayangnya pertumbuhan tersebut didominasi oleh paten dari luar negeri. Untuk itu, ada beberapa upaya yang dilakukan untuk menghasilkan invensi/inovasi, antara lain melakukan sosialisasi, pendampingan penyusunan spesifikasi paten (drafting paten), mendorong inventor melakukan penelitian yang berorientasi paten, dan melakukan upaya komersialisasi invensi. Selain itu, pengaturan transfer teknologi dalam undang-undang yang mengatur paten sangat penting.

Vol. V / No. 3 - September 2023

Penulis:
(Dr. Rasbin, S.TP., M.S.E.)
(Eka Budiyanti, S.Si., M.S.E.)

Abstrak:
Isu ekspor hijau merupakan salah satu faktor penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan sekaligus upaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) serta mencapai net-zero emissions (NZE). Secara eksplisit, pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai saat ini belum serius memperhitungkan ekpor hijau. Studi tentang hubungan antara ekspor hijau dan pertumbuhan ekonomi juga masih belum dilakukan di Indonesia. Tulisan ini mengkaji perkembangan ekspor hijau Indonesia dan korelasinya dengan pertumbuhan ekonomi. Selama periode 2000–2021, kontribusi ekspor hijau terhadap total ekspor Indonesia masih sangat rendah. Sementara itu, total ekspor justru mempunyai kontribusi lebih besar dibandingkan ekspor hijau terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB). Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi ekspor. Dalam hal ini, diperlukan persyaratan pemenuhan standar industri hijau terhadap produk-produk impor yang masuk ke Indonesia. Selain itu, pemerintah perlu mendorong daya saing produk-produk yang akan diekspor agar dapat memenuhi persyaratan standar industri hijau.

Penulis:
(Rafika Sari, S.E., M.S.E.)
(Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.)

Abstrak:
Tulisan ini membahas evaluasi pelaksanaan subsidi angkutan perintis tahun 2023 dan rencana peningkatannya pada tahun 2024 untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah dan aksesibilitas masyarakat, serta menurunkan disparitas harga barang. Penulis menyoroti kenaikan anggaran subsidi angkutan perintis 2024, seperti 13,64% untuk angkutan darat, 27,2% untuk angkutan laut, 0,70% untuk angkutan udara, dan 0,59% untuk perkeretaapian dibandingkan tahun sebelumnya. Penulis juga menekankan pentingnya integrasi antara anggaran subsidi dan pembangunan infrastruktur transportasi. Penulis menyarankan evaluasi oleh Komisi V DPR RI terhadap realisasi anggaran subsidi 2023 untuk perbaikan rencana dan pelaksanaan anggaran 2024. Selain itu, diperlukan langkah-langkah untuk menghindari tumpang tindih dengan jalur komersial yang sudah dilayani oleh sektor swasta.

Penulis:
(Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.)
(Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.)

Abstrak:
Menurut UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, ASN meliputi PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian (PPPK). Transisi pegawai honorer menjadi PPPK dilakukan melalui seleksi oleh Panselnas. Konsep satu data mendorong pengambilan kebijakan berdasarkan data akurat dan terbuka. Artikel ini mengevaluasi masalah rekrutmen PPPK guru dalam kerangka satu data. Beberapa daerah mengalami masalah penerimaan PPPK guru karena perbedaan data pelamar. Portal resmi data.go.id tidak digunakan untuk pendataan PPPK. Komisi II DPR RI meminta Kemenpan-RB untuk rekonsiliasi data. Diharapkan pemerintah memperbarui data secara berkala dan mengintegrasikannya dalam sistem pengadaan yang dapat diakses oleh Kemendikbudristek, BKN, dan instansi daerah.

Vol. V / No. 2 - Juni 2023

Penulis:
(Venti Eka Satya, S.E., M.Si., Ak.)
(Dr. Suhartono, S.IP., M.P.P.)

Abstrak:
Nilai investasi Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2022. Hal ini menunjukkan keberhasilan upaya pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Namun demikian, masih ditemui berbagai kendala dalam meningkatkan investasi. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi investasi, yaitu: suku bunga, inflasi, nilai tukar, pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi, sarana dan prasarana, aturan perundang-undangan, kualitas sumber daya manusia, serta keadaan sosial budaya. Peran DPR RI sangat dibutuhkan untuk mengawasi efektivitas kinerja pemerintah dalam meningkatkan investasi. DPR RI dan pemerintah perlu duduk bersama untuk memikirkan solusi terbaik bagi permasalahan investasi ini. Selain itu, perlu disusun regulasi khusus dalam mendorong tumbuhnya investasi nasional yang sifatnya komprehensif dan mengikat sehingga mampu memberikan kepastian hukum bagi investor.

