Penulis:
(Novianti, S.H., M.H.)
Abstrak:
Persoalan dualisme coast guard antara Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) salah satu substansi yang menjadi perdebatan dalam pembahasan RUU Kelautan. Hal ini disebabkan dua lembaga tersebut menggunakan nomenklatur coast guard yakni KPLP menggunakan dasar hukum UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran) dan Bakamla menggunakan dasar hukum UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (UU Kelautan). Kedua peraturan tersebut perlu dikaji, terutama yang berkaitan dengan coast guard yang saling beririsan, sehingga dapat menjadi masukan dalam revisi UU Kelautan. Adanya dualisme kelembagaan coast guard antara KPLP dan Bakamla yang didasarkan pada dua pengaturan yang berbeda yakni UU Pelayaran dan UU Kelautan perlu dilakukan sinkronisasi melalui revisi UU Kelautan tersebut. Kelembagaan coast guard sebaiknya dibentuk melalui kajian model kelembagaan yang efektif untuk melaksanakan fungsi tata kelola keselamatan, keamanan dan penegakan hukum yang paling efektif dan memperhatikan implikasi hukumnya. Sementara mengenai bentuk kelembagaan coast guard di luar negeri tidak ada bentuk yang baku, hal ini tergantung pada kebijakan negaranya masing-masing. Pansus RUU Kelautan DPR RI mendorong agar revisi UU Kelautan, khususnya coast guard, kedudukannya dapat sejajar dengan coast guard di negara lain dan menggambarkan kepentingan Indonesia dalam pengamanan lautnya.
Penulis:
(Puteri Hikmawati, S.H., M.H.)
(Marfuatul Latifah, S.H.I., LL.M.)
Abstrak:
Hukum pidana melarang segala bentuk perjudian dalam jaringan (daring), namun saat ini Indonesia masih dalam kondisi darurat perjudian daring. Artikel ini membahas problematika yang menghambat efektivitas penegakan hukum perjudian daring dan upaya untuk meningkatkan penegakan hukumnya. Tujuan penulisan artikel ini adalah menganalisis problematika yang menghambat efektivitas penegakan hukum perjudian daring dan memberikan rekomendasi untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukumnya. Dalam pembahasan diuraikan faktor hukum yang belum memadai, kapasitas aparat hukum dan sarana/fasilitas yang belum sesuai dengan teknologi dan modus operandi tindak pidana perjudian daring, faktor kemiskinan masyarakat dan upaya jaringan perjudian daring untuk menormalisasi perjudian dalam kebudayaan bangsa Indonesia, menjadi problematika yang menyebabkan penegakan hukum perjudian daring belum efektif. Problematika tersebut harus segera diatasi agar dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum terhadap perjudian daring dan membebaskan Indonesia dari kondisi darurat perjudian daring. Artikel ini merekomendasikan peningkatan jumlah perjanjian Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana (MLA) dan ekstradisi dengan negara-negara lain. Selain itu, DPR RI bersama dengan pemerintah perlu segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset. Setiap pemangku kepentingan dalam penegakan hukum perjudian daring harus bekerja sama untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum perjudian daring. DPR RI melalui komisi yang bermitra dengan pemangku kepentingan tersebut dapat mengawasi pelaksanaan kerja sama tersebut.
Penulis:
(Sri Nurhayati Qodriyatun, S.Sos., M.Si.)
(Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.)
(Teddy Prasetiawan, S.T., M.T.)
Abstrak:
Perdagangan karbon merupakan strategi utama untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Blue carbon, karbon yang tersimpan di ekosistem pesisir seperti mangrove, padang lamun, dan rawa asin, memiliki peran penting dalam mitigasi perubahan iklim dan perdagangan karbon. Namun, penerapan nilai ekonomi karbon (NEK) dari blue carbon memerlukan infrastruktur yang memadai untuk pemantauan, pelaporan, dan verifikasi (MRV) emisi karbon. Proses MRV ini membutuhkan data akurat dan terverifikasi, tetapi data terkait stok karbon di ekosistem blue carbon masih terbatas. Kajian ini bertujuan mengidentifikasi tantangan dalam mengintegrasikan blue carbon ke mekanisme perdagangan karbon. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun Indonesia memiliki potensi besar dalam memanfaatkan blue carbon, terdapat beberapa hambatan seperti kurangnya dukungan kebijakan, keterbatasan data yang akurat, infrastruktur dan teknologi yang belum memadai, serta regulasi yang belum sepenuhnya mendukung. Untuk mengatasi hambatan itu, perlu peningkatan kapasitas teknologi, pembangunan infrastruktur pendukung, dan skema pendanaan yang efektif. Selain itu, regulasi yang jelas dan dukungan kebijakan yang kuat diperlukan untuk mengintegrasikan blue carbon dalam perdagangan karbon, serta meningkatkan partisipasi dan insentif ekonomi bagi masyarakat lokal. DPR RI, khususnya Komisi IV dan Komisi XI, perlu mendukung upaya yang terintegrasi agar Indonesia dapat memaksimalkan potensi blue carbon dalam mitigasi perubahan iklim dan perdagangan karbon serta mendorong disusunnya RUU Perubahan Iklim.
Penulis:
(Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.)
(Sony Hendra Permana, S.E., M.S.E.)
(Dewi Restu Mangeswuri, S.E., M.Si.)
Abstrak:
Pada tahun 2024 program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) yang diluncurkan Kementerian PUPR menargetkan 738 lokasi di berbagai daerah Indonesia untuk mendukung produktivitas masyarakat, terutama di perdesaan. Meskipun memiliki potensi besar untuk membangun ekonomi kerakyatan, program PISEW juga menghadapi tantangan. Kajian ini bertujuan untuk melihat bagaimana implementasi program PISEW beserta tantangannya. Sejak 2016 sampai dengan saat ini, program PISEW telah dilaksanakan di lebih dari 7.400 lokasi dengan serapan tenaga kerja lebih dari 100.000 orang. Beberapa tantangan yang dihadapi yaitu rendahnya koordinasi antarinstansi dan partisipasi masyarakat, keterbatasan anggaran dan sumber daya, pemeliharaan infrastruktur yang belum optimal, adanya kendala geografis dan lingkungan, serta keterbatasan data dan informasi. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah kebijakan seperti meningkatkan koordinasi antarinstansi dan edukasi bagi masyarakat. Selain itu, perlu optimalisasi anggaran dan penyusunan strategi pemeliharaan yang efektif, mitigasi risiko bencana dan perubahan iklim, serta pemanfaatan data dan teknologi. Komisi V DPR RI harus melakukan pengawasan yang menyeluruh untuk memastikan pengelolaan dana dan perencanaan serta pelaksanaan program dilakukan secara transparan dan akuntabel. Melalui kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat, diharapkan Indonesia dapat lebih maju dan berkelanjutan.
