Penulis:
(Monika Suhayati, S.H., M.H.)
(Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn.)
Abstrak:
DPR RI 2019-2024 mempunyai agenda legislasi carry-over RUU serta omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM. Untuk itu, tulisan inimengkaji pengaturan carry-over dalam Prolegnas dan arah politik hukum omnibus law kedua UU tersebut. Carry-over diberlakukan pada periode ini berdasarkan Pasal 71A UU No. 15 Tahun 2019 demi keberlanjutan pembentukan UU. RUU dalam Prolegnas DPR RI periode sebelumnya yang telah membahas DIM dapat dilakukan carry-over pada DPR RI periode ini, apabila memenuhi persyaratan dan ditetapkan sebagai RUU dalam Prolegnas 2020-2024 dan RUU Prioritas Tahunan. Mekanisme carry-over perlu diatur lebih lanjut, sehingga harus dilakukan perubahan Peraturan DPR RI No. 2 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyusunan Program Legislasi Nasional. Carry-over juga perlu menerapkan omnibus law agar terjadi keselarasan dengan keinginan politik untuk penyederhanaan regulasi dan deregulasi. Politik hukum omnibus law UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM dimulai sejak Presiden menyatakan keinginan politik untuk membentuk kedua UU tersebut yang berfungsi sebagai omnibus law dengan membentuk satu UU untuk penyederhanaan dan deregulasi peraturan perundang-undangan terkait hak atas pekerjaan dan pengembangan UMKM. Ini perlu ditindaklanjuti dengan politik hukum di DPR RI, mulai dari tahap perencanaan dalam Prolegnas hingga terbentuknya UU. Omnibus law dapat diterapkan untuk RUU lainnya.
Penulis:
(Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.)
Abstrak:
Hasil Pemilu Legislatif 2019 telah menempatkan 9 (sembilan) partai politik (parpol) peserta Pemilu di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan total jumlah kursi sebanyak 575 kursi. Dengan masuknya Partai Gerindra ke dalam koalisi pemerintah membawa koalisi pendukung pemerintah menjadi semakin kuat. Komposisi pimpinan DPR juga dikuasai partai pendukung pemerintah. Hal ini berbeda dengan periode pimpinan DPR sebelumnya, dimana kepemimpinan DPR pada pemilihan tahun 2014 lalu dipegang oleh partai oposisi. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini akan membahas bagaimana keberadaan koalisi dan oposisi dapat memengaruhi kinerja DPR 2014-2019? Ditemukan bahwa DPR 2019–2024 memiliki tantangan dalam melaksanakan fungsinya. Hal ini karena sistem presidensial idealnya mempunyai dua kekuatan utama yang seimbang. Dengan demikian meskipun koalisi partai di pemerintahan cukup besar namun DPR harus tetap sebagai fungsinya yaitu melakukan pengawasan dan menjalankan fungsi check and balances. Dengan demikian keberadaan oposisi memegang peranan yang sangat penting terutama dalam melakukan lobi. Selain itu dalam praktiknya, hubungan DPR dengan Pemerintah memang lebih banyak dalam pelaksanaan fungsi anggaran dan pengawasan sehingga politik legislasi Indonesia tidak mendapat arah yang jelas. Oleh sebab itu perlu bagi DPR untuk fokus dalam menjalankan fungsinya sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja DPR.
Penulis:
(Achmad Sani Alhusain, S.E., M.A.)
Abstrak:
Kinerja DPR dalam bidang ekonomi periode 2014-2019 dinilai belum mampu memuaskan masyarakat. Namun demikian, penilaian tersebut lebih menyasar pada kinerja output secara kuantitatif khususnya fungsi legislasi tanpa melihat peran lembaga eksekutif sebagai mitra kerja DPR. Dengan demikian, standar penilaian publik terhadap kinerja DPR akan sangat sulit digambarkan secara objektif. DPR perlu menyampaikan ke publik mengenai apa saja yang sudah dikerjakan dalam periode keanggotaannya. Sebagai lembaga perwakilan rakyat, penilaian publik tersebut bagaimana pun harus dinilai sebagai bentuk perhatian masyarakat yang masih menaruh harapan yang tinggi kepada DPR. Bagaimana pun, sejumlah tantangan kinerja DPR perlu dikelola dengan baik dalam sejumlah hal misalnya, penentuan Prolegnas, kemauan politik untuk lebih fokus pada pelaksanaan fungsi legislasi dan anggaran, serta asertivisme pengawasan terhadap pelaksanaan UU dan segenap kebijakan pemerintah. Selain itu, tantangan lain mencakup optimalisasi keluaran pelaksanaan fungsi DPR bagi pembangunan ekonomi dan daya saing nasional. Dengan demikian, kinerja DPR dalam bidang ekonomi dapat membantu memfasilitasi pemerintah untuk memastikan tercapainya tujuan pembangunan nasional secara umum. Dengan latar belakang inilah, tulisan ini dibuat agar publik dapat secara lengkap memahami kinerja DPR dalam periode 2014-2019.