Penulis:
(Sulasi Rongiyati, S.H., M.H.)
(Monika Suhayati, S.H., M.H.)

Abstrak:
Progres pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) baru terlaksana 27% melalui pendanaan APBN, sementara minat investasi melalui 182 letter of intent yang diajukan oleh investor, belum ada realisasinya. Oleh karena itu, skema pendanaan/pembiayaan pembangunan IKN yang didominasi pembiayaan non-APBN atau investor swasta (81%) membutuhkan komitmen pemerintah melalui pemberian kemudahan berusaha dan jaminan kepastian hukum atas terselenggaranya pembangunan IKN. Guna menarik investor non- APBN, pemerintah melalui Otorita Ibu Kota Negara (OIKN) dan kementerian terkait perlu mengadakan pendekatan dan dialog persuasif dengan investor swasta serta menyertakan upaya untuk meminimalisasi kendala nonregulasi yang berpotensi pada ketidakpastian hukum. DPR RI melalui fungsi pengawasan di komisi terkait, terutama komisi yang membidangi investasi, infrastruktur, dan pertanahan, perlu memastikan investasi pembangunan di IKN berjalan secara kondusif dan memiliki kepastian hukum.

Penulis:
(Novianti, S.H., M.H.)

Abstrak:
UU Landas Kontinen yang pada awalnya tidak memasukkan penyidik Polri dalam Penyidikan di Landas Kontinen menjadi persoalan karena tidak sejalan dengan KUHAP, mengingat di wilayah Landas Kontinen juga berlaku KUHAP. Dalam pengaturan penyidikan di wilayah yurisdiksi landas kontinen dan ZEEI terdapat ketidaksinkronan. UU ZEEI tidak menyebutkan penyidik Polri sebagai penyidik tindak pidana di wilayah yurisdiksi ZEEI, namun Pasal 13 ZEEI menyebutkan aparatur penegak hukum yang berwenang dapat mengambil tindakan-tindakan penegakan hukum sesuai dengan KUHAP, seperti penangkapan dan penahanan, dengan pengecualian tertentu. DPR RI dalam hal ini Komisi III, dalam melaksanakan fungsi legislasi perlu merevisi KUHAP, yakni terkait dengan pengaturan penyidikan tindak pidana yang dilakukan di wilayah yurisdiksi, baik di Landas Kontinen maupun ZEEI, agar terdapat sinkronisasi dalam pelaksanaan penyidikan.

Vol. V / No. 1 - Maret 2023

Penulis:
(Sri Nurhayati Qodriyatun, S.Sos., M.Si.)
(Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.)

Abstrak:
Selama ini potensi sumber daya kelautan belum termanfaatkan secara optimal dalam mendukung pencapaian ketahanan pangan dan gizi nasional. Masyarakat lebih banyak mengonsumsi padi-padian daripada ikan atau 40,46% konsumsi masyarakat berasal dari padi-padian. Dari total konsumsi per kapita per hari penduduk Indonesia sebesar 2.079,09 kkal, sebesar 841,27 kkal berasal dari padi-padian. Sementara itu, perubahan iklim sangat berdampak terhadap produksi pertanian yang merupakan penyumbang utama ketahanan pangan nasional. Untuk itu, pemerintah melakukan upaya peningkatan produksi perikanan dari sumber daya laut dengan menerapkan kebijakan ekonomi biru. Namun, dalam penerapannya terdapat beberapa kendala, yakni masih adanya praktik perikanan yang tidak ramah lingkungan, kurangnya penggunaan teknologi dalam penangkapan ikan, keterbatasan akses nelayan terhadap teknologi, dan terbatasnya infrastruktur perikanan. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas perikanan.

Vol. IV / No. 4 - Desember 2022

Penulis:
(Yulia Indahri, S.Pd., M.A.)
(Fieka Nurul Arifa, M.Pd.)

Abstrak:
Penguatan dan pengembangan sumber daya manusia dilakukan melalui proses pendidikan baik melalui jalur formal, nonformal, maupun informal di setiap jenjang termasuk pendidikan tinggi. Kiprah pendidikan tinggi dilaksanakan melalui tridarma pendidikan yakni pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Faktor yang memengaruhi pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia selain akses adalah kebijakan penerimaan mahasiswa baru. Tulisan ini menganalisis perubahan model seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Perubahan tersebut erat kaitannya dengan akses pendidikan yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Melalui kajian literatur, ditemui bahwa telah beberapa kali dilakukan perubahan model seleksi. Kebijakan Merdeka Belajar yang tertuang dalam dua puluh dua episode hingga November 2022 ditempuh untuk mewujudkan visi Indonesia maju, yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila. Terobosan Merdeka Belajar Episode 22 adalah mengenai transformasi seleksi penerimaan mahasiswa baru di PTN. Kebijakan ini diluncurkan terutama untuk menyelaraskan capaian pembelajaran di pendidikan dasar dan menengah dengan skema seleksi masuk PTN serta mendorong proses pembelajaran di jenjang pendidikan dasar dan menengah yang lebih holistik. Tetapi permasalahan akses pendidikan akan terus menjadi pertimbangan dalam menyusun kebijakan pendidikan nasional di semua jenjang. Semua kebijakan Merdeka Belajar untuk jenjang pendidikan tinggi diharapkan dapat membuka akses pendidikan yang lebih luas. Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan perlu secara fokus memahami permasalahan akses pendidikan tinggi dan permasalahan umum pendidikan nasional lainnya agar cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa dapat diwujudkan bersama-sama.