Penulis:
(Puteri Hikmawati, S.H., M.H.)
Abstrak:
Kecelakaan lalu lintas dapat menimbulkan korban meninggal dunia, luka-luka, dan kerugian materi yang tidak sedikit, terutama bagi keluarga korban. Penyelesaian kasus ini memerlukan pihak yang bertanggung jawab. Dalam angkutan umum, selain awak kendaraan, perusahaan juga memiliki tanggung jawab jika terjadi kecelakaan. Penyebab utama kecelakaan lalu lintas meliputi kelalaian pengguna jalan, ketidaklaikan kendaraan, serta kondisi jalan dan lingkungan yang buruk. Adapun pihak yang bertanggung jawab tidak hanya awak kendaraan, perusahaan angkutan umum juga dapat dimintai pertanggungjawaban. Perusahaan angkutan umum ikut bertanggung jawab karena awak kendaraan bekerja pada perusahaannya. Oleh karena itu, Kepolisian dalam memproses terjadinya kecelakaan lalu lintas seharusnya tidak hanya menjadikan sopir/pengemudi kendaraan saja sebagai tersangka, tetapi perlu meminta pertanggungjawaban perusahaan angkutan umum di mana sopir tersebut bekerja. Komisi III DPR RI dalam melaksanakan fungsi pengawasannya perlu menekankan pada aparat Kepolisian untuk meminta pertanggungjawaban perusahaan angkutan umum apabila terjadi kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka berat atau meninggal dunia. Selain itu, Komisi V DPR RI perlu meminta pemerintah segera memperbaiki infrastruktur jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Penulis:
(Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.)
(Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.)
Abstrak:
Digitalisasi dilakukan melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), ditujukan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, dan akuntabel serta pelayanan publik yang berkualitas dan terpercaya. Berdasarkan hal tersebut di atas maka tujuan penulisan ini untuk mengkaji tentang masalah utama dalam digitalisasi, kondisi terkini birokrasi administrasi pemerintah daerah, dan urgensi digitalisasi administrasi pemerintah daerah? Ditemukan bahwa sejak April 2024 sebanyak 31 instansi di pemerintah daerah dan sembilan pemerintah pusat telah memasuki tahap uji coba Portal Layanan Administrasi Pemerintahan di Bidang Aparatur Negara. Dengan digitalisasi birokrasi ini, ke depannya, diharapkan akan muncul inovasi-inovasi baru yang saling menguatkan, bersinergi dan berkolaborasi dengan sistem yang telah ada. Komisi II DPR RI dalam fungsi pengawasan perlu mendesak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) untuk melakukan percepatan program digitalisasi administrasi pemerintah daerah. Hal ini dilakukan agar setiap instansi pemerintahan dapat mencapai tujuan utamanya, yaitu memberikan pelayanan publik (public service) dan meningkatkan kesejahteraan rakyat (public welfare).
Penulis:
(Sali Susiana, S.Sos, M.Si.)
Abstrak:
Keterwakilan perempuan legislatif masih menjadi salah satu permasalahan dalam partisipasi politik perempuan. Meskipun lebih tinggi dibanding hasil pemilu sebelumnya, persentase keterwakilan perempuan hasil Pemilu 2024 belum mencapai 30 persen. Tulisan ini membahas keterwakilan 30 persen perempuan di DPR RI hasil Pemilu 2024 berikut faktor yang memengaruhinya. Selain diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), ada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 yang mengatur pembulatan ke bawah untuk penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) bila dua angka desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50. Ketentuan ini berdampak pada tidak terpenuhinya jumlah minimal perempuan 30 persen di dapil beralokasi kursi 4, 7, 8, dan 11. Jadi, meskipun pengaturan keterwakilan 30 persen perempuan dalam UU Pemilu sudah cukup banyak, PKPU yang mengatur pembulatan ke bawah telah merugikan caleg perempuan. Ke depan direkomendasikan untuk melakukan pembulatan ke atas, sehingga tidak merugikan caleg perempuan. Selain itu, pengaturan keterwakilan 30 persen perempuan dalam UU Pemilu Pasal 173 ayat (2) huruf e dan Pasal 245 perlu disertai sanksi yang tegas bagi parpol yang melanggar.
Penulis:
(Drs. Juli Panglima Saragih, M.M.)
(Eka Budiyanti, S.Si., M.S.E.)
(T. Ade Surya, S.T., M.M.)
Abstrak:
Sepanjang tahun 2023, perdagangan luar negeri Indonesia cukup terjaga baik dan relatif meningkat, meski di tengah ketidakpastian ekonomi dunia. Dalam menjaga stabilitas ketahanan ekonomi domestik, pemerintah menerapkan berbagai kebijakan, salah satu di antaranya adalah kebijakan mengenai 30 persen devisa hasil ekspor dari barang ekspor sumber daya alam (DHE SDA) wajib disimpan di sistem keuangan Indonesia (SKI). Mengingat potensi DHE SDA sangat besar maka menjadi menarik untuk mengetahui bagaimana kinerja penerapan kebijakan DHE SDA dan strategi untuk meningkatkan ekspor non-migas. Dengan adanya ketentuan 30 persen DHE SDA wajib disimpan di SKI maka terdapat potensi peningkatan ketersediaan likuiditas valas dalam negeri (hasil dari penempatan DHE SDA). Strategi yang dapat diambil pemerintah juga turut berpengaruh terhadap peningkatan ekspor non-migas yang diharapkan dapat ikut mendorong optimalisasi dari DHE SDA. Di antaranya adalah strategi menentukan komoditas unggulan yang berorientasi ekspor dan strategi meningkatkan diplomasi ekonomi dan dagang, serta peningkatan akses ke pasar baru di luar lima negara utama tujuan ekspor. Komisi VI DPR RI perlu mengawasi pemerintah dalam menerapkan kebijakan DHE SDA agar dapat berjalan seoptimal mungkin.
Penulis:
(Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E.)
(Dr. Rasbin, S.TP., M.S.E.)
(Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.)