Penulis:
(Dr. Achmad Muchaddam F., S.Ag., M.A.)
(Rahmi Yuningsih, S.K.M., M.K.M.)
(Dinar Wahyuni, S.Sos., M.Si.)
Abstrak:
Pelaksanaan fungsi DPR RI Periode 2014-2019 bidang kesejahteraan sosial antara lain dapat dilihat dari pelaksanaan fungsi pada komisi yang membidangi masalah kesejahteraan sosial, yaitu Komisi VIII, Komisi IX, dan Komisi X. Pelaksanaan fungsi DPR RI dalam tulisan ini dibatasi pada pelaksanaan fungsi legislasi dan pengawasan. Pelaksanaan fungsi legislasi pada Komisi VIII antara lain dapat dilihat dari RUU tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan RUU tentang Pesantren. Pelaksanaan fungsi legislasi pada Komisi IX terlihat dari RUU tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia; RUU tentang Kepalangmerahan; RUU tentang Kebidanan; dan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang telah diperpanjang masa pembahasannya (carry over) pada DPR RI periode 2019-2024. Fungsi pengawasan Komisi IX terlihat pada beberapa Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk, antara lain: Panja Pengawasan INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups) dan Panja Pengawasan Peredaran Vaksin dan Obat. Adapun pelaksanaan fungsi legislasi pada Komisi X dapat dilihat dari RUU tentang Sistem Perbukuan; RUU tentang Pemajuan Kebudayaan; RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam; serta RUU tentang Ekonomi Kreatif. Sementara pelaksanaan fungsi pengawasan dapat dilihat dari Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk.
Penulis:
(Aulia Fitri, S.IP., M.Si. (Han))
Abstrak:
Tulisan ini membahas mengenai implementasi pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif dan penguatan sistem pertahanan dalam agenda pembangunan jangka menengah 2015-2019. Dimana sasaran agenda tersebut ditujukan untuk membangun poros maritim dunia. Pembangunan visi Poros Maritim Dunia masih mengalami kendala dalam mengoptimalkan wilayah laut sebagai basis kekuatan militer. Pengembangan kekuatan pertahanan maritim dihadapkan pada kendala keterbatasan anggaran yang berdampak pada terhambatnya pemenuhan target MEF alutsista TNI, yang diperburuk dengan beberapa korupsi pengadaan alutsista. Selain itu belum optimalnya pengelolaan personil dan gelar kekuatan yang mengarah pada pengembangan kapasitas matra laut juga menjadi tantangan penguatan sistem pertahanan Indonesia, disamping perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis. Disisi lain, peran politik luar negeri Indonesia terus mengalami kemajuan ditandai dengan semakin meningkatnya peranan Indonesia di kancah internasional, salah satunya adalah terpilihnya Indonesia sebagai anggota dewan keamanan PBB. Kebijakan luar negeri Indonesia memiliki dampak signifikan terhadap kekuatan pertahanan dan keamanan nasional. Tulisan ini menganalisis peran politik luar negeri Indonesia sebagai solusi penguatan pertahanan maritim Indonesia melalui multilateralisme, diplomasi dan soft power.
Penulis:
(Dr. Suhartono, S.IP., M.P.P.)
Abstrak:
Pemilu sebagai kontestasi politik dan anggaran sebagai salah satu produk dari proses politik memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Ada tiga perspektif yang dapat digunakan dalam melihat hubungan antara siklus politik dan anggaran untuk melihat masa depan politik anggaran di Indonesia dalam Pemilu 2019. Di antara perspektif oportunistik para politisi, motif ekonomi pemilih dan keberpihakan permanen, melalui meta analisis terhadap isu-isu kampanye yang berkembang pada Pemilu 2019 ini, teori oportunistik politisi yang lebih memiliki relevansi dalam melihat realitas Pemilu 2019. Oleh karenanya, untuk menekan perilaku oportunistik politisi terpilih diperlukan regulasi yang lebih komprehensif dan yang mampu meningkatkan kualitas akuntabilitas proses pembuatan kebijakan anggaran.