Penulis:
(Dr. Suhartono, S.IP., M.P.P.)
(Venti Eka Satya, S.E., M.Si., Ak.)

Abstrak:
Tujuan utama kebijakan subsidi Indonesia adalah menjaga daya beli kelompok masyarakat miskin agar tetap memiliki akses terhadap pelayanan publik, pembangunan ekonomi dan sosial. Tapi pada praktiknya yang terjadi adalah kebijakan subsidi tidak mampu memberikan perlindungan terhadap kelompok masyarakat miskin. Artikel ini bertujuan membahas dan menganalisis lebih jauh kebijakan subsidi yang telah dikeluarkan dan dilaksanakan pemerintah dan dampaknya terhadap tingkat kemiskinan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif analisis dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari sumber-sumber yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi subsidi selama ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan nasional. Hal ini dikarenakan skema subsidi yang selama ini bersifat umum dan luas sehingga tidak hanya dinikmati oleh masyarakat miskin. Khusus untuk pengentasan kemiskinan tidak cukup dengan alokasi subsidi namun juga membutuhkan tata kelola karena persoalan kemiskinan berdimensi luas.

Penulis:
(Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.)
(Dewi Wuryandani, S.T., M.M.)

Abstrak:
Perubahan perilaku masyarakat yang menjadi gemar berbelanja secara online menuntut pelaku usaha, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menguasai teknologi digital agar dapat memasarkan dan menjual produknya secara online. Perilaku masyarakat untuk berbelanja secara online diprediksi akan terus berlanjut meskipun pandemi Covid-19 suatu saat telah berakhir, apalagi teknologi informasi telah berkembang dengan pesat. Pesatnya perkembangan teknologi digital menjadi tantangan tersendiri, sekaligus peluang yang harus bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh UMKM untuk meningkatkan kinerjanya. Tulisan ini hendak mengkaji kebijakan pemerintah, kendala, dan solusinya dalam meningkatkan transformasi digital UMKM. Hasil kajian menunjukkan pemerintah menargetkan sebanyak 30 juta UMKM masuk dalam ekosistem digital pada tahun 2024. Untuk mencapai target tersebut, kebijakan pemerintah yang tepat sangat diperlukan untuk meningkatkan transformasi digital UMKM, di antaranya membangun infrastruktur teknologi digital, meningkatkan literasi digital pelaku UMKM, dan mendorong UMKM untuk masuk dalam platform digital untuk go global. Untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan penambahan alokasi modal dan investasi bagi UMKM. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong pemerintah daerah untuk memanfaatkan program-program yang telah direncanakan sebaik-baiknya dan membantu pelaku UMKM sehingga dapat terwujud ketersediaan akses data dari berbagai pihak dalam ekosistem digital, pemanfaatan data oleh berbagai pihak dalam ekosistem tersebut, serta adanya data security system dan data analytic.

Vol. IV / No. 3 - September 2022

Penulis:
(Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.)
(Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.)

Abstrak:
Kebijakan percepatan penggunaan internet di desa diarahkan pada terwujudnya Program Desa Digital di seluruh Indonesia. Kebijakan ini bertujuan agar peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar desa dapat merata secara nasional. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini akan me-review, bagaimana optimalisasi pembangunan desa melalui kebijakan desa digital dilihat dari aktivitas pelayanan publik pemerintah desa dan penggunaan website desa. Ditemukan bahwa Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) telah mengatur agar desa memiliki kewenangan dan tanggung jawab secara mandiri dalam hal mengatur rumah tangganya sendiri, termasuk bagaimana menentukan pola pelayanan terhadap masyarakatnya. Oleh sebab itu, upaya memberikan penguatan atas penggunaan website desa harus terus ditingkatkan, sejalan dengan tantangan globalisasi informasi dan budaya serta interaksi masyarakat dalam menggunakan media komunikasi. Upaya tersebut perlu didukung dengan adanya ketersediaan jaringan internet di desa serta keberadaan SDM yang kompeten sebagai aparat desa. Perangkat desa harus mampu mengaplikasi internet desa, serta diberikan program-program pelatihan maupun pendampingan untuk membuat konten- konten digital. Desa yang memiliki sistem informasi yang baik akan mudah dalam memberikan informasi kepada masyarakat desanya dan juga kalangan yang lebih luas seperti instansi-instansi pemerintah terkait baik pada level daerah hingga pusat, dan masyarakat umum. Desa juga akan lebih mudah dalam memperkenalkan dan mempromosikan potensi-potensi desanya. Selain itu, masyarakat juga akan lebih mudah dalam mengamati dan mengakses informasi terbaru tentang data dan infrastruktur desa secara online.