Abstrak:
Visi Indonesia Emas 2045 dituangkan oleh Kementerian Perencanaan Nasional (Kementerian PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Salah satu visi Indonesia tahun 2045 adalah Indonesia memiliki pendapatan per kapita setara dengan negara maju yang menurut versi World Bank sebesar US$12.535. Tulisan ini bertujuan untuk melakukan analisis terkait strategi dan perhitungan bagaimana Indonesia mewujudkan target tahun 2045 menjadi negara dengan pendapatan per kapita setara negara maju. Dengan menggunakan survei literatur dan perhitungan menggunakan inflation-adjusted growth model, tulisan ini menemukan bahwa untuk mencapai pendapatan per kapita sebesar itu dibutuhkan syarat minimal, yaitu minimal pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6 persen. Jika pemerintah hanya melakukan business as usual maka target Indonesia memiliki pendapatan per kapita setara negara maju tidak mungkin tercapai. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen akan dapat tercapai jika variabel yang mendorong pertumbuhan ekonomi dapat ditingkatkan. Pemerintah bersama DPR RI khususnya Komisi XI harus dapat melakukan koordinasi untuk membuat kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen melalui peningkatan konsumsi rumah tangga dan investasi. Selain itu, DPR RI khususnya Komisi VI bersama pemerintah juga harus berkoordinasi untuk mendorong sektor ekspor. Bauran kebijakan tersebut diharapkan bisa menghasilkan peningkatan pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen.
Penulis:
(Venti Eka Satya, S.E., M.Si., Ak.)
(Monika Suhayati, S.H., M.H.)
Abstrak:
Desentralisasi fiskal merupakan salah satu konsekuensi dari otonomi daerah. Desentralisasi dapat berjalan optimal apabila daerah otonom memiliki kemampuan finansial yang memadai/kemandirian fiskal. Kemandirian fiskal merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan otonomi daerah. Artikel ini bertujuan menganalisis tolok ukur kemandirian fiskal daerah dan efektivitas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) dalam mendorong peningkatan kemandirian fiskal daerah. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat kemandirian fiskal pemerintah daerah (pemda) di Indonesia masih sangat rendah. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya indeks kemandirian fiskal dan kapasitas fiskal pemda. Selain itu, pemerataan kesejahteraan masyarakat antardaerah juga masih sangat rendah. Ketimpangan ini terjadi baik di tingkat pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Pengaturan dalam UU HKPD belum cukup efektif untuk mendorong kemandirian fiskal daerah dikarenakan adanya penyesuaian beberapa tarif PDRD yang berpotensi menimbulkan beban ekonomi bagi pengusaha maupun masyarakat. Tulisan ini merekomendasikan peningkatan edukasi dan pembinaan kepada pemda, penetapan tarif pajak, dan opsen oleh pemda yang tidak memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Selain itu, Komisi XI DPR RI perlu memastikan pelaksanaan berbagai upaya tersebut mengawasi pembentukan peraturan daerah terkait dan pelaksanaan UU HKPD agar dapat berdampak positif pada kemandirian fiskal daerah.
Penulis:
(Drs. Simela Victor Muhammad, M.Si.)
Abstrak:
Isu Palestina menjadi salah satu prioritas politik luar negeri Indonesia. Sejalan dengan amanat Pembukaan UUD NRI 1945 dan Dasa Sila Bandung yang dihasilkan KAA 1955, Indonesia berkewajiban ikut mengupayakan terwujudnya negara Palestina yang merdeka. Tulisan ini menganalisis perihal konflik yang terjadi di Gaza dan pentingnya hal tersebut dijadikan momentum untuk memperkuat diplomasi bagi terwujudnya kemerdekaan Palestina. Di tengah situasi konflik Gaza, yang telah menimbulkan korban jiwa yang begitu besar di kalangan warga sipil Palestina, upaya diplomasi untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina semakin penting untuk ditingkatkan. Konflik Gaza terjadi karena bangsa Palestina belum merdeka. Terbentuknya negara Palestina yang merdeka, dengan wilayah kedaulatannya yang jelas dan diakui secara internasional, akan menjadi solusi permanen bagi terjaga dan terpeliharanya kelangsungan hidup warga Palestina di tanah airnya sendiri. Untuk memperkuat diplomasi terkait Palestina, parlemen (DPR RI) harus menjadi bagian dari upaya untuk ikut memperjuangkan kemerdekaan Palestina, khususnya di forum antarparlemen. BKSAP, sebagai penjuru diplomasi parlemen, perlu terus melakukan terobosan dalam menggalang dukungan komunitas parlemen global untuk Palestina. Komisi I DPR RI, yang membidangi urusan luar negeri, juga perlu terus mencermati perkembangan konflik Gaza dan melalui fungsi pengawasan perlu mendorong pemerintah untuk mengambil peran yang lebih aktif dalam mengupayakan terwujudnya negara Palestina yang merdeka.
Penulis:
(Puteri Hikmawati, S.H., M.H.)
Abstrak:
Undang-Undang No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer merupakan satu-satunya undang-undang terkait lingkungan peradilan yang belum mengalami perubahan pasca-pembentukan Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Revisi UU Peradilan Militer diperlukan karena jika terjadi tindak pidana umum yang melibatkan prajurit TNI dan sipil, masalah kompetensi peradilan selalu muncul. Selain itu, asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law) tidak menghendaki adanya perlakuan yang berbeda didasarkan pada subjek pelaku. Untuk itu, DPR RI, khususnya Komisi III dan Badan Legislasi perlu mendorong pemerintah mempersiapkan draf RUU tentang Perubahan atas UU Peradilan Militer.
Penulis:
(Sali Susiana, S.Sos, M.Si.)
Abstrak:
Meskipun peraturan pelaksana yang terkait dengan UU PKDRT sudah cukup banyak, namun dalam implementasinya UU PKDRT masih menghadapi sejumlah hambatan, baik yang bersifat internal (dari dalam/pihak korban) maupun hambatan yang berkaitan dengan sistem hukum, mulai dari substansi hukum, struktur hukum, hingga budaya hukum. Ketiga aspek dalam sistem hukum tersebut saling memengaruhi, terutama budaya hukum. Berbagai kajian menunjukkan berbagai tantangan dan hambatan disebabkan kurangnya optimalisasi dan strategi efektif dalam implementasi UU PKDRT serta kurangnya perspektif CEDAW dalam memahami UU PKDRT sehingga diperlukan berbagai upaya optimalisasi dan efektivitas implementasi UU PKDRT. Tulisan ini merekomendasikan perlunya sosialisasi UU PKDRT kepada masyarakat dan sosialisasi substansi UU PKDRT di kalangan aparat penegak hukum. DPR RI juga perlu melakukan pengawasan terhadap implementasi UU PKDRT dan bila diperlukan dapat melakukan revisi terhadap UU PKDRT.
Penulis:
(Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E.)
(Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.)
Abstrak:
Proses pemindahan ibu kota negara secara resmi dimulai saat disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Tulisan ini membahas bagaimana kesiapan Indonesia dalam membangun IKN ditinjau dari sisi pendanaan dan pembiayaan. Target pendanaan IKN yang dimulai dari tahun 2022-2024 adalah sebesar Rp466,98 triliun yaitu dengan skema APBN (Rp91,29 triliun), KPBU (Rp252,46 triliun), dan badan usaha/swasta (Rp123,23 triliun). Keputusan pemerintah untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan lain (sekitar 80%) selain APBN dalam rangka mendanai IKN seperti sektor swasta, investor asing, dan KPBU dinilai cukup tepat. DPR RI khususnya Komisi V, VI, dan XI perlu mendorong pemerintah untuk mencari sumber pembiayaan baru; merencanakan dan mengelola anggaran dan pembiayaan dengan akuntabel dan transparan; serta meningkatkan kinerja, sistem pengawasan pembiayaan pembangunan IKN, dan manajemen risiko yang baik.
Penulis:
(Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.)
(Dewi Wuryandani, S.T., M.M.)
Abstrak:
Pertumbuhan paten di Indonesia cukup baik, sayangnya pertumbuhan tersebut didominasi oleh paten dari luar negeri. Untuk itu, ada beberapa upaya yang dilakukan untuk menghasilkan invensi/inovasi, antara lain melakukan sosialisasi, pendampingan penyusunan spesifikasi paten (drafting paten), mendorong inventor melakukan penelitian yang berorientasi paten, dan melakukan upaya komersialisasi invensi. Selain itu, pengaturan transfer teknologi dalam undang-undang yang mengatur paten sangat penting.
Penulis:
(Drs. Simela Victor Muhammad, M.Si.)
Abstrak:
Tulisan ini menganalisis kepentingan ASEAN terhadap stabilitas kawasan, terutama dikaitkan dengan tantangan keamanan yang terjadi di kawasan, dan bagaimana hal itu disikapi oleh ASEAN yang pada tahun 2023 ini diketuai oleh Indonesia. Hasil analisis mengungkapkan, kawasan Asia Tenggara masih dihadapkan pada banyak tantangan keamanan, baik yang disebabkan oleh adanya konflik antarnegara dan konflik internal di suatu negara yang belum diperoleh solusi damainya, maupun karena faktor rivalitas antarnegara besar di kawasan. Oleh karena itu, menjadi kepentingan ASEAN untuk mewujudkan stabilitas kawasan. ASEAN, di bawah kepemimpinan Indonesia, menegaskan kembali pentingnya Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia dijadikan sebagai kode etik utama dalam mengatur hubungan antarnegara di kawasan dan sebagai landasan untuk menjaga stabilitas kawasan. Peran ASEAN tersebut sudah seharusnya juga dilakukan oleh ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA). AIPA dapat mengambil peran sebagai a key player dalam mendorong ASEAN mengambil langkah-langkah konkret untuk mewujudkan dan menjaga stabilitas kawasan.
Penulis:
(Dr. Rasbin, S.TP., M.S.E.)
(Eka Budiyanti, S.Si., M.S.E.)
Abstrak:
Isu ekspor hijau merupakan salah satu faktor penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan sekaligus upaya mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) serta mencapai net-zero emissions (NZE). Secara eksplisit, pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai saat ini belum serius memperhitungkan ekpor hijau. Studi tentang hubungan antara ekspor hijau dan pertumbuhan ekonomi juga masih belum dilakukan di Indonesia. Tulisan ini mengkaji perkembangan ekspor hijau Indonesia dan korelasinya dengan pertumbuhan ekonomi. Selama periode 2000–2021, kontribusi ekspor hijau terhadap total ekspor Indonesia masih sangat rendah. Sementara itu, total ekspor justru mempunyai kontribusi lebih besar dibandingkan ekspor hijau terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB). Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi ekspor. Dalam hal ini, diperlukan persyaratan pemenuhan standar industri hijau terhadap produk-produk impor yang masuk ke Indonesia. Selain itu, pemerintah perlu mendorong daya saing produk-produk yang akan diekspor agar dapat memenuhi persyaratan standar industri hijau.
Penulis:
(Rafika Sari, S.E., M.S.E.)
(Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.)
Abstrak:
Tulisan ini membahas evaluasi pelaksanaan subsidi angkutan perintis tahun 2023 dan rencana peningkatannya pada tahun 2024 untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah dan aksesibilitas masyarakat, serta menurunkan disparitas harga barang. Penulis menyoroti kenaikan anggaran subsidi angkutan perintis 2024, seperti 13,64% untuk angkutan darat, 27,2% untuk angkutan laut, 0,70% untuk angkutan udara, dan 0,59% untuk perkeretaapian dibandingkan tahun sebelumnya. Penulis juga menekankan pentingnya integrasi antara anggaran subsidi dan pembangunan infrastruktur transportasi. Penulis menyarankan evaluasi oleh Komisi V DPR RI terhadap realisasi anggaran subsidi 2023 untuk perbaikan rencana dan pelaksanaan anggaran 2024. Selain itu, diperlukan langkah-langkah untuk menghindari tumpang tindih dengan jalur komersial yang sudah dilayani oleh sektor swasta.
Penulis:
(Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.)
(Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.)
Abstrak:
Menurut UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, ASN meliputi PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian (PPPK). Transisi pegawai honorer menjadi PPPK dilakukan melalui seleksi oleh Panselnas. Konsep satu data mendorong pengambilan kebijakan berdasarkan data akurat dan terbuka. Artikel ini mengevaluasi masalah rekrutmen PPPK guru dalam kerangka satu data. Beberapa daerah mengalami masalah penerimaan PPPK guru karena perbedaan data pelamar. Portal resmi data.go.id tidak digunakan untuk pendataan PPPK. Komisi II DPR RI meminta Kemenpan-RB untuk rekonsiliasi data. Diharapkan pemerintah memperbarui data secara berkala dan mengintegrasikannya dalam sistem pengadaan yang dapat diakses oleh Kemendikbudristek, BKN, dan instansi daerah.