Penulis:
(Sulasi Rongiyati, S.H., M.H.)
(Monika Suhayati, S.H., M.H.)

Abstrak:
Garuda Indonesia mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu melakukan pembayaran utang. Kondisi ini diperburuk dengan pandemi Covid-19 sehingga kreditor mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Garuda Indonesia melalui perkara No. 425/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. Melalui proses PKPU, pada 27 Juni 2022 Pengadilan Niaga memutuskan Perjanjian Perdamaian antara Garuda Indonesia dan kreditornya telah sah dan mengikat secara hukum. Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan merupakan langkah awal perbaikan Garuda Indonesia menjadi entitas bisnis yang lebih kuat, sehat, dan resilient. Tulisan ini mengkaji proses penyelesaian PKPU hingga disepakatinya Perjanjian Perdamaian antara Garuda Indonesia dan kreditornya, serta implikasi hukum Perjanjian Perdamaian bagi para pihak. Hasil pembahasan menunjukkan, Garuda Indonesia telah melaksanakan setiap tahapan dalam proses PKPU Sementara dan kreditor menyepakati Rencana Perdamaian yang diajukan Garuda Indonesia melalui homologasi Perjanjian Perdamaian oleh Pengadilan Niaga. Perjanjian Perdamaian yang telah dihomologasi dan memiliki kekuatan hukum tetap ini, melahirkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Garuda Indonesia dan para kreditor sesuai isi Perjanjian Perdamaian, sekaligus mengakhiri PKPU Garuda Indonesia. DPR RI melalui fungsi pengawasan yang dilakukan Komisi VI, perlu mendorong pelaksanaan Perjanjian Perdamaian sesuai mekanisme yang telah disepakati para pihak, serta mendorong Garuda Indonesia menjadi entitas bisnis yang lebih kuat, sehat, dan resilient.

Penulis:
(Novianti, S.H., M.H.)

Abstrak:
Kasus bullying terhadap anak yang terjadi akhir-akhir ini semakin memprihatinkan. Tulisan ini mengkaji apakah tindakan bullying tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dan bagaimana penanganan terhadap anak pelaku bullying dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Bullying merupakan suatu tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap anak dalam bentuk fisik, verbal, dan psikologis. Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) telah memberikan jaminan perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum, baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku. Penanganan anak yang berkonflik dengan hukum sebagai pelaku bullying mengacu pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) merupakan keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai dari tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Penanganan terhadap anak pelaku bullying ini perlu dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak Dalam kasus ini, DPR RI perlu melakukan pengawasan yang lebih intensif terhadap pelaksanaan undang-undang dan berbagai kebijakan pemerintah terkait pelindungan anak.

Penulis:
(Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E.)
(Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.)

Abstrak:
Peningkatan ketegangan geopolitik ditambah dengan efek pandemi Covid-19 meningkatkan tren inflasi di Indonesia. Peningkatan tersebut salah satunya disebabkan oleh meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) dan harga pangan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui determinan inflasi di Indonesia dan bagaimana strategi kebijakan yang harus dikeluarkan berdasarkan hasil analisis determinan inflasi. Kajian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode analisis regresi vector error correction model (VECM) dan data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber referensi baik buku, jurnal, peraturan perundangan, maupun media yang mempublikasikan terkait dengan inflasi. Hasil analisis kuantitatif menemukan bahwa determinan inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut di antaranya konsumsi, jumlah uang beredar dan world commodity prices yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa PDB dan impor memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap inflasi, sementara itu oil price tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap inflasi. Berdasarkan hasil tersebut, Pemerintah dan stakeholder terkait harus dapat mengeluarkan kebijakan fiskal sebagai shock absorber untuk meredam dan menjaga inflasi. DPR RI melalui komisi terkait harus dapat memastikan bahwa strategi kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dapat mengatasi inflasi yang terjadi.

← Sebelumnya 1 2 3 Selanjutnya →