Penulis:
(Sali Susiana, S.Sos, M.Si.)
Abstrak:
Secara prinsip ARG adalah anggaran yang mengakomodasi keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat, partisipasi dalam mengambil keputusan, dan mengontrol sumber daya serta kesetaraan terhadap kesempatan dan peluang dalam menikmati hasil pembangunan. Alat Kelengkapan DPR RI yang paling berperan dalam ARG adalah Badan Anggaran dan komisi. Melalui wewenang yang dimiliki di bidang anggaran, Badan Anggaran dan komisi dapat mengupayakan agar alokasi seluruh anggaran yang ada dalam APBN menjadi anggaran yang responsif gender. Untuk itu perlu dilaksanakan pengarusutamaan anggaran yang responsif gender ke dalam setiap komisi. Upaya lain yang lebih konkret dapat dilakukan melalui penyusunan pedoman penyusunan ARG yang spesifik sesuai dengan tugas dan fungsi DPR RI.
Penulis:
(Venti Eka Satya, S.E., M.Si., Ak.)
(Dr. Suhartono, S.IP., M.P.P.)
Abstrak:
Nilai investasi Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2022. Hal ini menunjukkan keberhasilan upaya pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Namun demikian, masih ditemui berbagai kendala dalam meningkatkan investasi. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi investasi, yaitu: suku bunga, inflasi, nilai tukar, pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi, sarana dan prasarana, aturan perundang-undangan, kualitas sumber daya manusia, serta keadaan sosial budaya. Peran DPR RI sangat dibutuhkan untuk mengawasi efektivitas kinerja pemerintah dalam meningkatkan investasi. DPR RI dan pemerintah perlu duduk bersama untuk memikirkan solusi terbaik bagi permasalahan investasi ini. Selain itu, perlu disusun regulasi khusus dalam mendorong tumbuhnya investasi nasional yang sifatnya komprehensif dan mengikat sehingga mampu memberikan kepastian hukum bagi investor.
Penulis:
(Sulasi Rongiyati, S.H., M.H.)
(Monika Suhayati, S.H., M.H.)
Abstrak:
Progres pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) baru terlaksana 27% melalui pendanaan APBN, sementara minat investasi melalui 182 letter of intent yang diajukan oleh investor, belum ada realisasinya. Oleh karena itu, skema pendanaan/pembiayaan pembangunan IKN yang didominasi pembiayaan non-APBN atau investor swasta (81%) membutuhkan komitmen pemerintah melalui pemberian kemudahan berusaha dan jaminan kepastian hukum atas terselenggaranya pembangunan IKN. Guna menarik investor non- APBN, pemerintah melalui Otorita Ibu Kota Negara (OIKN) dan kementerian terkait perlu mengadakan pendekatan dan dialog persuasif dengan investor swasta serta menyertakan upaya untuk meminimalisasi kendala nonregulasi yang berpotensi pada ketidakpastian hukum. DPR RI melalui fungsi pengawasan di komisi terkait, terutama komisi yang membidangi investasi, infrastruktur, dan pertanahan, perlu memastikan investasi pembangunan di IKN berjalan secara kondusif dan memiliki kepastian hukum.
Penulis:
(Novianti, S.H., M.H.)
Abstrak:
UU Landas Kontinen yang pada awalnya tidak memasukkan penyidik Polri dalam Penyidikan di Landas Kontinen menjadi persoalan karena tidak sejalan dengan KUHAP, mengingat di wilayah Landas Kontinen juga berlaku KUHAP. Dalam pengaturan penyidikan di wilayah yurisdiksi landas kontinen dan ZEEI terdapat ketidaksinkronan. UU ZEEI tidak menyebutkan penyidik Polri sebagai penyidik tindak pidana di wilayah yurisdiksi ZEEI, namun Pasal 13 ZEEI menyebutkan aparatur penegak hukum yang berwenang dapat mengambil tindakan-tindakan penegakan hukum sesuai dengan KUHAP, seperti penangkapan dan penahanan, dengan pengecualian tertentu. DPR RI dalam hal ini Komisi III, dalam melaksanakan fungsi legislasi perlu merevisi KUHAP, yakni terkait dengan pengaturan penyidikan tindak pidana yang dilakukan di wilayah yurisdiksi, baik di Landas Kontinen maupun ZEEI, agar terdapat sinkronisasi dalam pelaksanaan penyidikan.
Penulis:
(Puteri Hikmawati, S.H., M.H.)
Abstrak:
Politik hukum pengaturan Justice Collaborator (JC) mengacu pada Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) serta mengadopsi ketentuan JC dalam SE Mahkamah Agung No. 4 Tahun 2011. Dalam UU PSK, JC dapat diberikan penanganan secara khusus dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan, antara lain berupa keringanan penjatuhan pidana. Namun, dalam penerapannya terdapat perbedaan pendapat antara LPSK dan Kejaksaan Agung dalam penerapan UU PSK terhadap status JC Richard, yaitu mengenai tindak pidana yang dapat diterapkan JC dan status terdakwa bukan pelaku utama. Oleh karena itu, majelis hakim pada akhirnya memberikan vonis jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni 1 tahun 6 bulan penjara. Dalam hal ini, majelis hakim telah mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh fakta-fakta di persidangan dan rekomendasi dari LPSK.
Penulis:
(Drs. Simela Victor Muhammad, M.Si.)
Abstrak:
Situasi keamanan di Semenanjung Korea dan Laut China Selatan (LCS) yang belum sepenuhnya kondusif dan masih diwarnai oleh pendekatan power (kekuatan militer) dalam hubungan antarnegara yang berkonflik, termasuk melibatkan kekuatan negara besar kawasan, menjadi ancaman bagi stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan Asia Pasifik. Untuk itu, upaya diplomasi perlu dilakukan oleh negara-negara kawasan untuk mencari solusi damai atas konflik yang terjadi dan upaya tersebut tidak hanya menjadi urusan pemerintah, namun dapat melibatkan parlemen sebagai salah satu aktor hubungan internasional. Melalui peran diplomasi dan dalam kerangka multitrack diplomacy, parlemen harus ikut berkontribusi dan menjadi bagian dari upaya untuk mencari solusi damai atas konflik yang terjadi di Semenanjung Korea dan LCS. Diplomasi parlemen dalam kerangka mewujudkan stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan tersebut dilakukan melalui forum-forum antarparlemen, antara lain APPF dan AIPA.
Penulis:
(Sri Nurhayati Qodriyatun, S.Sos., M.Si.)
(Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.)
Abstrak:
Selama ini potensi sumber daya kelautan belum termanfaatkan secara optimal dalam mendukung pencapaian ketahanan pangan dan gizi nasional. Masyarakat lebih banyak mengonsumsi padi-padian daripada ikan atau 40,46% konsumsi masyarakat berasal dari padi-padian. Dari total konsumsi per kapita per hari penduduk Indonesia sebesar 2.079,09 kkal, sebesar 841,27 kkal berasal dari padi-padian. Sementara itu, perubahan iklim sangat berdampak terhadap produksi pertanian yang merupakan penyumbang utama ketahanan pangan nasional. Untuk itu, pemerintah melakukan upaya peningkatan produksi perikanan dari sumber daya laut dengan menerapkan kebijakan ekonomi biru. Namun, dalam penerapannya terdapat beberapa kendala, yakni masih adanya praktik perikanan yang tidak ramah lingkungan, kurangnya penggunaan teknologi dalam penangkapan ikan, keterbatasan akses nelayan terhadap teknologi, dan terbatasnya infrastruktur perikanan. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas perikanan.
Penulis:
(Novianto Murti Hantoro, S.H., M.H.)
Abstrak:
DPR telah menyetujui usulan RUU Perubahan Keempat terhadap Undang- Undang Mahkamah Konstitusi menjadi RUU usul DPR. Salah satu materi perubahan di dalam RUU tersebut adalah evaluasi terhadap hakim konstitusi yang menimbulkan banyak perdebatan. Tulisan ini akan menganalisis permasalahan terkait prinsip-prinsip dan praktik internasional mengenai independensi kekuasaan kehakiman dan evaluasi hakim, serta bagaimana penerapannya di Indonesia dalam konteks evaluasi hakim konstitusi. Di dalam prinsip internasional tentang kemandirian kekuasaan kehakiman, hakim harus dijamin dengan masa jabatan yang pasti di dalam peraturan. Hakim hanya dapat diberhentikan karena incapacity dan misbehave. Penilaian atau evaluasi terhadap kinerja pengadilan dan hakim dapat ditemui di Amerika Serikat, Belanda, dan Finlandia. Penerapan evaluasi terhadap hakim konstitusi di Indonesia dimungkinkan, namun harus dilakukan secara objektif dengan menggunakan mekanisme, indikator yang jelas, serta melibatkan pihak eksternal. Pembahasan mengenai evaluasi hakim konstitusi di dalam RUU nantinya perlu mendapatkan porsi yang memadai.
Penulis:
(Yulia Indahri, S.Pd., M.A.)
(Fieka Nurul Arifa, M.Pd.)
Abstrak:
Penguatan dan pengembangan sumber daya manusia dilakukan melalui proses pendidikan baik melalui jalur formal, nonformal, maupun informal di setiap jenjang termasuk pendidikan tinggi. Kiprah pendidikan tinggi dilaksanakan melalui tridarma pendidikan yakni pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Faktor yang memengaruhi pengelolaan pendidikan tinggi di Indonesia selain akses adalah kebijakan penerimaan mahasiswa baru. Tulisan ini menganalisis perubahan model seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Perubahan tersebut erat kaitannya dengan akses pendidikan yang masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Melalui kajian literatur, ditemui bahwa telah beberapa kali dilakukan perubahan model seleksi. Kebijakan Merdeka Belajar yang tertuang dalam dua puluh dua episode hingga November 2022 ditempuh untuk mewujudkan visi Indonesia maju, yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila. Terobosan Merdeka Belajar Episode 22 adalah mengenai transformasi seleksi penerimaan mahasiswa baru di PTN. Kebijakan ini diluncurkan terutama untuk menyelaraskan capaian pembelajaran di pendidikan dasar dan menengah dengan skema seleksi masuk PTN serta mendorong proses pembelajaran di jenjang pendidikan dasar dan menengah yang lebih holistik. Tetapi permasalahan akses pendidikan akan terus menjadi pertimbangan dalam menyusun kebijakan pendidikan nasional di semua jenjang. Semua kebijakan Merdeka Belajar untuk jenjang pendidikan tinggi diharapkan dapat membuka akses pendidikan yang lebih luas. Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan perlu secara fokus memahami permasalahan akses pendidikan tinggi dan permasalahan umum pendidikan nasional lainnya agar cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa dapat diwujudkan bersama-sama.
Penulis:
(Dr. Suhartono, S.IP., M.P.P.)
(Venti Eka Satya, S.E., M.Si., Ak.)
Abstrak:
Tujuan utama kebijakan subsidi Indonesia adalah menjaga daya beli kelompok masyarakat miskin agar tetap memiliki akses terhadap pelayanan publik, pembangunan ekonomi dan sosial. Tapi pada praktiknya yang terjadi adalah kebijakan subsidi tidak mampu memberikan perlindungan terhadap kelompok masyarakat miskin. Artikel ini bertujuan membahas dan menganalisis lebih jauh kebijakan subsidi yang telah dikeluarkan dan dilaksanakan pemerintah dan dampaknya terhadap tingkat kemiskinan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif analisis dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari sumber-sumber yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi subsidi selama ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan nasional. Hal ini dikarenakan skema subsidi yang selama ini bersifat umum dan luas sehingga tidak hanya dinikmati oleh masyarakat miskin. Khusus untuk pengentasan kemiskinan tidak cukup dengan alokasi subsidi namun juga membutuhkan tata kelola karena persoalan kemiskinan berdimensi luas.
Penulis:
(Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.)
(Dewi Wuryandani, S.T., M.M.)
Abstrak:
Perubahan perilaku masyarakat yang menjadi gemar berbelanja secara online menuntut pelaku usaha, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menguasai teknologi digital agar dapat memasarkan dan menjual produknya secara online. Perilaku masyarakat untuk berbelanja secara online diprediksi akan terus berlanjut meskipun pandemi Covid-19 suatu saat telah berakhir, apalagi teknologi informasi telah berkembang dengan pesat. Pesatnya perkembangan teknologi digital menjadi tantangan tersendiri, sekaligus peluang yang harus bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh UMKM untuk meningkatkan kinerjanya. Tulisan ini hendak mengkaji kebijakan pemerintah, kendala, dan solusinya dalam meningkatkan transformasi digital UMKM. Hasil kajian menunjukkan pemerintah menargetkan sebanyak 30 juta UMKM masuk dalam ekosistem digital pada tahun 2024. Untuk mencapai target tersebut, kebijakan pemerintah yang tepat sangat diperlukan untuk meningkatkan transformasi digital UMKM, di antaranya membangun infrastruktur teknologi digital, meningkatkan literasi digital pelaku UMKM, dan mendorong UMKM untuk masuk dalam platform digital untuk go global. Untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan penambahan alokasi modal dan investasi bagi UMKM. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong pemerintah daerah untuk memanfaatkan program-program yang telah direncanakan sebaik-baiknya dan membantu pelaku UMKM sehingga dapat terwujud ketersediaan akses data dari berbagai pihak dalam ekosistem digital, pemanfaatan data oleh berbagai pihak dalam ekosistem tersebut, serta adanya data security system dan data analytic.
Penulis:
(Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.)
(Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.)
Abstrak:
Kebijakan percepatan penggunaan internet di desa diarahkan pada terwujudnya Program Desa Digital di seluruh Indonesia. Kebijakan ini bertujuan agar peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar desa dapat merata secara nasional. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini akan me-review, bagaimana optimalisasi pembangunan desa melalui kebijakan desa digital dilihat dari aktivitas pelayanan publik pemerintah desa dan penggunaan website desa. Ditemukan bahwa Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) telah mengatur agar desa memiliki kewenangan dan tanggung jawab secara mandiri dalam hal mengatur rumah tangganya sendiri, termasuk bagaimana menentukan pola pelayanan terhadap masyarakatnya. Oleh sebab itu, upaya memberikan penguatan atas penggunaan website desa harus terus ditingkatkan, sejalan dengan tantangan globalisasi informasi dan budaya serta interaksi masyarakat dalam menggunakan media komunikasi. Upaya tersebut perlu didukung dengan adanya ketersediaan jaringan internet di desa serta keberadaan SDM yang kompeten sebagai aparat desa. Perangkat desa harus mampu mengaplikasi internet desa, serta diberikan program-program pelatihan maupun pendampingan untuk membuat konten- konten digital. Desa yang memiliki sistem informasi yang baik akan mudah dalam memberikan informasi kepada masyarakat desanya dan juga kalangan yang lebih luas seperti instansi-instansi pemerintah terkait baik pada level daerah hingga pusat, dan masyarakat umum. Desa juga akan lebih mudah dalam memperkenalkan dan mempromosikan potensi-potensi desanya. Selain itu, masyarakat juga akan lebih mudah dalam mengamati dan mengakses informasi terbaru tentang data dan infrastruktur desa secara online.
Penulis:
(Sulasi Rongiyati, S.H., M.H.)
(Monika Suhayati, S.H., M.H.)
Abstrak:
Garuda Indonesia mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu melakukan pembayaran utang. Kondisi ini diperburuk dengan pandemi Covid-19 sehingga kreditor mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Garuda Indonesia melalui perkara No. 425/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. Melalui proses PKPU, pada 27 Juni 2022 Pengadilan Niaga memutuskan Perjanjian Perdamaian antara Garuda Indonesia dan kreditornya telah sah dan mengikat secara hukum. Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan merupakan langkah awal perbaikan Garuda Indonesia menjadi entitas bisnis yang lebih kuat, sehat, dan resilient. Tulisan ini mengkaji proses penyelesaian PKPU hingga disepakatinya Perjanjian Perdamaian antara Garuda Indonesia dan kreditornya, serta implikasi hukum Perjanjian Perdamaian bagi para pihak. Hasil pembahasan menunjukkan, Garuda Indonesia telah melaksanakan setiap tahapan dalam proses PKPU Sementara dan kreditor menyepakati Rencana Perdamaian yang diajukan Garuda Indonesia melalui homologasi Perjanjian Perdamaian oleh Pengadilan Niaga. Perjanjian Perdamaian yang telah dihomologasi dan memiliki kekuatan hukum tetap ini, melahirkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Garuda Indonesia dan para kreditor sesuai isi Perjanjian Perdamaian, sekaligus mengakhiri PKPU Garuda Indonesia. DPR RI melalui fungsi pengawasan yang dilakukan Komisi VI, perlu mendorong pelaksanaan Perjanjian Perdamaian sesuai mekanisme yang telah disepakati para pihak, serta mendorong Garuda Indonesia menjadi entitas bisnis yang lebih kuat, sehat, dan resilient.
Penulis:
(Novianti, S.H., M.H.)
Abstrak:
Kasus bullying terhadap anak yang terjadi akhir-akhir ini semakin memprihatinkan. Tulisan ini mengkaji apakah tindakan bullying tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dan bagaimana penanganan terhadap anak pelaku bullying dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Bullying merupakan suatu tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap anak dalam bentuk fisik, verbal, dan psikologis. Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) telah memberikan jaminan perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum, baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku. Penanganan anak yang berkonflik dengan hukum sebagai pelaku bullying mengacu pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) merupakan keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai dari tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Penanganan terhadap anak pelaku bullying ini perlu dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak Dalam kasus ini, DPR RI perlu melakukan pengawasan yang lebih intensif terhadap pelaksanaan undang-undang dan berbagai kebijakan pemerintah terkait pelindungan anak.
Penulis:
(Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E.)
(Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.)
Abstrak:
Peningkatan ketegangan geopolitik ditambah dengan efek pandemi Covid-19 meningkatkan tren inflasi di Indonesia. Peningkatan tersebut salah satunya disebabkan oleh meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) dan harga pangan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui determinan inflasi di Indonesia dan bagaimana strategi kebijakan yang harus dikeluarkan berdasarkan hasil analisis determinan inflasi. Kajian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode analisis regresi vector error correction model (VECM) dan data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber referensi baik buku, jurnal, peraturan perundangan, maupun media yang mempublikasikan terkait dengan inflasi. Hasil analisis kuantitatif menemukan bahwa determinan inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut di antaranya konsumsi, jumlah uang beredar dan world commodity prices yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa PDB dan impor memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap inflasi, sementara itu oil price tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap inflasi. Berdasarkan hasil tersebut, Pemerintah dan stakeholder terkait harus dapat mengeluarkan kebijakan fiskal sebagai shock absorber untuk meredam dan menjaga inflasi. DPR RI melalui komisi terkait harus dapat memastikan bahwa strategi kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dapat mengatasi inflasi yang terjadi.
Penulis:
(Sri Nurhayati Qodriyatun, S.Sos., M.Si.)
(Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.)
Abstrak:
Lahan merupakan sumber daya alam yang berperan penting bagi kelangsungan hidup manusia. Pemanfaatan lahan sering kali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan keberlanjutannya sehingga menimbulkan berbagai dampak negatif bagi lingkungan. Artikel ini mengulas dampak deforestasi terhadap emisi GRK dan upaya yang dapat dilakukan Indonesia dalam menanggulangi emisi GRK akibat lahan kritis yang disebabkan oleh deforestasi. Kajian memperlihatkan deforestasi berdampak terhadap meningkatnya emisi GRK Indonesia dan menyumbang pemanasan global. Upaya kebijakan yang dapat dilakukan antara lain dengan pengurangan laju deforestasi dan laju degradasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi lahan gambut, dan mempercepat reforestasi lahan kritis. Inisiatif komunitas sangat penting agar upaya pengurangan emisi dari pemanfaatan lahan ini berjalan efektif, dan diharapkan dilakukan secara kolaboratif antara pemerintah daerah, masyarakat, dan kalangan swasta. Di sisi lain, pengembangan teknologi yang tepat guna juga diperlukan agar tercapai efisiensi upaya pengurangan emisi dari segi waktu, biaya, dan tenaga. Ke depan perlu ada optimalisasi sumber daya lahan untuk meningkatkan produktivitas, pembenahan kebijakan dan tata kelola, serta pengembangan teknologi agar upaya pengurangan emisi GRK dari sektor lahan mencapai apa yang ditargetkan. Komisi IV DPR RI dapat mengawasi kebijakan pemerintah terkait pemanfaatan hutan dan lahan serta mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan FoLU net carbon sink.
Penulis:
(Sali Susiana, S.Sos, M.Si.)
Abstrak:
Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) telah disahkan pada tanggal 9 Mei 2022 menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Salah satu lembaga yang berperan dalam penanganan korban TPKS yang diatur secara eksplisit dalam UU TPKS adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), Tulisan ini bertujuan untuk melihat peran UPTD PPA dalam penanganan TPKS yang diatur dalam UU TPKS dan bagaimana peran UPTD PPA dalam penanganan korban kekerasan selama ini, termasuk korban kekerasan seksual serta kendala yang dihadapi oleh UPTD PPA. Hasil analisis menyimpulkan bahwa peran UPTD PPA dalam penanganan TPKS yang diatur dalam UU TPKS cukup luas dan rinci, mulai dari pelaporan hingga pemantauan, meliputi pendampingan korban [Pasal 26 ayat (2) dan Pasal 40]; penerimaan laporan (Pasal 39 dan Pasal 41); pemberian pelindungan (Pasal 44); dan pemeriksaan (Pasal 53). Peran UPTD PPA dalam penanganan korban kekerasan selama ini juga telah cukup signifikan, termasuk dalam penanganan korban kekerasan seksual. Adapun kendala yang dihadapi oleh UPTD PPA selama ini antara lain terkait dengan sumber daya manusia (kurangnya konselor laki-laki), anggaran, tahapan konseling yang belum dilaksanakan secara optimal, dan ketiadaan ruangan khusus yang representatif untuk menangani korban.
Penulis:
(Rafika Sari, S.E., M.S.E.)
(Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.)
Abstrak:
Indonesia merupakan produsen dan konsumen minyak kelapa sawit terbesar dunia. Namun demikian, masyarakat mengalami kesulitan mendapatkan minyak goreng dan harganya melambung tinggi sejak Januari 2022. Kajian ini bertujuan untuk memetakan permasalahan tata niaga minyak goreng di Indonesia dan mengetahui regulasi pemerintah untuk mengatasinya. Kajian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dari berbagai sumber referensi baik buku, jurnal, peraturan perundangan, maupun media yang mempublikasikan mengenai permasalahan tata niaga minyak goreng. Hasil kajian menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak goreng, dominasi ekspor dan minimnya pemenuhan kebutuhan minyak goreng nasional, kekurangan pasokan minyak goreng, serta kebutuhan CPO untuk biodiesel menjadi gambaran bagi permasalahan tata niaga minyak goreng di Indonesia. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai regulasi atas minyak goreng, di antaranya penetapan HET minyak goreng curah dan pelarangan sementara ekspor CPO beserta produk turunannya sebagai bahan baku minyak goreng. Selain itu, pemerintah juga memberikan subsidi harga minyak goreng curah bagi masyarakat dan pelaku usaha mikro dan kecil, serta menyalurkan bantuan langsung tunai minyak goreng selama bulan April-Juni 2022. Namun demikian, implementasi kebijakan tersebut perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi oleh berbagai pihak baik dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, DPR RI, masyarakat, maupun pemerintah agar harga minyak goreng dapat stabil dan terjangkau oleh masyarakat.
Penulis:
(Puteri Hikmawati, S.H., M.H.)
Abstrak:
Kejaksaan Agung telah menetapkan para tersangka dalam kasus korupsi penerbitan persetujuan ekspor minyak goreng, yaitu Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, dan tiga tersangka lainnya yang merupakan pengurus dari tiga perusahaan. Artikel ini mengkaji pertanggungjawaban korporasi dalam kasus penerbitan persetujuan ekspor minyak goreng. Masalah ini penting dikaji, mengingat Kejaksaan tidak mengajukan korporasi sebagai subjek tindak pidana. Korporasi sebagai subjek hukum pidana dimuat dalam UU Tipikor dan UU Perdagangan. Karenanya korporasi dapat diminta pertanggungjawabannya apabila mendapat keuntungan dari tindak pidana yang dilakukan oleh pengurusnya. Dalam kasus penerbitan persetujuan ekspor minyak goreng banyak perusahaan yang disidik oleh Kejaksaan, termasuk tiga perusahaan yang pengurusnya telah dijadikan tersangka, namun tidak ada korporasi yang dijadikan subjek tindak pidana. Dengan dasar hukum yang ada, Kejaksaan harus menyelidiki kemungkinan perusahaan memperoleh keuntungan, tidak hanya fokus pada pengurusnya. Apalagi dalam definisi eksportir juga termasuk korporasi yang melakukan ekspor. Teori direct corporate criminal liability dan strict liability dapat diterapkan terhadap kasus ini. Dalam melakukan fungsi pengawasan, Komisi III DPR RI perlu mengawasi penanganan kasus penerbitan persetujuan ekspor minyak goreng ini dan mendorong Kejaksaan untuk menyelidiki perusahaan/korporasi sebagai subjek tindak pidana.